Site icon Bangga Indonesia

Akrabi dan Terapkan Al-Quran Kemuliaan dan Keberkahan kan Didapat.

Bangga Indonesia, Surabaya – Akrabi dan Terapkan Al-Quran Kemuliaan dan Keberkahan kan Didapat.

Sobat. Membaca Al-Quran tak hanya bernilai ibadah, tetapi juga dapat menjadi obat penawar jiwa yang gelisah, pikiran yang tak menentu, dan jasmani yang kurang sehat. Sebagaimana Allah SWT mengungkapkan:

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا (٨٢)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. “ (QS al-Isra [17]: 82).

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad sebagai obat dari penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi kaum Muslimin karena memberi petunjuk kepada mereka, sehingga mereka masuk surga dan terhindar dari azab Allah.

Sobat. Al-Qur’an telah membebaskan kaum Muslimin dari kebodohan sehingga mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dahulu mereka menjadi umat yang disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Qur’an, negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan sebagainya, serta pernah hidup makmur dan bahagia. Ayat ini memperingatkan kaum Muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali di dunia, jika mau mengikuti Al-Qur’an dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri.

Cukup pahit pengalaman kaum Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an menyuruh mereka bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-masalah khilafiah yang kecil dan remeh, sedangkan masalah-masalah yang penting dan besar diabaikan.

Ayat ini juga mengingatkan kaum Muslimin bahwa bagi orang-orang yang zalim, yaitu yang ingkar, syirik, dan munafik, Al-Qur’an hanya akan menambah kerugian bagi diri mereka, karena setiap ajaran yang dibawa Al-Qur’an akan mereka tolak. Padahal, jika diterima, pasti akan menguntungkan mereka.

Sobat. Al-Quran tidak diragukan kebenarannya dan berfungsi sebagai petunjuk. Sebagaimana Allah Berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 2 :

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur‘an tidak dapat diragukan, karena ia wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Nabi yang terakhir dengan perantaraan Jibril a.s.
“Dan sungguh (Al-Qur‘an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, yang dibawa oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril)” (asy-Syu‘ara‘/26: 192-193).
Yang dimaksud “Al-Kitab” (wahyu) di sini ialah Al-Qur‘an. Disebut “Al-Kitab” sebagai isyarat bahwa Al-Qur‘an harus ditulis, karena itu Nabi Muhammad saw memerintahkan para sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur‘an.

Sobat. Al-Qur‘an merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, sehingga dia berbahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagaimana yang tersebut pada ayat-ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)
وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤)
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥)

Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.

Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya.Termasuk yang gaib ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
“sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)

Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan pula.

Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.

Iqamah as-salah ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun, syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan salat ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.

Ketiga: Menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.

Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan niat melaksanakan perintah Allah termasuk fi sabilillah.
Harta yang akan diinfakkan itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (al-Isra’/17: 29)
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di antara keduanya secara wajar.” (al-Furqan/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
“…. mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis Rasulullah saw:
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan pokok.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Keempat: Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab (wahyu) Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Meskipun dalam beriman kepada kitab-kitab selain Al-Qur’an bersifat ijmali (global), sedangkan beriman kepada Al-Qur’an harus secara tafsili (rinci). Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang dengan yang lain dari rasul-rasul Allah.

Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah dan mempelajari isinya adalah para ahli waris nabi, ahli waris ajaran-ajaran Allah, baik orang-orang dahulu, maupun orang-orang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seorang Muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu, agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan eksklusivisme (sifat berbeda) dalam diri seorang Muslim, yaitu meliputi semua sifat sombong, tinggi hati, fanatik golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebihan.

Kelima: Beriman kepada adanya hari akhirat. “Akhirat” lawan dari “dunia”. Akhirat ialah tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. “Beriman akan adanya akhirat” ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir.

Orang-orang yang mempunyai sifat yang lima di atas adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dan merekalah orang-orang yang akan merasakan hasil iman dan amal mereka di akhirat nanti, mereka memperoleh keridaan Allah dan tempat tinggal mereka di akhirat ialah di surga yang penuh kenikmatan. Di dalamnya mereka menikmati kebahagiaan yang abadi.

( Spiritual Motivator – DR Nasrul Syarif M.Si Penulis Buku Santripreneur – Santri Milenial. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )
Bangga Indonesia, Surabaya – Akrabi dan Terapkan Al-Quran Kemuliaan dan Keberkahan kan Didapat.

Sobat. Membaca Al-Quran tak hanya bernilai ibadah, tetapi juga dapat menjadi obat penawar jiwa yang gelisah, pikiran yang tak menentu, dan jasmani yang kurang sehat. Sebagaimana Allah SWT mengungkapkan:

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا (٨٢)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. “ (QS al-Isra [17]: 82).

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad sebagai obat dari penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi kaum Muslimin karena memberi petunjuk kepada mereka, sehingga mereka masuk surga dan terhindar dari azab Allah.

Sobat. Al-Qur’an telah membebaskan kaum Muslimin dari kebodohan sehingga mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dahulu mereka menjadi umat yang disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Qur’an, negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan sebagainya, serta pernah hidup makmur dan bahagia. Ayat ini memperingatkan kaum Muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali di dunia, jika mau mengikuti Al-Qur’an dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri.

Cukup pahit pengalaman kaum Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an menyuruh mereka bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-masalah khilafiah yang kecil dan remeh, sedangkan masalah-masalah yang penting dan besar diabaikan.

Ayat ini juga mengingatkan kaum Muslimin bahwa bagi orang-orang yang zalim, yaitu yang ingkar, syirik, dan munafik, Al-Qur’an hanya akan menambah kerugian bagi diri mereka, karena setiap ajaran yang dibawa Al-Qur’an akan mereka tolak. Padahal, jika diterima, pasti akan menguntungkan mereka.

Sobat. Al-Quran tidak diragukan kebenarannya dan berfungsi sebagai petunjuk. Sebagaimana Allah Berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 2 :

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur‘an tidak dapat diragukan, karena ia wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Nabi yang terakhir dengan perantaraan Jibril a.s.
“Dan sungguh (Al-Qur‘an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, yang dibawa oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril)” (asy-Syu‘ara‘/26: 192-193).
Yang dimaksud “Al-Kitab” (wahyu) di sini ialah Al-Qur‘an. Disebut “Al-Kitab” sebagai isyarat bahwa Al-Qur‘an harus ditulis, karena itu Nabi Muhammad saw memerintahkan para sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur‘an.

Sobat. Al-Qur‘an merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, sehingga dia berbahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagaimana yang tersebut pada ayat-ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)
وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤)
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥)

Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.

Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya.Termasuk yang gaib ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
“sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)

Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan pula.

Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.

Iqamah as-salah ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun, syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan salat ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.

Ketiga: Menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.

Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan niat melaksanakan perintah Allah termasuk fi sabilillah.
Harta yang akan diinfakkan itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (al-Isra’/17: 29)
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di antara keduanya secara wajar.” (al-Furqan/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
“…. mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis Rasulullah saw:
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan pokok.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Keempat: Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab (wahyu) Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Meskipun dalam beriman kepada kitab-kitab selain Al-Qur’an bersifat ijmali (global), sedangkan beriman kepada Al-Qur’an harus secara tafsili (rinci). Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang dengan yang lain dari rasul-rasul Allah.

Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah dan mempelajari isinya adalah para ahli waris nabi, ahli waris ajaran-ajaran Allah, baik orang-orang dahulu, maupun orang-orang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seorang Muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu, agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan eksklusivisme (sifat berbeda) dalam diri seorang Muslim, yaitu meliputi semua sifat sombong, tinggi hati, fanatik golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebihan.

Kelima: Beriman kepada adanya hari akhirat. “Akhirat” lawan dari “dunia”. Akhirat ialah tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. “Beriman akan adanya akhirat” ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir.

Orang-orang yang mempunyai sifat yang lima di atas adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dan merekalah orang-orang yang akan merasakan hasil iman dan amal mereka di akhirat nanti, mereka memperoleh keridaan Allah dan tempat tinggal mereka di akhirat ialah di surga yang penuh kenikmatan. Di dalamnya mereka menikmati kebahagiaan yang abadi.

( Spiritual Motivator – DR Nasrul Syarif M.Si Penulis Buku Santripreneur – Santri Milenial. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )
Bangga Indonesia, Surabaya – Akrabi dan Terapkan Al-Quran Kemuliaan dan Keberkahan kan Didapat.

Sobat. Membaca Al-Quran tak hanya bernilai ibadah, tetapi juga dapat menjadi obat penawar jiwa yang gelisah, pikiran yang tak menentu, dan jasmani yang kurang sehat. Sebagaimana Allah SWT mengungkapkan:

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا (٨٢)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. “ (QS al-Isra [17]: 82).

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad sebagai obat dari penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi kaum Muslimin karena memberi petunjuk kepada mereka, sehingga mereka masuk surga dan terhindar dari azab Allah.

Sobat. Al-Qur’an telah membebaskan kaum Muslimin dari kebodohan sehingga mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dahulu mereka menjadi umat yang disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Qur’an, negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan sebagainya, serta pernah hidup makmur dan bahagia. Ayat ini memperingatkan kaum Muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali di dunia, jika mau mengikuti Al-Qur’an dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri.

Cukup pahit pengalaman kaum Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an menyuruh mereka bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-masalah khilafiah yang kecil dan remeh, sedangkan masalah-masalah yang penting dan besar diabaikan.

Ayat ini juga mengingatkan kaum Muslimin bahwa bagi orang-orang yang zalim, yaitu yang ingkar, syirik, dan munafik, Al-Qur’an hanya akan menambah kerugian bagi diri mereka, karena setiap ajaran yang dibawa Al-Qur’an akan mereka tolak. Padahal, jika diterima, pasti akan menguntungkan mereka.

Sobat. Al-Quran tidak diragukan kebenarannya dan berfungsi sebagai petunjuk. Sebagaimana Allah Berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 2 :

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur‘an tidak dapat diragukan, karena ia wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Nabi yang terakhir dengan perantaraan Jibril a.s.
“Dan sungguh (Al-Qur‘an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, yang dibawa oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril)” (asy-Syu‘ara‘/26: 192-193).
Yang dimaksud “Al-Kitab” (wahyu) di sini ialah Al-Qur‘an. Disebut “Al-Kitab” sebagai isyarat bahwa Al-Qur‘an harus ditulis, karena itu Nabi Muhammad saw memerintahkan para sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur‘an.

Sobat. Al-Qur‘an merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, sehingga dia berbahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagaimana yang tersebut pada ayat-ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)
وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤)
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥)

Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.

Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya.Termasuk yang gaib ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
“sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)

Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan pula.

Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.

Iqamah as-salah ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun, syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan salat ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.

Ketiga: Menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.

Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan niat melaksanakan perintah Allah termasuk fi sabilillah.
Harta yang akan diinfakkan itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (al-Isra’/17: 29)
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di antara keduanya secara wajar.” (al-Furqan/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
“…. mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis Rasulullah saw:
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan pokok.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Keempat: Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab (wahyu) Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Meskipun dalam beriman kepada kitab-kitab selain Al-Qur’an bersifat ijmali (global), sedangkan beriman kepada Al-Qur’an harus secara tafsili (rinci). Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang dengan yang lain dari rasul-rasul Allah.

Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah dan mempelajari isinya adalah para ahli waris nabi, ahli waris ajaran-ajaran Allah, baik orang-orang dahulu, maupun orang-orang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seorang Muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu, agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan eksklusivisme (sifat berbeda) dalam diri seorang Muslim, yaitu meliputi semua sifat sombong, tinggi hati, fanatik golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebihan.

Kelima: Beriman kepada adanya hari akhirat. “Akhirat” lawan dari “dunia”. Akhirat ialah tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. “Beriman akan adanya akhirat” ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir.

Orang-orang yang mempunyai sifat yang lima di atas adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dan merekalah orang-orang yang akan merasakan hasil iman dan amal mereka di akhirat nanti, mereka memperoleh keridaan Allah dan tempat tinggal mereka di akhirat ialah di surga yang penuh kenikmatan. Di dalamnya mereka menikmati kebahagiaan yang abadi.

( Spiritual Motivator – DR Nasrul Syarif M.Si Penulis Buku Santripreneur – Santri Milenial. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )
Bangga Indonesia, Surabaya – Akrabi dan Terapkan Al-Quran Kemuliaan dan Keberkahan kan Didapat.

Sobat. Membaca Al-Quran tak hanya bernilai ibadah, tetapi juga dapat menjadi obat penawar jiwa yang gelisah, pikiran yang tak menentu, dan jasmani yang kurang sehat. Sebagaimana Allah SWT mengungkapkan:

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا (٨٢)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. “ (QS al-Isra [17]: 82).

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad sebagai obat dari penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. Al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi kaum Muslimin karena memberi petunjuk kepada mereka, sehingga mereka masuk surga dan terhindar dari azab Allah.

Sobat. Al-Qur’an telah membebaskan kaum Muslimin dari kebodohan sehingga mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dahulu mereka menjadi umat yang disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Qur’an, negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan sebagainya, serta pernah hidup makmur dan bahagia. Ayat ini memperingatkan kaum Muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali di dunia, jika mau mengikuti Al-Qur’an dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri.

Cukup pahit pengalaman kaum Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an menyuruh mereka bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-masalah khilafiah yang kecil dan remeh, sedangkan masalah-masalah yang penting dan besar diabaikan.

Ayat ini juga mengingatkan kaum Muslimin bahwa bagi orang-orang yang zalim, yaitu yang ingkar, syirik, dan munafik, Al-Qur’an hanya akan menambah kerugian bagi diri mereka, karena setiap ajaran yang dibawa Al-Qur’an akan mereka tolak. Padahal, jika diterima, pasti akan menguntungkan mereka.

Sobat. Al-Quran tidak diragukan kebenarannya dan berfungsi sebagai petunjuk. Sebagaimana Allah Berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 2 :

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur‘an tidak dapat diragukan, karena ia wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Nabi yang terakhir dengan perantaraan Jibril a.s.
“Dan sungguh (Al-Qur‘an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam, yang dibawa oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril)” (asy-Syu‘ara‘/26: 192-193).
Yang dimaksud “Al-Kitab” (wahyu) di sini ialah Al-Qur‘an. Disebut “Al-Kitab” sebagai isyarat bahwa Al-Qur‘an harus ditulis, karena itu Nabi Muhammad saw memerintahkan para sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur‘an.

Sobat. Al-Qur‘an merupakan bimbingan bagi orang yang bertakwa, sehingga dia berbahagia hidup di dunia dan di akhirat nanti. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagaimana yang tersebut pada ayat-ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣)
وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤)
أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥)

Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu.

Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya.Termasuk yang gaib ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
“sibgah Allah.” Siapa yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138)
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan sebagainya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)

Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah, menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan pula.

Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.

Iqamah as-salah ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun, syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan salat ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa.

Ketiga: Menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama.

Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan niat melaksanakan perintah Allah termasuk fi sabilillah.
Harta yang akan diinfakkan itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku boros:
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (al-Isra’/17: 29)
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di antara keduanya secara wajar.” (al-Furqan/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
“…. mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis Rasulullah saw:
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan pokok.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Keempat: Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab (wahyu) Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Meskipun dalam beriman kepada kitab-kitab selain Al-Qur’an bersifat ijmali (global), sedangkan beriman kepada Al-Qur’an harus secara tafsili (rinci). Beriman kepada kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang dengan yang lain dari rasul-rasul Allah.

Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa. Orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah dan mempelajari isinya adalah para ahli waris nabi, ahli waris ajaran-ajaran Allah, baik orang-orang dahulu, maupun orang-orang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seorang Muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu, agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Allah Yang Maha Esa, Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan eksklusivisme (sifat berbeda) dalam diri seorang Muslim, yaitu meliputi semua sifat sombong, tinggi hati, fanatik golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebihan.

Kelima: Beriman kepada adanya hari akhirat. “Akhirat” lawan dari “dunia”. Akhirat ialah tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. “Beriman akan adanya akhirat” ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir.

Orang-orang yang mempunyai sifat yang lima di atas adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dan merekalah orang-orang yang akan merasakan hasil iman dan amal mereka di akhirat nanti, mereka memperoleh keridaan Allah dan tempat tinggal mereka di akhirat ialah di surga yang penuh kenikmatan. Di dalamnya mereka menikmati kebahagiaan yang abadi.

( Spiritual Motivator – DR Nasrul Syarif M.Si Penulis Buku Santripreneur – Santri Milenial. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )
Exit mobile version