Site icon Bangga Indonesia

Abang Tukang Becak, Dodol, dan Pandemi ( Dwi Wulandari Juara Harapan Cerpen JEC 2020 )

Sumber gambar google

Abang Tukang Becak, Dodol, dan Pandemi

Karya: Dwi Wulandari

SMP NEGERI 1 JENANGAN, PONOROGO

            “Assalamu’alaikum, bapak pergi dulu ya.” “Hati-hati ya pak.” jawab gadis kecil tersebut dengan suara riang sembari mencium punggung tangan Pak Rohman. Dengan mengayuh sepeda miliknya, Pak Rohman perlahan mulai meninggalkan rumahnya menuju sebuah pasar tempat ia bekerja setiap harinya. Pak Rohman merupakan seorang tukang becak berusia 50 tahun yang tinggal di sebuah daerah di Kota Jogja. Pak Rohman telah menggeluti pekerjaannya tersebut hampir 10 tahun terakhir ini. Ia bekerja sebagai tukang becak dengan ikhlas dan sepenuh tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, ya istri dan anaknya. Pak Rohman selalu yakin, setiap kita-kita mungkin tidak selalu memiliki pekerjaan yang bagus dan mapan, namun ia percaya setiap manusia yang dilahirkan ke dunia telah digariskan rizkinya oleh sang kuasa. Begitupun dengan istrinya ibu Siti, ia hingga saat ini tidak pernah menyalahkan atau pun menuntut suaminya atas keadaan perekonomian keluarganya, alih-alih ia menyalahkan suaminya, ia justru berusaha membantu perekonomian keluarganya dengan cara menjual beberapa jajanan tradisional di lingkungan daerah tempat tinggalnya. Sementara itu, Aifa Putri Ningsih, gadis kecil berusia 10 tahun itu tumbuh menjadi gadis kecil yang selalu ceria dan tumbuh menjadi anak yang pandai.

            Seperti biasanya, pagi ini Pak Rohman berangkat bekerja ke tempat biasanya yaitu di pasar dan sekitarnya. Sebelum ia berangkat, ia mempersiapkan sepeda yang akan ia gunakan, mengecek ban dan sebagainya. Tiba-tiba Aifa datang menghampiri Pak Rohman, “Bapak tahu gak? Kemaren temen Ifa cerita, katanya habis beli ayam goreng di warung baru depan sekolah itu lho, katanya ada banyak rasa, ada rasa pedas, pedas manis, keju terus banyak lagi. Kapan-kapan bapak beliin Ifa ya pak, yang rasa keju.” Tutur Aifa dengan polosnya. Bu Siti hanya tersenyum dan menggelengkan kepala menyaksikan tutur kata anaknya yang bercerita panjang lebar membahas ayam goreng.                “Iya ifa, nanti bapak ajak Ifa beli ayam goreng itu, yang rasa apa tadi?” Ucap bu Siti menanggapi tutur gadis kecilnya itu. “Itu bu, yang rasa asin itu, hmm keju.” Lagi-lagi Pak Rohman dan Bu Siti kembali dibuat geleng-geleng dengan penuturan anaknya itu. “Bapak janji, nanti bapak beliin Ifa ayam goreng yang rasa keju ya.” Kini Pak Rohman yang menjawab ucapan Aifa. “Makasi Bapak” Dengan girang Aifa memeluk Pak Rohman. “Yaudah bapak berangkat dulu ya.” “Hati-hati ya pak” Ucap Ibu Siti dan Aifa kompak.

            Sesampainya di Pasar, Pak Rohman menunggu di pangkalan becak. Pak Rohman saat pagi hingga siang akan manarik becak di area pasar dan sekitarnya, saat sore sekitar pukul 14.00 WIB ia akan berkeliling di beberapa tempat. Hari ini Penumpang Pak Rohman sedikit sepi tidak seperti biasanya, hingga menjelang malam ia baru mendapat 7 penumpang ditambah cuaca hari ini sedikit mendung. Pak Rohman akhirnya memutuskan untuk berkeliling ke beberapa tempat dimana ia biasanya mencari penumpang. Hari sudah semakin gelap, sedangkan ia baru mendapat 7 penumpang. Pak Rohman kembali teringat permintaan putrinya pagi tadi. Sementara itu, di seberang jalan dekat halte terlihat seorang gadis SMA yang sedang bingung dan beberapa kali mencoba menghubungi seseorang. “Papa kemana ya, Najwa tadi udah bilang jempuntnya jam 5, mana HP Najwa lowbat lagi, kan jadi bingung mau hubunginya.” Suara gadis tersebut masih dengan HP tanpa daya di genggaman tangannya. Pak Budi yang melihat hal tersebut akhirnya mencoba menghampiri gadis tersebut dan bertanya kepadanya, “Dek lagi nunggu siapa?” tanya Pak Rohman pada Najwa. “Ini Pak, lagi nunggu papa saya, tadi saya sudah bilang suruh beliau jemput jam 5 sore, tapi sampai sekarang beliau belum datang. Saya berniat naik angkutan umum, tapi dompet saya ketinggalan di temen saya waktu ngerjain tugas kelompok tadi, mau pesen ojek online HP saya lowbat pak.” Mendengar penuturan gadis itu, Pak Rohman berniat ingin membantunya,” Dia mau gak ya naik becak butut saya? Takutnya dia gak pernah naik becak” batinnya sebelum ia menawari Najwa. “Gimana kalau adek saya antar ke rumah? Lagian hari udah mulai gelap, sepertinya akan turun hujan. Tapi maaf saya bisanya nganter pakek becak? Ade mau?” tutur Pak Rohman sembari turun dari becaknya. Tiba-tiba datang seorang ibu dengan membawa tentengan tas ditangannya,” Pak bisa anterin saya ke jalan mangga?” Ujar ibu tadi pada Pak Rohman.” Maaf bu, saat ini saya mau nganterin ade ini. Ibu coba lihat di depan, siapa tahu ada temen saya yang belum pulang.” Ucap Pak Rohman pada ibu tersebut. Najwa yang mendengar hal itu langsung tertegun, ia bahkan tidak memesan becak kepada bapak ini, dan bapak ini menolak penumpang hanya karena ingin mengantar Najwa pulang.” Baik banget bapak ini.” batin Najwa.” Yaudah dek silahkan, nanti keburu hujan.” Ucap Pak Rohman pada Najwa. “Oh iya pak”

            Sepanjang perjalanan Pak Rohman dan Najwa tampak asik mengobrol. Tiba-tiba gerimis mulai turun malam itu, untungnya becak Pak Rohman dilengkapi dengan pelindung di atasnya. Sampailah mereka di rumah Najwa.

“Makasi ya pak, oh iya bapak mampir sini dulu, biar saya buatkan minum.” Tawar Najwa pada Pak Rohman.

“Nggak usah dek, ini mumpung hujannya reda bapak langsung pulang aja.” Ucap Pak Rohman seraya memutar becaknya.

“Loh sebentar pak, ongkosnya  belum.” Teriak Najwa.

“Nggak usah dek, bapak ikhlas nolongin ade tadi. Bapak pamit dulu ya. Assalamu’alaikum.” Perlahan Pak Rohman mulai menjauh dari pekarangan rumah Najwa.

“Bapak tadi baik banget, padahal tadi ia bekerja buat cari nafkah, tadi juga ada penumpang, tapi malah ditolak dan lebih milih nganterin Najwa, sekarang malah gak mau minta ongkos sama Najwa.” Batin Najwa.

            Sesampainya di rumah, Pak Rohman segera membersihkan badannya. Setelah itu, ia beristirahat di depan TV sembari meminum secangkir kopi.

“Aifa udah tidur ya bu?” tanya Pak Rohman.

“Iya, baru aja tidur, habis gambar tadi.”

“Tadi bapak niatnya mau beliin Aifa ayam goreng pesenannya tadi pagi, tapi penumpang bapak hari ini dikit, terus uangnya buat beli bensin sama  kebutuhan dagang ibu” ucap Pak Rohman.

Sementara itu, saat Pak Rohman sedang mengobrol dengan istrinya, tiba-tiba tersiar berita di salah satu Televisi Nasional yang memberitakan adanya ancaman wabah mematikan berbentuk virus dari Negeri Cina dan telah menyebar di negara tetangga. Pak Rohman dan Bu Siti menyimak berita itu dengan seksama walaupun mereka tidak begitu mengerti dengan virus yang sedang mewabah di negara tetangga tersebut.

1 Bulan kemudian…..

“Kemarin saya lihat di TV, katanya ada 2 WNI yang positif terkena virus yang dari Cina itu, namanya kopid-kopid gitu.” Ujar Pak Ujang di pangkalan becak.

“Iya Jang? Kemarin saya denger belum sampai Indonesia, sekarang udah ada yang positif aja.” Sambung Pak Rohman.

“Penyebarannya cepat ya ternyata.” Tambah Pak Usman.

            Setelah sampai di rumah, Pak Budi kembali beristirahat dan mengobrol ngalor-ngidul bersama istrinya.

“Bu katanya virus yang dari China kemarin udah sampai Indonesia, udah ada 2 WNI yang positif.” Ujar Pak Rohman kepada sang istri.

“Ya Allah iya pak? Bulan lalu masih belum ada kabar di Indonesia, sekarang udah ada WNI yang positif aja.” Balas Bu Siti sedikit tak percaya.

“Iya bu, yang penting kita rajin cuci tangan sama pakai masker aja, pasti gak bakal tertular.” Kata Pak Rohman sembari menyeruput secangkir kopinya.

            Pagi ini seperti biasanya Pak Rohman berangkat menarik becak tetapi dengan protokol kesehatan, yaitu dengan memakai masker dan menyiapkan tempat cuci tangan di becak miliknya. “Bapak pergi dulu ya, Assalamu’alaikum.” Pamit Pak Rohman kepada sang istri. “Wa’alaikumussalam pak, hati-hati ya. Jangan lupa pakai maskernya biar gak kena razia.” Jawab Bu Siti sembari mengingatkan Pak Rohman agar tetap memakai masker karena ia takut akan terjaring razia tanpa mengetahui betul apa fungsi penggunaan masker di tengah pandemi saat ini. Sesampainya di pangkalan Pak Rohman kembali ngobrol dengan sohibnya.

“Kita berarti harus selalu pakai masker ya, soalnya sekarang ini penjagaannya ketat banget, ditambah katanya bakal ada denda, kan ngeri kalo sampai didenda.” Pak Rohman membuka obrolan pagi itu.

“Iya man, katanya bentar lagi bakal dikenakan denda kalau sampai gak pakai masker.” Sambung Pak Usman.

“Iya ngeri, upah perhari kita aja gak seberapa, tapi harus bayar denda.” Ucap Pak Rohman menanggapi ucapan Pak Usman.

“Yang Penting kemana-mana pakai masker aja biar gak kena razia.” Tambah Pak Ujang.

            Dua bulan telah berlalu, Pak Rohman menjalani hari-hari seperti biasanya tanpa ada yang berbeda, hanya berusaha selalu memakai masker dan cuci tangan tanpa memperhatikan protokol kesehatan lainnya, bahkan Pak Rohman hanya memiliki satu masker yang hanya rutin di cuci tanpa memiliki masker pengganti. Hari ini ia berangkat bekerja sedikit lebih siang karena pagi tadi ia merasa tidak enak badan. Melihat kondisi suaminya yang kurang sehat Bu Siti meminta agar hari ini Pak Rohman tidak usah bekerja dan istirahat di rumah saja, tetapi Pak Rohman mengabaikan permintaan istri dan terus mengayuh becaknya menuju pangkalan. Sesampainya di pangkalan, ia kembali ngobrol dengan sohibnya sembari menunggu penumpang.

“Man gimana udah sehat?” Tanya Pak Ujang kepada Pak Rohman.

“Alhamdulillah udah, ini cuma pusing sama flu ringan aja jang.” Sahut Pak Rohman.

“Udah periksa ke dokter belum Man?” tanya Pak Usman sembari membuka maskernya.

“Belum man, lha ini aja cuma pusing sama flu ringan, kan gak termasuk gejala, setahuku gejalanya itu kalo demam.” Jawab Pak Rohman.

            Sesampainya di rumah, Pak Rohman memarkirkan becaknya di pertigaan gang masuk rumahnya.

“Assalamu’alaikum bu, bapak pulang.” Teriak Pak Rohman.

“Wa’alaikumussalam pak, tumben pulang sorean pak?” Tanya Bu Siti kepada suaminya karena tidak seperti biasanya ia pulang jam segini.

“Iya bu, tadi badan bapak meriang lagi, kepala bapak tambah pusing.” Jawab Pak Rohman sembari duduk di kursi depan rumahnya.

“Yaudah bapak habis ini langsung mandi terus istirahat. Ibu bikinin kopi bentar ya pak.” Tutur Bu Siti yang kemudian masuk ke dalam dapur untuk membuatkan kopi Pak Rohman.

“Kok semakin kesini badan saya semakin gak enak ya, makin pusing ditambah flu nya makin menjadi-jadi.” Batin Pak Rohman sembari menatap langit sore kala itu.

“Pak  Ini kopinya.” Ucap Bu Siti sambil meletakkan kopi di samping Pak Rohman dan duduk disamping suaminya.

 “Pak tadi ada warga yang nitip undangan kerja bakti di balai desa buat besok. Tadi ibu bilang insya Allah pak, soalnya bapak dari kemarin kurang enak badan.” Tutur Bu Siti.

 “Besok pagi ya bu? Besok bapak datang aja bu, lagian masih ada waktu buat bapak istirahat, besok insya Allah udah mendingan.” Jawab Pak Rohman sambil menyeruput kopinya.

            Pagi ini, seperti yang dikatakan Pak Rohman kemarin sore. Ia bersiap-siap untuk pergi kerja bakti di lingkungan balai desa. Walaupun dengan keadaan yang dialaminya, ia bersikeras untuk tetap ikut berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti hari ini, lagian menurut pak Rohman sudah lama sekali tidak ada kegiatan kerja bakti di lingkungannya. “Toh ini juga cuma pusing, nanti dibuat ngumpul sama yang lain insya Allah juga mendingan atau malah sembuh, hehehe.” Batin Pak Rohman sambil nyengir-nyengir sendiri.

            Setibanya di Balai Desa, Pak Rohman melakukan kerja bakti seperti biasanya. Ia bekerja bakti tanpa ada perbedaan malah semakin bersemangat.

“Pak gimana kabarnya?” Teriak Pak Malik sembari melambaikan tangan kepada Pak Rohman.

Pak Malik merupakan ketua RT di daerah lingkungan rumah Pak Rohman, Pak Malik dengan Pak Rohman memang sudah akrab sejak dulu.

“Pak Malik, Alhamdulillah baik pak, bapak sendiri gimana kabarnya?” Sahut Pak Rohman sembari menepuk punggung Pak Malik.

“Alhamdulillah baik juga pak, bapak masih tetep narik becak sekarang?.” Tanya Pak Malik.

“Alhamdulillah masih pak, tapi ya ada pembatasan sama protokol kesehatan, jadi ya sedikit berbeda pak sama sebelum-sebelumnya.” Jawab Pak Rohman sambil tersenyum.

“Ya harus dimaklumi pak, emang sekarang keadaannya dituntut harus seperti ini. Tapi bapak juga harus hati-hati dan selalu waspada lho pak.” Sahut Pak Malik sambil berulang kali menepuk punggung Pak Rohman.

“Siap Pak”

            Sudah hampir tiga bulan Covid-19 meneror masyarakat. Pak Rohman berniat untuk mengunjungi Ibu mertunya bersama sang istri dan anaknya Aifa. Namun, seperti yang ia dengar dari warga dan teman di pangkalannya, bahwa harus memerlukan surat tertentu yang ia sendiri tidak memahami betul surat apa itu, yang ia tahu surat itu menyatakan bahwa kita sehat dan bisa bepergian ke luar daerah. Terlebih rumah mertua yang akan ia kunjungi tersebut terletak di Sidoarjo, yang artinya memang membutuhkan betul surat itu. Setelah dipikir dan dibicarakan dengan istrinya, akhirnya lusa ia berniat meminta surat pernyataan tersebut ke pihak desa agar ia bisa berkunjung ke Bojonegoro.

            Hari ini waktunya Pak Rohman, Bu Siti, dan Aifa meminta surat pernyataan sekaligus melakukan rapid test di puskesmas daerah setempat. Namun, ketika Pak Rohman akan berangkat, ia sedikit was-was dan mulai berpikir buruk, mengingat bahwa beberapa hari lalu, bahkan hingga saat ini badannya masih terasa tidak enak, pusing dan flu. Setelah sampai di puskesmas dan melakukan rapid test bergilir, Pak Rohman, Bu Siti, dan Aifa dipersilahkan untuk menunggu di ruang tunggu. Sementara hasil swab akan keluar esok harinya.

“Makasih pak, bu, untuk hasil swab kami akan memberitahukan besok pagi.” Kata salah satu petugas puskesmas.

“Kami datang kesini apa bagaimana pak?” Tanya Pak Rohman pada petugas tersebut.

“Untuk meminimalisir penyebaran dan menghindari kerumunan, akan kami antar ke rumah bapak besok pagi.” Jawab petugas itu lagi.

“Oalah iya, yaudah kami pamit dulu pak.” Ucap Pak Rohman sambil melangkah menuju pintu keluar puskesmas.

            Pagi ini petugas puskesmas dan beberapa petugas medis mengunjungi kediaman rumah Pak Rohman dan keluarga. Hasil rapid test dan swab kemarin sudah keluar dan akan diberikan kepada Pak Rohman sekeluarga.

“Assalamu’alaikum, apakah ini kediaman Bapak Rohman dan Ibu siti?” Tanya salah satu petugas.

“Iya pak, saya Bapak Rohman. Ada perlu apa ya?” Jawab Pak Rohman setelah membukakan pintu.

Sementara itu datanglah Bu Siti dari arah dapur.

“Dari hasil rapid test dan swab kemarin, menyatakan bahwa bapak positif terkena Covid-19 sedangkan untuk ibu dan anak bapak alhamdulillah negatif tetapi harus melakukan isolasi mandiri. Untuk itu kami meminta kesediaan sekaligus meminta kerjasama bapak untuk mengikuti segala instruksi dari kami dan para petugas medis.”

Mendengar penuturan para petugas, Pak Rohman tidak mampu berkata-kata dan hanya bisa berharap apa yang ia dengar tadi salah. Sementara Bu Siti telah berurai air mata mendengar penuturan para petugas medis barusan. Ia tidak menyangka hal yang selama ini ditakuti benar-benar terjadi kepada suaminya.

            Setelah disampaikan berita yang benar-benar memukul Pak Rohman sekeluarga, akhirnya Pak Rohman dibawa para petugas menggunakan mobil ambulan menuju tempat ia akan dirawat dan diisolasi. Keadaan tersebut menjadi pemandangan aneh sekaligus tidak wajar bagi tetangga-tetangga sekitar.

“Namanya juga tukang becak, mana tahu yang namanya protokol kesehatan.” Ucap Bu Mariyah dengan nada menyindir.

“Udah tahu ada gejala covid, tapi masih tetep ngeyel keluyuran.” Sambung warga.

“Iya tu, bukannya di rumah aja, mentang-mentang dibilang gemar bersosialisasi nekat ngumpul sama warga. Nanti kalau ada yang positif lagi kan repot.” ketus ibu lainnya.

            Selama waktu yang ditentukan hingga Pak Rohman benar-benar dinyatakan sembuh atau negatif corona, selama itu juga ia harus tetap diisolasi di tempat yang telah disiapkan. Sementara Bu Siti dan Aifa harus tetap isolasi mandiri di rumah. Namun setelah kejadian hari itu, keberadaan Bu Siti sekeluarga menjadi semakin dikucilkan warga setempat, bahkan setelah batas wajar isolasi mandiri dan dinyatakan negatif mereka tetap dikucilkan. Setelah beberapa waktu lamanya, tepat 1 bulan Pak Rohman diisolasi, kabar gembira datang dari pihak kesehatan yang menyatakan Pak Rohman sembuh atau terbebas dari virus corona. Sejak dikeluarkan surat swab yang ketiga, yang menyatakan negatif Corona, Pak Rohman pun diizinkan untuk pulang ke rumah dan diminta untuk tetap waspada dan hati-hati.

            Sesampainya di rumah, Pak Rohman disambut tangis haru dan bahagia Bu Siti dan Aifa. Namun, baru saja kebahagiaan itu kembali terasa di keluarga kecil itu, kabar buruk kembali menghampiri mereka. Warga sekitar berbondong-bondong mendatangi rumah Pak Rohman dan memaksa mereka untuk meninggalkan rumah tersebut. Pak Malik yang merupakan ketua RT sekaligus teman dekat Pak Rohman tidak bisa berbuat apa-apa karena itu telah menjadi kesepakatan warga desa setempat.

            Akhirnya Pak Rohman dan keluarganya terpaksa meninggalkan rumah kecilnya. Mereka tidak tahu harus pergi kemana, sesekali mereka beristirahat di masjid atau pun mushola. Saat ia tengah beristirahat di salah satu mushola, tiba-tiba ia bertemu dengan Najwa, ya gadis yang pernah ia tolong saat menjelang malam dan hujan itu.

“Assalamu’alaikum, Pak Rohman. bapak yang kemarin nganterin saya ke rumah kan?” Tanya Najwa.

“Wa’alaikumussalam, iya nak. Bapak yang waktu itu nganterin nak Najwa.”

“Oh Iya kenalin ini papa saya nama beliau Papa Dio pak, dan ini bunda saya, namanya bunda Ami” Ucap Najwa dan memperkenalkan Orang tuanya.

“Bapak lagi ngapain disini?” Tanya Najwa lagi.

Akhirnya Pak Rohman menceritakan semua kejadian dari mulai ia mengalami gejala Covid-19 sampai ia akhirnya diusir warga.

“Pak kebetulan kami punya salah satu rumah yang sudah lama tidak kami gunakan dan sekarang menjadi bangunan kosong, jika bapak berkenan bapak, istri, dan putrinya bisa tinggal di sana.” Ucap Pak Dio.

“Tapi pak kami tidak punya uang untuk membayarnya.”Sahut Pak Rohman.

“Tidak perlu memikirkan itu pak, kami benar-benar ikhlas membantu bapak.” Sambung Pak Dio.

“Bapak beneran? Makasih banyak ya pak.” Ucap Bu Siti dan Pak Rohman.

            Seminggu sudah mereka tinggal di rumah Pak Dio, Pagi ini Pak Dio sekeluarga berniat bersilaturahmi ke tempat Pak Rohman.

“Assalamu’alaikum Pak.” Ucap salam dari Pak Dio dan istrinya.

“Wa’alaikumussalam Pak, bu.” Jawab Bu Siti dan pak Rohman. “

“Silahkan duduk pak.” Tawar Bu Siti.

Mereka bertiga pun ngobrol asik sementara Bu Siti masuk ke dalam dapur.

“Ini Pak Minumannya sama ini tadi saya buat dodol sedikit, bisa bapak sama ibu cicipi, hehehe”

“Ya Allah bu, jadi ngrepotin.” Ujar Bu Ami.

“Hemm rasa dodolnya enak banget bu, manisnya pas, rasa khasnya juga masih begitu terasa, iyakan pa?” Puji Bu Ami.

“Iya bun, manisnya pas dan rasanya legit banget.” Sambung Pak Dio.

“Bagaimana kalau ibu buka usaha oleh-oleh, untuk modalnya saya bisa pinjami dulu.” Tutur Pak Dio.

“Wah emang gak ngrepotin lagi pak bu? Alhamdulillah, Makasi Pak Bu.” Balas Bu Siti girang.

“Tidak bu, kami senang bisa membantu.” Ucap Pak Dio.

            Kini setahun sudah usaha oleh-leh dibangun Pak Rohman dan istrinya. Kini mereka memiliki 2 toko oleh-oleh dan puluhan karyawan. Sementara untuk karyawannya sendiri, mereka mengangkat ibu-ibu di lingkungan tempat tinggal mereka dulu. Karena ternyata, setelah Pak Rohman dan sekeluarga di usir dari desa tersebut banyak warga yang terkonfirmasi Covid dan akhirnya berdampak pada perekonomian warga masyarakat. Hingga saat ini Pak Rohman dan Bu Siti masih merasa bersalah, oleh sebab itulah mereka menyediakan lapangan pekerjaan untuk ibu-ibu tersebut. Begitu pun dengan ibu-ibu tersebut, Mereka merasa sangat bersalah karena telah mengucilkan dan selalu menyalahkan Pak Rohman sekeluarga.

            Selain itu, dua bulan lalu, Pak Rohman memutuskan membangun usaha sewa becak khusus untuk warga yang terdampak Covid, yang hingga saat ini tidak memiliki pekerjaan. Ia tidak mengambil keuntungan dari usaha sewa becak ini, karena memang ia benar-benar ikhlas membantu dan mengingat ia dulu pernah merasakan hal yang serupa. Kini Pak Rohman selalu berusaha, berusaha menjadikan setiap kejadian sebagai pembelajaran di kehidupan nantinya. Karena Becak, Dodol dan Pandemi pun memiliki keindahan arti yang tidak semua orang mengerti.

————————————————————–

———————-TAMAT———————–

—————————————–

Exit mobile version