Site icon Bangga Indonesia

Cinta Dunia Menyebabkan Lupa Akherat

Cinta Dunia  Menyebabkan Lupa Akherat

Sobat. Di riwayatkan bahwa Imam Asy-Syafií, ke mana-mana menghela tongkat ketika berjalan kaki meski usianya masih muda dan amat sehat secara jasmani. Maka  beliau ditanya, “ Mengapa engkau bertongkat padahal umurmu belum  tua dan tubuhmu bugar adanya?” Kemudian beliau tersenyum. “ Untuk mengingatkan diri,” Ujarnya, “ bahwa aku hanya musafir  yang mampu tidak punya apa-apa. Tidak tinggal selamanya. Dalam pepatah jawa “ Milik Nggendhong lali” merasa memiliki  sering membawa kelalaian.

Sobat. Saydina Ali Karomallahu wajhah pernah berpesan, “ Hal yang paling aku takutkan di antara yang paling aku khawatirkan atas kalian  adalah panjang angan-angan  dan memperturutkan hawa nafsu. Panjang angan itu melalaikan akherat, sedang menuruti hawa nafsu akan memalingkan dari kebenaran.

Allah SWT berfirman :

أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ

“ Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” ( QS. At-Takaatsur (102) : 1 )

Sobat. Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa manusia sibuk bermegah-megahan dengan harta, teman, dan pengikut yang banyak, sehingga melalaikannya dari kegiatan beramal. Mereka asyik dengan berbicara saja, teperdaya oleh keturunan mereka dan teman sejawat tanpa memikirkan amal perbuatan yang bermanfaat untuk diri dan keluarga mereka.

Diriwayatkan dari Mutharrif dari ayahnya, ia berkata:

Saya menemui Nabi saw ketika beliau sedang membaca al-hakumut-takatsur, beliau bersabda, “Anak Adam berkata, ‘Inilah harta saya, inilah harta saya. Nabi bersabda, “Wahai anak Adam! Engkau tidak memiliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan dan telah engkau habiskan, atau pakaian yang engkau pakai hingga lapuk, atau yang telah kamu sedekahkan hingga menjadi miliknya seutuhnya. Adapun yang selain ketiganya, akan lenyap dan dia tinggalkan untuk orang selainnya” (Riwayat Muslim)

Diriwayatkan pula bahwa Nabi saw bersabda:

Seandainya anak Adam memiliki satu lembah harta, sungguh ia ingin memiliki dua lembah harta, dan seandainya ia memiliki dua lembah harta, sungguh ia ingin memiliki tiga lembah harta dan tidak memenuhi perut manusia (tidak merasa puas) kecuali perutnya diisi dengan tanah dan Allah akan menerima tobat (memberi ampunan) kepada orang yang bertobat. (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidhi dari Anas)

Ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah bangga dalam berlebih-lebihan. Seseorang berusaha memiliki lebih banyak dari yang lain baik harta ataupun kedudukan dengan tujuan semata-mata untuk mencapai ketinggian dan kebanggaan, bukan untuk digunakan pada jalan kebaikan atau untuk membantu menegakkan keadilan dan maksud baik lainnya.

 ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ

Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu. (al-hadid/57: 20)

Sobat. Pada ayat ini Allah swt menjelaskan kepada manusia bahwa kehidupan dan kesenangan dunia hanyalah seperti mainan dan sesuatu yang lucu, menjadi bahan kelakar antara mereka, serta perhiasan untuk melengkapi dandanan mereka. Mereka berbanggabangga dengan harta dan keturunan yang dianugerahkan kepada mereka.

Dunia yang sifatnya sementara, hanya berlangsung beberapa saat lalu hilang lenyap dan berakhirlah wujudnya. Keadaan ini tidak beda dengan bumi yang kena hujan lebat lalu menumbuhkan tanamantanaman yang mengagumkan para petani, menyebabkan mereka riang bermuka cerah dan merasa gembira. Kemudian berubah menjadi kering dan layu, hancur berguguran diterbangkan angin.

Selanjutnya Allah swt menjelaskan bahwa di akhirat nanti ada azab pedih yang terus-menerus disediakan bagi orang-orang yang sangat mencintai dunia, meninggalkan amal-amal saleh, dan melibatkan dirinya ke dalam kemusyrikan dan penyembahan berhala.

Di samping itu ada ampunan dari Allah dan keridaan-Nya yang dianugerahkan kepada orang-orang yang mensucikan dirinya dari dosa dan maksiat, merendahkan diri kepada Allah dan kembali kepada-Nya, taat dan patuh pada segenap perintah dan laranganNya.

Ayat 20 Al-Hadid ini, ditutup dengan satu ketegasan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang akan lenyap dan hilang serta menipu. Orang-orang yang condong kepada dunia akan tertipu dan teperdaya. Mereka menyangka bahwa kehidupan hanyalah di dunia ini, dan tidak ada lagi kehidupan sesudahnya.

حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ

“ Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” ( QS. At-Takaatsur (102) : 2 )

Sobat. Selanjutnya Allah menjelaskan keadaan bermegah-megah di antara manusia atau dengan usaha untuk memiliki lebih banyak dari orang lain akan terus berlanjut hingga mereka masuk lubang kubur. Dengan demikian, mereka telah menyia-nyiakan umur untuk hal yang tidak berfaedah, baik dalam hidup di dunia maupun untuk kehidupan akhirat.

Para ulama berpendapat bahwa menziarahi kuburan adalah obat penawar yang paling ampuh untuk melunakkan hati, karena dengan ziarah kubur itu manusia akan ingat mati dan hari akhirat, maka dengan sendirinya akan membatasi keinginan-keinginan yang bukan-bukan.

Nabi Muhammad bersabda:

Saya pernah melarang kamu menziarahi kubur, maka sekarang ziarahilah kubur itu, karena menziarahi kubur itu akan menjadikan zuhud dari kemewahan dunia dan mengingatkan kamu kepada kehidupan akhirat. (Riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud).

كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ

Sobat. Kemudian Allah dengan ayat ini memperingatkan bahwa bermegah-megahan itu tidak pantas dikerjakan karena akibatnya buruk serta menimbulkan kekacauan dan permusuhan. Sebaliknya Allah menganjurkan agar diciptakan kerukunan hidup, bantu-membantu dalam menegakkan kebenaran dan tolong-menolong dalam kebajikan dan dalam melestarikan hidup bermasyarakat, dengan membina akhlak yang luhur serta budi pekerti yang baik.

Allah mengulang ancaman-Nya melalui ayat ini dan merupakan ancaman sesudah ancaman, bagaikan seorang tuan berkata kepada hamba sahayanya bahwa agar tidak mengerjakan sesuatu, kemudian tuan itu mengulangi ucapannya itu.

كَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُونَ عِلۡمَ ٱلۡيَقِينِ لَتَرَوُنَّ ٱلۡجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيۡنَ ٱلۡيَقِينِ

“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. ( QS. At-Takaatsur (102) : 5-7 )

Sobat. Ayat ini merupakan peringatan Allah dalam bentuk perintah agar waspada terhadap tingkah laku yang buruk itu. Keinginan untuk berlebih-lebihan dapat menyibukkan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak bermanfaat. Pendirian yang dianggapnya benar itu sebenarnya adalah salah. Itu hanya sangkaan belaka yang pasti berubah, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Yang harus menjadi pendirian adalah yang sesuai dengan kenyataan yang dapat disaksikan oleh mata, oleh perasaan atau berdasarkan dalil sahih.

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan sebagian azab yang akan dialami oleh orang yang bermegah-megahan itu karena kelalaian tersebut. Mereka akan ditimpa azab di akhirat, dan pasti akan melihat tempat itu dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh sebab itu, mereka hendaknya selalu merenungkan kedahsyatan azab itu dalam pikiran agar membawa mereka kepada perbuatan yang baik dan bermanfaat. Maksud perkataan “melihat neraka Jahim” adalah merasakan azabnya, sesuai dengan tujuan Al-Qur’an dalam pemakaian kata-kata tersebut.

Sobat. Kemudian dengan ayat ini, Allah menguatkan isi ayat sebelumnya, bahwa azab itu benar-benar akan dirasakan oleh orang yang teperdaya itu. Oleh karena itu, siapa saja dan dari golongan apa saja hendaklah bertakwa kepada Tuhannya serta menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka disiksa. Hendaknya seseorang itu memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang ada padanya untuk dipelihara dan dipergunakan sesuai dengan fungsi nikmat tersebut. Juga hendaknya mereka tidak melakukan kejahatan, mengada-adakan kemungkaran, dan mengharap-harapkan ampunan Allah hanya semata-mata dengan pengakuan beragama Islam dengan memakai nama dan gelar yang muluk-muluk, sedangkan ia menyalahi hukum-hukum Al-Qur’an dan melakukan tindakan yang sama dengan musuh Islam.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” ( QS. At-Takaatsur (102) : 8 )

Sobat. Allah lebih memperkuat lagi celaan-Nya terhadap mereka dengan mengatakan bahwa sesungguhnya mereka akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan-kenikmatan yang mereka megah-megahkan di dunia, apa yang mereka perbuat dengan nikmat-nikmat itu. Apakah mereka telah menunaikan hak Allah daripadanya, atau apakah mereka menjaga batas-batas hukum Allah yang telah ditentukan dalam bersenang-senang dengan nikmat tersebut. Jika mereka tidak melakukannya, ketahuilah bahwa nikmat-nikmat itu adalah puncak kecelakaan di hari akhirat.

Diriwayatkan dari Nabi Muhammad, beliau berkata:

Barangsiapa di antara kamu yang bangun pagi dalam keadaan aman sentosa pada dirinya atau aman di tempatnya, sehat wal afiat badannya serta mempunyai bekal hidup untuk harinya, maka seolah-olah dunia dengan segala kekayaannya telah diserahkan kepadanya. (Riwayat al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidhi, dan Ibnu Majah dari ‘Ubaidillah bin Muhsan).

( DR Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

Exit mobile version