Bangga Indonesia, Solo – Ada dua penyataan yang menarik dari mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin dan Amien Rais. Din Syamsuddin mengatakan Muhammadiyah perlu darah segar, darah segar ini bisa dimaknai darah segar pengurusnya baru dan penyegaran program kerjanya. Sementara Amien Rais melarang memilih kader Muhammadiyah yang dekat dengan istana/kekuasaan, karena selama ini Muhammadiyah selalu menjadi pendukung pemerintah, banyak kader kader Muhammdiyah yang diberi jatah dengan menjadi Komisaris di BUMN dan jabatan-jabatan kekuasaan. Sehingga Muhammadiyah menjadi kurang berani kritis.
Dua penyataan kedua tokoh besar Muhammadiyah ini sebenarnya mengingatkan kepada Muhammadiyah untuk perlunya kaderisasi atau tampilnya wajah-wajah baru, kemudian menjadi lebih mandiri dan independent serta tetap menjaga jarak dengan oligarki demi kepentingan jangka pendek dan kepentingan pribadi-pribadi kader-kader Muda Muhammadiyah.
Selama 10 tahun terakhir ini regenerasi di Muhammadiyah berjalan cukup lambat, Muktamar Ke-48 ini pun masih didominasi dari wajah-wajah lama dengan dominasi poros Yogyakarta dan Jakarta atau poros priyayi dan poros progresif, bahkan yang menjadi 13 formatur hanya nantinya juga dari kalangan kalangan priyanyi, PNS yang sudah pensiunan, boleh dibilang sudah sebagian besar kakek-kakek dan di Aisyiah juga sudah sebagai besar nenek-nenek.
Memang di usia Muhammadiyah yang sudah 109 tahun, Ormas berlogo mahahari telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, siapapun Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang terpilih di Muktamar Ke-48 dan Tim Formatur 13 tampaknya tidak akan banyak perubahan, masih pengurus yang itu itu saja.
Memang demokrasi di Muhammadiyah harus diakui paling bagus dibanding Ormas yang lain.
Kalau melihat sejarah setiap orde setidaknya ada empat orde di Muhammadiyah: orde lama, orde baru, orde reformasi dan orde restorasi. Pada masa orla, Muhammadiyah aktif dalam perjuangan kemerdekaan, pada masa orba aktif mengisi kemerdekaan dan pada orba ini Muhammadiyah mengalami dinamika sosial yang luar biasa, serta di era reformasi Muhammadiyah terus berkembang di bidang sosial dan sekarang di era restorasi Muhammadiyah main lebih aman. Sekarang saat akan memasuki tahun 2023, Muhammadiyah belum menunjukkan sebagai gerakan tadjid yang sesungguhnya di semua sektor.
Muhammadiyah masih menonjol di sektor sosial keagamaan untuk sektor ekonomi dan politik serta kebudayaan Muhammadiyah masih stagnasi.
Kader Yang Keder:
Kultural Belum Dapat Tempat
Bottleneck kader-kader Muhammadiyah yang cerdas dan produktif banyak yang menempuh karir di luar Muhammadiyah, sebenarnya banyak kader Muhammadiyah yang hebat-hebat namum di Muhammadiyah belum mendapat tempat. Kader struktur sudah bisa dipastikan akan berebut menjadi pengurus sementara kader kultural belum mendapat tempat yang berarti di Muhammadiyah. Ironisnya Muhammadiyah kadang lebih memilih orang luar yang sudah punya nama ketimbang kader struktural yang masih berproses.
Berebut AUM
Bila melihat struktur pengurus Pimpinan Pusat yang sekarang dan pengurusnya yang terpilih Muktamar 48 akan didominasi oleh para dosen-dosen. Karena hampir sebagian besar isinya Pimpinan Pusat para pengajar dan sedikit sekali yang pengusaha. Akibatnya banyak pengurus PP yang berlomba untuk berebut di Amal Usaha Muhammadiyah. Banyak yang jadi rektor di PTM. Selama usia 109 tahun, yang menjadi kebanggaan Muhammadiyah baru menonjol yaitu sektor sosial terutama pendidikan dan kesehatan, untuk sektor ekonomi dan politik kebangsaan, Muhammadiyah masih belum menonjol.
Bidang ekonomi pada sector perumahan, perbankan, e-commerce, finansial teknologi, transportasi, energi, IT pangan dan ritel, Muhammadiyah masih belum menunjukkan kemampuannya. Sebenarnya Muhammadiyah perlu mengepakkan sayapnya di bidang ekonomi pasca Muktamar Ke-48. Muhammadiyah harus serius di sektor budaya, terutama pembangunan karakter umat, budaya umat, teknologi, fashion dan food, Muhammadiyah masih belum tampak mendominasi.
Enam PR Besar Muhammadiyah Pasca Muktamar
Setidaknya ada enam (6) pekerjaan rumah besar Muhammadiyah terkait dengan kondisi regional, nasional dan internasional. Tantangan dakwah amal makruf nahi mungkar akan berubah menjadi tidak konvensional, hanya pada dakwah-dakwah rutinitas tetapi sudah harus menjawab isu-isu yang sudah di depan kita.
Pertama, Pop Culture War. Budaya pop yang didominasi Generasi-Z dan Kaum Milenial di kalangan muda tampaknya perlu langkah-kangkah konkrit dari Muhammadiyah. Perang culture akibat global connection tidak bisa dipungkiri. Generasi Millenial dan generasi Z beda dengan generasi kolonial yang ada di Muhammadiyah, dan PR pertama ini sangat penting untuk menjadi program besar Muhammadiyah menjawab tantangan ke depan yang cepat berubah.
Kedua, Digital War. Perang proxy dan perang cyber baik secara nasional dan internasional sudah berlangsung lama. Era digital telah mengubah banyak sendi-sendi kehidupan, pola Pendidikan dan pola ekonomi serta perilaku masyarakat akibat dunai digital ini telah mengubah banyak tradisi dan pola hidup. Tantangan media sosial dan informasi teknologi harus menjadi isu yang utama dalam program Muhammadiyah.
Ketiga, Currency War. Masalah keuangan, perbankan, mata uang dunia sekarang ini perkembangan sangat cepat. Bank-bank asing sudah menguasai ekonomi nasional. Belum lagi pada sub sector jasa keuangan dan e-commerce, Muhammadiyah belum tampak berbuat nyata. Maka pada sektor currency ini Muhammadiyah harus punya formula untuk bisa segera memberdayaan potensi SDM dan aset-aset yang sangat besar di Muhammadiyah.
Keempat, Biological War. Setidak-tidak bisa dipungkiri perang biologi sudah mulai memporak-porandakan kita sejak lama. Salah satu contoh yang masih kita alami adalah covid-19 sebagai bentuk perang bioligis. Belum lagi makanan dan obat yang tidak layak, isu GGL (Gula Garam Lemak), isu obat sirop yang sampai mematikan 200an orang, isu makanan, minuman dan obat ini tampaknya Muhammadiyah harus banyak bicara di kancah nasional dan internasional mengingat potensi Muhammadiyah cukup besar.
Kelima, Food Water dan Energi War. Di bidang energi, air dan makanan, Muhammadiyah juga belum menunjukkan peran yang strategis, masalah air bersih dan energi terbarukan, makanan halal dan sehat belum menjadi prioritas utama Muhammadiyah. Isu-isu mikro plastik, kelangkaan, air bersih, pencemaran makanan dan minuman dan kelangkaan energi yang sudah di depan mata, harga BBM, harga gas, emisi, harga listrik belum menjadi isu di Muhamadiyah.
Keenam, Disaster War. Isu lingkungan hidup, bencana alam dan lingkungan yang menjadi perhatian dunia, Muhammadiyah harus sudah mulai kelihatan, tapi sampai saat ini belum menjadi perhatian yang serius. Karena isu tentang lingkungan dan bencana alam akhir-akhir ini semakin menjadi kompleks. Bagaimana Muhammadiyah yang ini perlu merumuskan masalah lingkungan dan bencana ini.
Inilah enam yang pekerjaan rumah bagi Muhammadiyah, pekerjaan rumah yang besar dan perlu menjadi program kerja Muhammadiyah pasca muktamar. Kalau soal berebut Ketua Umum tidak masalah. Namun dalam program kerja Muhammadiyah harus extraordinary dengan enam masalah diatas. Selamat berMuktamar Ke-48 semoga Muhammadiyah ada pergerakan yang progresif dan mencerahkan, sehingga sang surya makin bersinar. (3M)