Bangga Indonesia, Jakarta – Konsorsium Kesehatan Nasional (SKN) menyodorkan kerangka kebijakan bagi pemerintah dalam rangka membangun sistem pertahanan kesehatan berbasis peran serta masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19.
“Melalui rangkaian diskusi yang dilakukan pada April-Oktober 2020, kerangka besar yang ingin dibangun dari penguatan SKN ini adalah menjadikan upaya penguatan masyarakat sebagai inti kebijakan,” kata Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sri Sunarti Purwaningsih dalam webinar SKN yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Narti berharap masyarakat dapat diberdayakan dalam menjalankan upaya promotif dan preventif, sehingga beban tenaga kesehatan dalam melakukan deteksi dini serta pelayanan kesehatan yang menjadi benteng terakhir dalam penanganan kasus dan perawatan pasien dapat diminimalisasi.
Upaya penguatan tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang berdaya, yaitu tahu, mau, waspada, mampu, dan terlibat dalam upaya pemulihan situasi.
Narti mengatakan SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat.
“Memberdayakan masyarakat, tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai sasaran kegiatan, tetapi juga melibatkan secara aktif dalam setiap tahapan berdaya,” katanya.
Perilaku masyarakat yang berdaya tidak hanya terkait perilaku kesehatan, tetapi juga mencakup perilaku nonkesehatan, seperti saling mengingatkan, tidak melakukan stigma, melakukan gotong royong hingga memberikan bantuan.
Upaya memberdayakan masyarakat perlu dilakukan bersinergi dengan sektor nonkesehatan ‘pentahelix’ atau pelibatan lintas sektor seperti kalangan akademisi, pengusaha, komunitas, pemerintah, dan media massa.
“Upaya pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilakukan pada saat terjadinya pandemi seperti saat ini. Yang lebih penting adalah bagaimana memastikan bahwa praktik-praktik pemberdayaan masyarakat tersebut juga tetap langgeng pascabencana,” katanya.
Pada sektor Sumber Daya Manusia (SDM), kata Narti, diperlukan jaminan SDM kesehatan yang mumpuni dan bekerja bersama masyarakat.
“Pelaksanaan upaya kesehatan memerlukan SDM kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis, dan kualitas, serta distribusi yang adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan,” katanya.
Mobilisasi SDM kesehatan dapat diperoleh dari lembaga atau perguruan tinggi. Kader kader yang ada di masyarakat dapat dibekali kemampuan untuk membantu tenaga kesehatan, misalnya dalam melakukan surveillans.
Narti juga mengkritisi inkonsistensi peraturan pemerintah pusat dan daerah yang kerap berubah-ubah, serta kurangnya peran pejabat publik sebagai role model implementasi regulasi merupakan permasalahan yang muncul dengan adanya pandemi.
“Dalam rangka penanggulangan pandemi, beberapa pemangku kebijakan pemberdayaan masyarakat tidak bersinergi, sehingga hasilnya tidak optimal,” katanya.
Salah satunya adalah peran Puskesmas dalam upaya promotif dan preventif, sehingga Puskesmas mempunyai peranan penting dan garda terdepan dalam pemberdayaan masyarakat terkait dengan penanggulangan bencana kesehatan.
Upaya peningkatan kapasitas perlu diimbangi dengan upaya menjamin kecukupan sarana dan prasarana, alat kesehatan dan obat-obatan.
Konsorsium SKN 2020 merupakan forum kegiatan ilmiah kolaboratif dalam rangka memberikan penguatan pada SKN dalam konteks bencana pandemi.
Bekerja sama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI), Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Kedeputian IPSK LIPI) menginisiasi rangkaian diskusi dan saling berbagi informasi kegiatan/riset yang dilakukan pada April-Oktober 2020 dengan melibatkan individu maupun institusi yang tergabung dalam Konsorsium SKN.
Dalam webinar ini juga dihadirkan Direktur sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Udrekh dan Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Pungkas Bahjuri Ali.(ant)