DILEMA KEJUJURAN COVID-19
Oleh: Deswati, M.Pd
Anda pernah tidak jujur? tidak apa-apa itu dilakukan, tapi untuk saat ini, jujurlah. Setiap kejujuran ada konsekuensi yang harus kita terima. Kejujuran itu menyangkut karakter seseorang. Jika kejujuran sudah menjadi darah daging dalam kehidupan, maka apapun situasi yang dihadapi, akan selalu jujur dalam bersikap.
Kejujuran saat ini sangat berharga. “Menanti kejujuran” kita masih ingat lantunan sebuah lagu dari artis Indonesia. Karakter kejujuran sangat diharapkan, ditunggu pada saat ini. Sangat penting untuk melacak perjalanan seseorang, berinteraksi dengan siapa. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur akan menentukan keadaan
Di tengah pandemi COVID-19, tenaga medis membutuhkan bantuan dari Pasien yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Kejujuran saat wawancara, jika pasien tidak ada gejala-gejala terinfeksi. Kejujuran dari seorang pasien adalah salah satu cara menyelamatkan tenaga medis dari COVID-19. Kita sangat miris sekali, karena adanya keluarga yang membawa keluarga ke rumah sakit, dan tidak jujur mengatakan ketika ditanya riwayat perjalanan dan apakah pernah ada kontak dengan orang yang terinfeksi COVID-19.
Akibat tidak jujurnya pasien dan keluarga dalam menjawab wawancara tenaga medis, maka berdampak buruk pada tenaga medis itu. Jika itu terjadi, maka tidak hanya satu tenaga medis yang akan terinfeksi, tapi berdampak dan berentetan pada tenaga medis, dan kemungkinan satu rumah sakit akan terinfeksi. hal ini sangat disayangkan.
Kejujuran seseorang dalam masa pandemi COVID-19. Memang menjadi dilema. Mengapa demikian ? karena banyak orang yang tidak memahami, dan juga mengangap aib jika terinfeksi COVID-19. Padahal tidak demikian. Pemahaman yang salah membuat para penderita covid-19 takut untuk jujur, tentang riwayat perjalan dan kontak dengan orang-orang yang terinfeksi. Menurut pemahaman mereka yang terinfeksi COVID-19 akan di jauhi oleh orang lain. Karena dianggap akan menularkan kepada orang lain.
Perlu kita ketahui bahwa penularan COVID-19, melalui (droplet) dari seseorang kepada orang lain yang terjadi saat bersin atau ketika batuk. Oleh karena itu kita disuruh untuk memakai masker jika berada di luar rumah, dan menjaga jarak, agar kita tidak terkena droplet. Social distancing dengan jarak 1 meter.
Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi seperti berjabat tangan, dan menyentuh permukaan benda-benda yang permukaan ada COVID-19 di atas benda itu. Tetapi perlu kita ketahui, bahwa kita tidak langsung terinfeksi jika di tangan kita ada virus. Itulah pentingnya kita harus mencuci tangan agar virus yang ada di tangan tidak berpindah ke bagian wajah saat kita memegang dan masuk kedalam saluran pernapasan.
Berapa banyak tenaga medis yang terinfeksi, karena tidak jujurnya pasien. Jika jujur itu kita pegang teguh, maka rantai penyebaran COVID-19, akan mudah di putus, tapi kalau jujur menjadi momok dalam diri kita maka COVID-19 akan melanda negeri ini, dengan banyaknya tenaga medis menjadi korban.
Oleh karena itu, kita semua haruslah jujur mengatakan, apa yang kita lakukan dan kita alami agar kita terhindar dari kemalangan yang berkepanjangan. Pikirkan keselamatan tenaga medis sebagai garda terdepan untuk mengatasi pandemik COVID-19.
Cobalah kita merenung. Jika ada saudara kita yang bekerja sebagai tenaga medis, dan terinfeksi dari seseorang tanpa gejala infeksi. Apakah kita tidak merasa sedih? Jadi, mari kita jujur agar tidak memberikan resiko kepada orang lain. Berdoalah kepada pencipta, agar yang terinfeksi hanya kita saja. Orang lain jangan ikut terinfeksi.
Jika setiap kita punya pikiran, dan kasih sayang, maka tidak akan terjadi lagi penularan dari pasien ke tenaga medis karena tidak jujurnya kita. Sungguh miris kita mendengarnya. Semoga dilema kejujuran berakhir.