Site icon Bangga Indonesia

Dorong Peran Perempuan Dalam UMKM Melalui Digitalisasi

Ilustrasi: Tiga orang perempuan paruh baya yang dibina UNDP bersama Baznas, sedang mengupas biji jambu mete sebelum diolah menjadi produk bernilai ekonomi, di Desa Sambik Elen, Kabupaten Lombok Utara, NTB. ANTARA

Bangga Indonesia, Jakarta – Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengingatkan pentingnya untuk mendorong peran perempuan dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terutama dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi melalui digitalisasi.

“Peningkatan peran perempuan dalam UMKM, salah satunya dengan digitalisasi,” kata Felippa Ann Amanta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan perempuan sebenarnya terwakili dalam jumlah besar di UMKM dan sektor informal, karena 50 persen lebih UMKM di Indonesia dimiliki oleh perempuan.

Namun di masa pandemi seperti sekarang ini, lanjutnya, keterwakilan dalam jumlah besar seperti ini juga menjadikan mereka lebih rentan terkena dampak pandemi.

“Pandemi memberikan dampak lebih besar kepada perempuan daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya waktu yang dihabiskan di rumah dan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial,” katanya.

Untuk itu, ujar dia, perempuan pengusaha mikro seharusnya diberikan dukungan tambahan dan spesifik dalam menjaga keberlangsungan bisnisnya, di mana salah satu cara efektifnya adalah melalui digitalisasi atau penggunaan internet dalam transaksi jual beli.

Menurut survei BPS pada tahun 2020, empat dari lima pengusaha yang memasarkan produknya secara daring mengalami peningkatan penjualan. Fakta ini diperkuat oleh laporan Google, Temasek, dan Bain & Company (2020) yang menyatakan peningkatan konsumen digital sebanyak 37 persen akibat pandemi.

“Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat meningkatkan efektivitas digitalisasi pengusaha mikro perempuan. Pertama, dengan membuat basis data tunggal UMKM dan memasukkan data berbasis gender. UU Cipta Kerja telah memandatkan pembuatan basis data tersebut pada pasal 88,” paparnya.

Ia mengungkapkan pengaturan rincinya telah tertuang dalam rancangan peraturan pemerintah (PP) yang saat ini sedang didiskusikan, namun dalam rancangan PP tersebut belum ada mandat pemilahan data berbasis gender.

Padahal, lanjutnya, data berbasis gender dapat membantu program digitalisasi menjadi lebih tepat sasaran.

Kedua, masih menurut Felippa, adalah perlunya peningkatan dan penguatan program digitalisasi, terutama bagi pengusaha mikro perempuan yang belum sama sekali menggunakan platform e-commerce. Pemetaan berguna untuk menghindari tumpang tindih pelatihan dengan target pengusaha yang sama.(ant)

Exit mobile version