Detak-Detik waktu yang Berkah
“Sibukkan diri kita melaksanakan yang wajib dan sunnah kalau ada yang mubah carilah diantara yang mubah itu mana yang paling bermanfaat menunjang visi akherat kita, tinggalkan yang makhruh dan campakkan yang haram.
Sobat. Segala puji bagi Allah yang menjadikan ihsannya amal sebagai neraca penilaian atas ujian-Nya ; bukan besarnya dan bukan pula banyaknya. Sebab Dia telah menentukan dan mengaruniakan umur bagi kita dengan jatah yang tak sama, sejak Dia tiupkan kehidupan ke dalam Rahim ibunda hingga kelak ajal merenggut nyawa. Maka berbahagialah yang Berjaya menghadirkan amal terbaik dalam rentang usia yang tertetapkan, terlebih lagi yang diwafatkan dalam puncak kebajikan.
Allah SWT berfirman :
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ (٢)
“Dialah Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” ( QS. Al-Mulk (67):2 )
Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Tuhan yang memegang kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk. Jika saat kematian itu telah tiba, tidak ada suatu apa pun yang dapat mempercepat atau memperlambatnya barang sekejap pun. Demikian pula keadaan makhluk yang akan mati, tidak ada suatu apa pun yang dapat mengubahnya dari yang telah ditentukan-Nya. Allah berfirman:
“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (al-Munafiqun/63: 11)
Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah, sebagaimana firman-Nya:
“Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh.” (an-Nisa’/4: 78)
Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan kehidupan. Maksudnya ialah bahwa Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga tidak terancam kepunahan. Kemudian Dia pula yang menetapkan lama kehidupan suatu makhluk dan menetapkan keadaan kehidupan seluruh makhluk. Dalam pada itu, Allah pun menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba.
Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad dan siapa pula yang mengingkarinya. Dari ayat di atas dipahami bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk, hukum, dan ketentuan Allah sebagai penguasa alam semesta ini. Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di dunia.
Sobat. Berdasarkan ujian itu pula ditetapkan derajat dan martabat seorang manusia di sisi Allah. Semakin kuat iman seseorang semakin banyak amal saleh yang dikerjakannya. Semakin ia tunduk dan patuh mengikuti hukum dan peraturan Allah, semakin tinggi pula derajat dan martabat yang diperolehnya di sisi Allah. Sebaliknya jika manusia tidak beriman kepada-Nya, tidak mengerjakan amal saleh dan tidak taat kepada-Nya, ia akan memperoleh tempat yang paling hina di akhirat.
Kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang selalu menggunakan akal dan pikirannya memahami agama Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik dikerjakannya, sehingga perbuatannya itu diridai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula yang paling taat kepada-Nya.
Sobat. Ayat ini mendorong dan menganjurkan agar manusia selalu waspada dalam hidupnya. Hendaklah mereka selalu memeriksa hati mereka apakah ia benar-benar seorang yang beriman, dan juga memeriksa segala yang akan mereka perbuat, apakah telah sesuai dengan yang diperintahkan Allah atau tidak, dan apakah yang akan mereka perbuat itu larangan Allah atau bukan. Jika perbuatan itu telah sesuai dengan perintah Allah, bahkan termasuk perbuatan yang diridai-Nya, hendaklah segera mengerjakannya. Sebaliknya jika perbuatan itu termasuk larangan Allah, maka jangan sekali-kali melaksanakannya.
Sobat. Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia Mahaperkasa, tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya jika Ia hendak melakukan sesuatu, seperti hendak memberi pahala orang-orang yang beriman dan beramal saleh atau hendak mengazab orang yang durhaka kepada-Nya. Dia Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepada-Nya dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji tidak akan melakukan dosa itu lagi serta berjanji pula tidak akan melakukan dosa-dosa yang lain.
Pada ayat ini, Allah menyebut secara bergandengan dua macam di antara sifat-sifat-Nya, yaitu sifat Mahaperkasa dan Maha Pengampun, seakan-akan kedua sifat ini adalah sifat yang berlawanan. Sifat Mahaperkasa memberi pengertian memberi kabar yang menakut-nakuti, sedang sifat Maha Pengampun memberi pengertian adanya harapan bagi setiap orang yang mengerjakan perbuatan dosa, jika ia bertobat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang berhak disembah itu benar-benar dapat memaksakan kehendak-Nya kepada siapa pun, tidak ada yang dapat menghalanginya. Dia mengetahui segala sesuatu, sehingga dapat memberikan balasan yang tepat kepada setiap hamba-Nya, baik berupa pahala maupun siksa. Dengan pengetahuan itu pula, Dia dapat membedakan antara orang yang taat dan durhaka kepada-Nya, sehingga tidak ada kemungkinan sedikit pun seorang yang durhaka memperoleh pahala atau seorang yang taat dan patuh memperoleh siksa. Allah tidak pernah keliru dalam memberikan pembalasan.
Firman Allah lainnya yang menyebut secara bergandengan kabar peringatan dan pengharapan itu ialah:
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (al-hijr/15: 49-50).
Fudhail ibn ‘Iyadh menjelaskan bahwa “amal yang paling ihsan adalah yang paling ikhlas niatnya dan paling benar mengikuti tuntunannya.”
Sobat. Mari sejenak kita merenungi dan menakjubi para pendahulu kita yang shalih, yang sebakda memenuhi ikhlas dan benarnya amal mereka, masih juga memberi kita pelajaran tentang bagaimana memanfaatkan sebesar-besarnya detak-detik hidup yang penuh makna.
Imam Nawawi menulis syarh shahih muslim yang tebal itu beliau menulisnya berdasarkan hafalan atas kitab shahih muslim yang diperoleh dari gurunya, lengkap dengan sanad inti dan sanad tambahannya. Sanad inti adalah perawi yang menyampaikan hadits antara Imam Muslim sampai Rasulullah SAW. Adapun sanad tambahan yakni mata rantai periwayatan dari An-Nawawi hingga Imam Muslim. Beliau menghafal 5.362 hadits sekaligus sanadnya dan penjabaran yang beliau anggit disertai dengan perbandingan dengan hadits dari kitab lainnya, yang jelas dari hafalan sebab beliau tak mendapati naskahnya, penjelasan kata maupun maksud dengan atsar sahabat, tab’in, dan ulama; munasabahnya dengan ayat dan tafsir, istinbath hukum fiqh yang diturunkan darinya dan banyak hal lain lagi.Kita baru menyebut satu karya dari seorang ‘Alim saja sudah bagai langit dan bumi rasanya.
Ibn Al-Mubarak membagi tahun-tahunya menjadi tiga ; sepertiga untuk ilmu, sepertiga untuk jihad dan sepertiga untuk berniaga. Bagaimana ibn ‘Aqil Al-Hanafi menyusun kitab Al-Funun yang terdiri atas 800 jilid berisi aneka ragam ilmu dengan pembahasan yang dipuji tiada bandingnya oleh Sang Ahli hadits Agung Imam Adz-Dzahabi. Bagaimana al-hafidz Ibn ‘Asakir berhasil menyusun ke-83 jilid kitab sejarah Tarikh Dimasyq sementara beliau juga sibuk menelaah berbagai hadits.
Bagaimana Imam Ibn Jarir Ath-Thabari setiap harinya menulis sebanyak 40 halaman selama 40 tahun, hingga keseluruhan karyanya mencapai 358.000 lembar. Bagaimana pula rautan pena Imam Ibn Al-Jauzy terkumpul begitu banyak, hingga cukup untuk menjadi kayu bakar memanasi air bagi pemandian jenasahnya? Inilah detak detik hidup yang penuh berkah yang dicontohkan para salafusholih. Seayat ilmu, setitis rezqi, dan segerak amal yang Allah karuniakan menggesa kita untuk juga berlomba dengan mereka serta berusaha menjadikan mereka sebagai teladan. Yuk buat detak-detik kehidupan kita dengan penuh berkah.
Salam Dahsyat dan Luar Biasa!
( DR Nasrul Syarif M.Si. CEO Educoach. Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )