Site icon Bangga Indonesia

Bersungguh-sungguh Meraih Surga.

Sumber gambar google

Bersungguh-sungguh Meraih Surga
Mimin Nur Indah Sari
Komunitas Muslimah Suka Menulis
Abu Nawas, pujangga Arab yang terkenal dengan syairnya:“Wahai tuhanku, aku bukanlah ahli surga firdaus, tapi aku juga tak akan kuat menahan panasnya api neraka.” Bliau adalah penyair terbesar sastra arab klasik yang lahir pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid.
 
            Syair i’tiraf yang dipopulerkan oleh para muadzin, ternyata turut mewarnai safari dakwah para Ustadz kondang semisal Ustadz Abdul Somad, Ustadz Hanan Attaki, Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf, hingga Habib Rizieq bin Hussein Shihab. Gubahan syair ke dalam lagu berbahasa Indonesia, semakin menggugah hati bagi sesiapa yang tak paham bahasa Arab..
Negeri akhirat memanglah perkara ghoib, tapi jika diminta untuk memilih surga atau neraka, mau pilih mana? Tentunya surga dong. Namun ada juga artis kontroversial yang katanya rela masuk neraka. Bahagia, karena bakal bertemu dengan banyak teman artis lainnya seperti Michael Jackson dan Eny Whutehead. Barangkali bisa membuat acara di neraka, ucapnya (http://bit.ly/tribuntimurmks/ 20 November 2020).
Pernyataan artis kontroversial ini bukanlah untuk dihakimi, karena setiap orang berhak mendapatkan hidayah. Maka jadikanlah pelajaran dan perenungan. Apakah benar di neraka akan bahagia, hingga tak takut dengan dosa? Bukankah Rasulullah SAW pernah menyampaikan;
“Siksa paling ringan bagi penduduk neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang pada kedua telapak kakinya diletakkan dua bara api neraka lalu otak orang itu mendidih karenanya. Dia tidak melihat bahwa ada orang lain yang lebih berat siksanya daripada dirinya. Padahal siksanya paling ringan diantara mereka.” (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan Allah SWT juga menegaskan dalam berfirman;
“Sungguh, (neraka) Jahanam itu (sebagai) tempat mengintai (bagi penjaga yang mengawasi isi neraka), menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di sana dalam masa yang lama, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah” (TQS. An-Naba: 21-26).
            Begitu tragis, nasib para penghuni neraka sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Sejatinya, setiap muslim yang menyatakan la ilaha illallah, telah dijamin masuk surga. Namun, tak ada jaminan bahwa tiap muslim akan langsung masuk surga tanpa hisab. Sebab tergantung timbangan amalnya. Kecuali para syuhada yang dimasukan surga tanpa hisab.
Hidup di dunia hanya sementara. Pasti menyesal jika harus mencicipi neraka bukan. Karenanya harus bermujahadah mencari amalan terbaik yang pahalanya terus mengalir meski  nyawa telah tiada. Rahasianya telah Allah SWT sampaikan dalam firmannya;
“Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan” (TQS. Yasin: 12).
            Dikutip dari  Al-Qur’an dan Tafsirnya (Karya Kementerian Agama RI), bahwa tak hanya amal yang tertulis di dalam buku catatan amal, tapi juga segala amal yang ditinggalkan, yang diikuti dan masih dimanfaatkan oleh banyak orang setelah ia tiada. Senada dengan sabda Rasulullah SAW;
“Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang-orang yang mengikuti ajakannya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka.” (HR. Muslim).
Begitu mulianya aktivitas seseorang yang menyeru kepada kebaikan, hingga Allah melabelinya dengan sebutan umat terbaik. Allah SWT berfirman;
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran: 110).
Kita pastinya sepakat bahwa keislaman kita adalah bukti adanya jejak para pengemban dakwah, yakni seseorang yang menyampaikan dakwah Islam hingga kita merasakan betapa indahnya Islam yang kita bawa hingga hari ini.
Artinya, betapa besar pahala yang mengalir dari dakwah mereka. Yakni para ulama, para wali songo, serta peran para khalifah yang telah mengakomodir dakwah. Bahkan kesemuanya itu bermuara pada dakwah yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan para sahabat hingga Islam mampu menerangi kegelapan dengan cahaya Islam.
Begitu agung amal mereka. Mungkinkah kita mampu mengikuti jejak mereka? Tentu. Asal kita mau bersungguh-sungguh meraih amalan agung sebagaimana amalan para sahabat Rasulullah SAW.  Mereka menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan
Sejatinya kita juga diingatkan akan nikmat yang telah Allah SWT beri, jangan sampai membuat kita lalai, harusnya semakin membuat kita bersegera untuk bermujahadah yakni kesungguhan yang kuat dalam beramal. Baik di kala sehat maupun luang. Hingga tak ada sehat tanpa amal yang meningkat. Hingga tak ada luang tanpa berjuang.
Lalu masihkah ada dakwah yang lebih tinggi nilainya? Karena harus berpacu dengan waktu. Berlomba dengan raga. Yakni amalan dakwah yang lebih berat timbangannya, lebih cepat melesatnya. Mampu mengantarkan hingga ke surga.
Jika ada kemaksiyatan terbesar, harusnya ada dakwah yang nilainya paling besar. Dakwah yang demikianlah, harusnya kita perjuangkan dengan penuh kesungguhan.
 Tentu kita sepakat bahwa perzinahan, khamr, riba, penghinaan terhadap Rasulullah SAW, pembunuhan, murtad, dan meninggalkan sholat adalah sebuah kemaksiyatan besar. Namun, ternyata ada kemaksiyatan yang paling besar, yakni kemaksiyatan yang membuat umat Islam secara terpaksa maupun sukarela melakukannya. Sebagaimana riba hari ini. Bolehkah orang berhutang di Bank tanpa mengambil bunga? Tentu tidak boleh. Karenanya aturan yang dibuat oleh penguasa berdampak terhadap semua rakyatnya.
Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa dakwah yang berat timbangannya, paling besar nilainya adalah dakwah kepada penguasa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Pemimpin para syuhada adalah hamzah bin Abdul Muthalib dan seorang yang berdiri menghadap pemimpin yang zalim untuk melakukan amar makruf nahi mungkar kepadanya lalu penguasa itupun membunuhnya.” (HR. Al Hakim).
Sunggung beruntung para pengemban dakwah yang menyeru kepada penguasa yang menjadi pemimpin para syuhada. Begitu beratnya lisan pengemban dakwah yang menyeru kepada penguasa agar menerapkan seluruh pelaksanaan syariat Islam.
Maka nilai perjuangnya yang paling tinggi di sisi Allah, insyaallah adalah perjuangan menegakkan khilafah. Karena khilafah adalah mahkota kewajiban yang mewakili seluruh pelaksanaan syariat Islam.
Maka dari itulah mari kita bangkit bersungguh-sungguh berjuang bersama melaksanakan amar makruf nahi mungkar yang paling besar. Baik dakwah online maupun offline. Baik dakwah retorika maupun dakwah aksara yang kesemuanya adalah bagian dari mujahadahnya para penjaga cahaya Allah SWT.
Mimin Nur Indah Sari
Dari Sidoarjo
Exit mobile version