Site icon Bangga Indonesia

Memposisikan Ruh kepada Fitrah Ilahiyyah

Ilustrasi

SAUDARAKU. Sejak akhir Maret 2020, hidup kita berada dalam suasana masa pandemi COVID-19. Ruang gerak dan langkah kita serba dibatasi. Tujuannya, untuk menekan tingkat penyebaran virus corona agar tidak semakin meluas.

Walhasil, keadaan demikian berpengaruh kepada sendi-sendi perekonomian masyarakat dan bangsa. Daya beli masyarakat semakin menurun terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak pokok. Bahkan ada yang untuk kebutuhan pokok saja sudah seret.

Saudaraku. Menghadapi situasi demikian, tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka yang beriman kepada Allah kecuali menjalani takdir-Nya ini dengan penuh sabar dan tawakal kepada Allah SWT.

الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ

Saudaraku. Perilaku sabar itu memang berat, jika tidak dilatih. Sebuah proses yang semestinya dilakukan sejak masa kanak-kanak dengan bimbingan orang tua dan guru ngaji, berdasarkan tuntunan agama.

Jika tidak terlatih semasa kecil, maka sekarang ini-lah saat nya untuk berlatih sabar, yakni mengendalikan dan menguasai nafsu yang berkecamuk. Boleh jadi, PANDEMI COVID-19 yang menahun ini adalah cara Allah untuk menggembleng tingkat kesabaran orang mukmin.

Kecenderungan nafsu manusia, tidak ingin melarat, pasti. Tidak ingin berkurangnya harta, lumrahnya begitu. Juga, tidak mau kalah dalam persaingan.

Demikian sebaliknya, kecondongan nafsu ingin kaya, ingin terhormat, ingin punya status sosial tinggi, dan ingin menang bahkan ingin menguasai sendirian.

Karena itu, di saat masa-masa normal, ia habiskan waktunya untuk menuruti keinginan nafsu. Dari bangun tidur sampai tidur kembali, ia kerahkan pikirannya untuk usaha mencari duit dan duit.

Tanpa peduli dengan kehalalan duit yang dicari. Karena yang penting memperoleh uang sebanyak-banyaknya.

Setelah uang diperoleh dan terkumpul ia gunakan untuk membeli atribut-atribut sosial yang disenangi dan dibutuhkan oleh nafsu. Beli rumah tidak sekedar untuk yang ditempati, melainkan ada rumah-rumah lain yang dibeli untuk investasi, guna mencetak rupiah-rupiah baru.

Mobil juga dibeli untuk menjadi sarana transportasi kelancaran bisnis, memudahkan hubungan dari satu kota ke kota lainnya. Selebihnya untuk transportasi yang bersifat rekreatif, menghambur-hamburkan uang dengan plesir menikmati tempat-tempat wisata di hari libur.

Praktis, 24 jam dalam sehari kecuali tidur, 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan, pola hidup yang demikian adalah full untuk memenuhi hasrat dan keinginan dari nafsu, utamanya nafsu lawwamah (condong pada kebendaan) dan ammaroh (condong pada pangkat dan jabatan serta status sosial).
Hanya tersisa tidak lebih setengah jam dalam sehari untuk memenuhi hajat ruhaniyah, dengan melaksanakan sholat 5 waktu saja. Itu pun terkesan untuk menggugurkan kewajiban sebagai orang islam yang mukmin.

Padahal saudaraku, pada diri manusia ada ruh yang disemayamkan ke dalam jasad. Yang nanti saat ajal tiba, ruh di cabut oleh malakul maut. Dan ruh yang kemudian dimintai pertanggung jawaban oleh Allah ‘azza wajalla.

Ditagih komitmennya, saat sebelum diturunkan ke alam dunia.

أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَا

”Alastu birobbikum… qolu balaa syahidna”
Tidakkah aku ini Robb kalian?… Mereka (Ruh) menjawab, ya. Kami bersaksi.
“Hai Ruh kenapa saat di dunia kamu menyimpang dari komitmenmu itu?… kamu lebih percaya kepada nafsumu yang mengajak menuhankan uang dan atribut kebendaan lainnya”.

Dalam keadaan demikian ruh tidak bisa menjawab melainkan hanya muncul penyesalan yang tidak bertepi.

Oleh karena itu saudaraku, mari kita membangun sikap positif, berkhusnudhon kepada Allah, Sang Pemberi Ujian.

Bahwa ujian yang menimpa kita secara kolektif ini adalah bagian dari Rahmat Allah, cinta kasih Allah agar kita berkesempatan untuk mengembalikan posisi ruh pada fitrah ilahiyyahnya. Yaitu, kembali kepada kesadaran bahwa hidup ini adalah untuk menghambakan diri kepada Allah, tidak kepada lainnya.

Sebagaimana Allah telah menyampaikan pesan sucinya:

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّلِيَعْبُدُوْنِ #

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menghambakan diri pada-Ku”.

Oleh karena itu saudaraku, konsep hidup bagi seorang mukmin, tidak lain adalah ibadah. Dari tidur, bangun tidur hingga tidur kembali, secara total diorientasikan untuk menghambakan diri kepada Robb.

Saudaraku. Bekerja adalah ibadah, wasilah untuk menjemput rizki uang yang halal yang telah diatur dan digariskan oleh Allah SWT. Setelah uang terkumpul digunakan sebagai instrumen untuk melahirkan ibadah-ibadah lainnya.

Diantaranya, mengeluarkan zakat maal sesuai dengan takarannya, sedekah dan berinfak untuk membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan. Lebih-lebih pada orang tua atau sanak saudara dan kerabat.

Ibadah lain yang tak kalah pentingnya, dalam rangka untuk mengetahui halal dan haram, yang hak dan batil adalah MENGAJI. Duduk bersimpuh di majelis ilmi untuk memahami undang-undang Allah SWT. Dan ini merupakan ibadah pokok bagi ruh selain sholat.

Karena dengan NGAJI ruh bisa ikut mengontrol dan mengendalikan hawa nafsu yang condong untuk menyengsarakan manusia bukan membahagiakan. Memiskinkan manusia bukan mengkayakan. Menghancurkan tatanan bukan memperbaikinya.

Mari saudaraku, kita perkuat landasan iman bahwa Allah Maha Kuasa atas segala hal. Tidak ada yang mustahil, jika Allah menghendaki.

إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ

“Apabila Dia (Allah) menghendaki sesuatu, berkata padanya, Jadilah, maka ia jadi”.

Saudaraku. Mungkin selama ini, uang terlalu kita agung-agungkan. Uang kita anggap sebagai pemberes masalah. Tetapi Allah mendatangkan makhluknya dengan ukuran 150 nano, maka ekonomi dunia menjadi berantakan.

Uang menjadi tidak berdaya. Hilang powernya. Ini bukti bahwa uang bukan segalanya. Tetapi Allah Maha Kuasa atas Segalanya.

Maka, menyadari bahwa Allah adalah Penguasa Alam Semesta. Ia Tuhan yang patut disembah, dipatuhi undang-undang-Nya. Berusaha untuk lebih mendekati-Nya merupakan implementasi dari fitrah ilahiyyah. Dan Ruh harus diposisikan ke sana.
Wallahu a’lam bis-showab.

Achmad Syaichu Buchori, S.Ag.
• Pengasuh Madrasatul Qur’an Al-Anwar Manyar Sabrangan Surabaya
• Instruktur pada Majelis Maca Qur’an Sakmaknane “Metode HARFun” di Yogyakarta, Jombang dan Surabaya
• Wakil Sekretaris IKA UNHASY Tebuireng Jombang
• Ketua Majelis Alumni LPBA Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya

Exit mobile version