CURE, Sembuh dengan Keimanan
Oleh Khamsiyatil Fajriyah*
Sebuah kajian menarik tentang ‘CURE’ atau pengobatan oleh seorang doktor genetik dan mikrobiologi, Jo Marchant, dalam buku karyanya berjudul ‘CURE’. Menguak sisi lain dari pengobatan di era materialistik, era dimana sakit menjadi objek industri. Pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan harga, obat sebagai satu-satunya solusi sakit, dan kesehatan yang diasuransikan.
Di awal kajiannya, Jo Marchant menunjukkan bahwa sakit dan solusi untuk sembuh sangat tergantung dengan pemikiran manusia. Efek placebo dan efek nocebo adalah bukti bahwa pemikiran manusia sangat mempengaruhi kesehatan fisiknya. Placebo adalah pemikiran positif tentang sesuatu, nacebo sebaliknya. Seseorang yang berpikir bahwa dia meminum obat yang akan menyembuhkannya, maka obat apapun itu benar-benar akan berefek baik bagi dirinya. Sebaliknya, efek nocebo akan menjadikan seseorang berpikir negatif tentang apapun yang akan menimpa dirinya. Hasilnya, bahkan anginpun akan menjadi bahaya bagi badannya.
Kajian tentang kelelahan yang menimpa manusia yang menjadikannya ‘berhenti’ atau menyerah juga membuka pikiran kita. Karena ternyata, dari penelitian yang dilakukan oleh Tim Noakes, seorang ilmuwan dari Afrika Selatan untuk mengungkap penyebab kelelahan. Penyebab manusia cepat kelelahan dan menyerah bukan karena kadar oksigen dalam darah, tetapi karena adanya ‘central governor’ dalam otak yang menginstruksikan tubuh untuk kelelahan. Dan dari penelitian itu, ketika manusia mengatakan tidak mampu karena kelelahan, sebenarnya dia hanya menggunakan separuh dari potensinya. Separuhnya masih dibiarkan begitu saja. Kesimpulannya, kelelahan itu karena faktor pikiran, tidak mau melakukan sesuatu bukan karena tidak mampu.
Begitupun dengan rasa nyeri. Di Amerika, 80% obat anti nyeri di dunia, dikonsumsi oleh 5% penduduk Amerika. Hasilnya? Bukan kesembuhan di ujungnya. Tetapi gangguan kesehatan, kecanduan, bahkan yang paling tragis kematian. Solusi mengatur rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian darinya, telah berhasil dilakukan oleh Pain Lab. Terbukti, pasien dengan virtual googles berhasil mengalihkan rasa nyerinya dengan apa yang dilihatnya. Tetapi karena menggantikan obat anti nyeri dengan metode lain akan merugikan industri obat, maka penelitian tentang alternatif lain menghilangkan nyeri, tidak pernah mendapat dukungan.
Di pembahasan terakhir, dengan sub judul Looking for God, sebagai seorang muslim kita layak benar-benar bersyukur diberi nikmat iman oleh Allah SWT. Islam benar-benar menjadi solusi bagi kehidupan. Joe Marchant menyimpulkan, orang yang relijius memiliki badan yang sehat, memiliki imunitas yang tinggi. Dalam kondisi sakit, diapun lebih cepat merecovery kondisi kesehatan tubuhnya.
Sejak awal Islam menanamkan bagi pemeluknya bahwa tawakal menjadi modal awal manusia menempuh hidupnya. Berserah diri kepada Allah sebagai Zat Yang Maha Segalanya. Kehidupan ditempuh dengan penuh keyakinan bahwa baik dan buruk yang menimpanya, semua dari Allah. Tentu saja tidak dengan meninggalkan wilayah ikhtiar.
Nikmat sehat yang diberikan oleh Allah akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk beramal Sholih, taat kepada Allah. Tak ada alasan untuk merasa tidak mampu atas taklif hukum yang dibebankan kepadanya, karena Allah memberi kewajiban dengan ke MahatahuanNya akan hambaNya.
Bilapun ada cobaan sakit, seorang muslim memahami bahwa ujian dari Allah sebagai ladang pahala baginya. Berikhtiar sembuh sebagai bentuk tawakal adalah dalam rangka menjalani hukum Allah. Selain itu semua, Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan masyarakat, tak ada komersialisasi dalam pelayanannya. Poin ini juga berandil besar dalam ketenangan hidup seorang muslim. Sayangnya, pelayanan seperti ini hanya bisa diwujudkan ketika Islam diterapkan secara kaffah. Bukan hanya kesehatan yang terjaga, tetapi Rahmat bagi seluruh alam terwujud di sana.
*Penulis Penggerak Literasi Sidoarjo