Bangga Indonesia, Bengkulu  – Pada Rabu pagi, sekitar 10 pejabat BNI 46 Cabang Bengkulu tiba di Ruang Rapat Rafflesia, Kompleks Kantor Gubernur Bengkulu untuk memenuhi undangan pertemuan bersama pemerintah daerah.

Rapat kali ini berbeda. Tidak ada pembicaraan tentang suku bunga atau tentang dorongan perbankan untuk mempercepat pemulihan ekonomi di tengah situasi pandemi dengan cara memberikan stimulus pasar melalui skema penyaluran kredit.

Lebih dari itu, rapat ini membahas hal yang jauh lebih besar, yaitu tentang pelurusan sejarah. Sejarah tentang cita-cita memerdekakan Indonesia dari penjajahan.

Pihak manajemen BNI 46 Cabang Bengkulu dipanggil karena bangunan kantor mereka di Jalan S. Parman Kota Bengkulu itu berdiri di atas tanah yang dahulu menjadi tempat pembicaraan ide-ide besar tentang kemerdekaan.

Dahulu, di atas tanah itu berdiri rumah Hasan Din, seorang tokoh Muhammadiyah yang menjadi rekan Bung Karno semasa diasingkan di Bengkulu pada 1938-1942.

Rumah itu menjadi bernilai bagi sejarah Indonesia setelah Bung Karno mempersunting Fatmawati yang merupakan anak satu-satunya pasangan Hasan Din dan Siti Chadijah, untuk menjadi istrinya.

Sejak 2019, Pemerintah Provinsi Bengkulu berikhtiar mengembalikan rumah Hasan Din atau yang saat ini disebut sebagai Museum Fatmawati berlokasi di Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu ke lokasi semula, yaitu di kantor BNI 46 Cabang Bengkulu saat ini.

Pihak manajemen BNI 46 Cabang Bengkulu paham dengan situasi ini dan mereka setuju dengan rencana Pemprov Bengkulu mengembalikan rumah Fatmawati ke lokasi aslinya.

Dalam rapat bersama Pemprov Bengkulu itu, Wakil Pimpinan BNI 46 Cabang Bengkulu Supriyanto menyebut pihaknya akan melakukan kajian dan berkoordinasi dengan BNI pusat terkait dengan rencana pemindahan kantor mereka.

“Jadi ini akan kita sampaikan dulu ke pusat, seperti apa tanggapannya dan akan kita kaji dulu. Prinsip kami dari BNI Bengkulu siap mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintah daerah,” ucapnya.

Tak sembarang minta, Pemprov Bengkulu menyiapkan lahan seluas 1.093 meter persegi sebagai ganti jika pihak manajemen BNI 46 Cabang Bengkulu berkenan meninggalkan kantor tersebut.

Lahan yang ditawarkan itu adalah gedung kantor Bengkulu Mandiri yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Bengkulu.

Lokasinya terbilang cukup strategis, yakni di Jalan Pembangunan, Simpang Padang Harapan, Kota Bengkulu. Lokasi ini persis berada di kawasan perkantoran Provinsi Bengkulu.

“Pemprov Bengkulu telah menyiapkan lahan pengganti lokasi Kantor BNI 46 Bengkulu, yaitu di eks-Kantor Bengkulu Mandiri berlokasi di Jalan Pembangunan, Simpang Padang Harapan, Kota Bengkulu,” kata Kepala Biro Pemkesra Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu Edie Hartawan.

Rencana Pemerintah Provinsi Bengkulu merevitalisasi atau mengembalikan rumah kediaman Fatmawati Soekarno ke lokasi semula ini sudah digaungkan sejak 2019.

Persisnya, rencana pemindahan itu menguat berbarengan dengan proses pembangunan Monumen Fatmawati yang saat ini dipajang di Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu.

Ketua Yayasan Fatmawati, Hildawati Maulana Singedekane Hasan Din, yang merupakan adik Fatmawati membenarkan jika rumah yang dibangun orang tuanya yakni Hasan Din bukan rumah yang sekarang dijadikan Museum Fatmawati itu.

Rumah asli yang menjadi tempat Fatmawati tumbuh besar hingga akhirnya disunting Bung Karno menjadi istri ini berada di tempat yang saat ini sudah menjadi kantor BNI Cabang Utama Bengkulu di Jalan S. Parman Nomor 34, Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu.

Tempat ini berjarak sekitar 400 meter dari rumah panggung yang saat ini disebut sebagai Museum Fatmawati Soekarno di Jalan Fatmawati, Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu.

Hilda mengaku tak tahu pasti bagaimana proses hingga akhirnya rumah bersejarah itu malah beralih fungsi menjadi kantor salah satu bank.

Namun, ia memperkirakan rumah itu dijual oleh salah satu keluarga mereka. Tetapi Hilda mengaku tak tahu pasti siapa yang menjualnya.

“Rumah asli Ibu Fatmawati yang di BNI itu dulu. Mungkin dijual karena tidak ada yang menunggu,” kata Hilda dalam wawancara usai peresmian Monumen Fatmawati pada Februari 2020.