Site icon Bangga Indonesia

Emas Anjlok Lagi Tertekan Imbal Hasil dan “Greenback”

Ilustrasi emas yang diperdagangkan di pasaran terpengaruh kasus corona yang sudah mewabah ke puluhan negara di dunia. ANTARA Foto

Bangga Indonesia, Chicago – Emas merosot lagi lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), terperosok ke level terendah sejak April 2020 dan memperpanjang penurunan untuk hari keempat beruntun, tertekan dolar dan imbal hasil obligasi Pemerintah AS yang terus meningkat, mendorong investor membuang logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di Divisi COMEX New York Exchange, anjlok lagi 20,5 dolar AS atau 1,21 persen menjadi ditutup pada 1.678,00 dolar AS per ounce. Akhir pekan lalu, Jumat (5/3/2021), emas berjangka turun 2,2 dolar AS atau 0,13 persen menjadi 1.698,50 dolar AS per ounce.

Emas berjangka merosot 15,10 dolar AS atau 0,88 persen menjadi 1.700,70 dolar AS pada Kamis (4/3/2021), setelah terpangkas 17,8 dolar AS atau 1,03 persen menjadi 1.715,80 dolar AS pada Rabu (3/3/2021), dan terangkat 10,6 dolar AS atau 0,62 persen menjadi 1.733,60 dolar AS pada Selasa (2/3/2021).

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak ke tertinggi tiga bulan, sementara imbal hasil obligasi Pemerintah AS 10-tahun bertahan di dekat level tertinggi lebih dari satu tahun, meningkatkan peluang kerugian memegang logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil.

“Kami memiliki ekonomi yang sedang pulih dan inflasi sedang terwujud; yang pada akhirnya berarti imbal hasil memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi,” kata Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, menambahkan bahwa emas bisa jatuh ke bawah 1.660 dolar AS.

Melek juga mencatat bahwa lonjakan tak terduga dalam data penggajian (payrolls) non pertanian AS dan pasar saham yang kuat lebih merupakan cerminan dari ekonomi yang membaik dan bukan inflasi yang “sangat tinggi”.

Emas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Persetujuan Kongres AS atas rencana bantuan COVID-19 senilai 1,9 triliun dolar AS dari Presiden Joe Biden gagal membuat logam tetap bertahan.

Para analis juga mengatakan kegagalan Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell untuk mengatasi lonjakan imbal hasil AS pekan lalu semakin menekan emas.

Meskipun pasar belum mendapat banyak tekanan balik dari Fed pada imbal hasil, sedikit keraguan bahwa Fed tidak akan bertindak pada akhirnya dan dengan kenaikan suku bunga tidak mungkin tahun ini, itu akan mendukung emas, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Tetapi dalam waktu dekat emas bisa diperdagangkan antara 1.650 dolar hingga 1.700 dolar AS, dengan pergerakan di bawah 1.650 dolar AS kemungkinan akan mengundang beberapa tekanan jual, katanya pula.

Reflektif sentimen, kepemilikan SPDR Gold Trust, exchange-traded fund/ETF (reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek) yang didukung emas terbesar di dunia, jatuh ke level terendah 10-bulan pada Jumat (5/3/2021).

Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Mei turun 1,8 sen atau 0,07 persen menjadi ditutup pada 25,269 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman April terangkat 24 dolar AS atau 2,13 persen menjadi menetap di 1.152,3 dolar AS per ounce. (ant)

Exit mobile version