Bangga Indonesia, Timor Leste – Laut Arafura dan Timor (ATS) adalah kawasan laut yang tidak hanya memikat dengan keindahan alamnya. Akan tetapi juga menawarkan potensi besar bagi pembangunan berkelanjutan. Terletak di perbatasan beberapa negara, yakni Indonesia, Timor Leste, Australia, dan Papua Nugini, wilayah ini menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), ATS memiliki peluang ekonomi yang nilainya mencapai Rp118,3 triliun per tahun. Inilah yang menjadikannya sebagai salah satu pusat ekonomi biru dunia.
Keanekaragaman Hayati Tak Tertandingi
Secara geologis, Laut Arafura dan Timor adalah pusat keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Di kawasan ini, terdapat lebih dari 600 spesies karang pembentuk terumbu dan lebih dari 2.500 spesies ikan. Ekosistemnya mencakup hutan mangrove dan terumbu karang yang tidak hanya mendukung kehidupan berbagai spesies laut, tetapi juga memberikan layanan ekosistem penting seperti perlindungan pantai dan penyerapan karbon.
“Wilayah ATS adalah contoh nyata pentingnya ekosistem laut dalam menghadapi tiga krisis planet utama: perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, dan polusi,” ungkap Iwan Kurniawan, Programme Manager Nature Climate Energy UNDP, dalam penutupan Proyek ATSEA-2 di Jakarta.
Potensi Ekonomi yang Menggiurkan
UNDP mencatat sektor ekonomi berbasis laut di ATS memiliki potensi luar biasa. Sektor perikanan, misalnya, menyumbang nilai tahunan hingga USD 742 juta (Rp12 triliun), di mana Indonesia menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi USD 581 juta (Rp9,4 triliun). Selain itu, akuakultur menghasilkan nilai ekonomi sekitar USD 640 juta (Rp10,7 triliun), dengan kontribusi signifikan dari Indonesia.
Sektor pariwisata laut menjadi penyumbang terbesar dengan nilai hingga USD 4,9 miliar (Rp79,4 triliun) per tahun. Aktivitas seperti menyelam di terumbu karang, mengunjungi hutan mangrove, hingga menikmati keindahan bawah laut menjadi magnet wisatawan dunia. Tidak kalah penting, karbon biru dari mangrove di kawasan ini juga bernilai antara USD 600–665 juta per tahun.
Tantangan yang Mengadang
Namun, kekayaan besar ini diiringi tantangan serius. Perubahan iklim menjadi ancaman utama dengan dampak kenaikan suhu permukaan laut dan peningkatan suhu air yang mengancam ekosistem serta komunitas pesisir. Polusi laut dan penurunan keanekaragaman hayati juga menjadi persoalan mendesak.
“Wilayah ini sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan tata kelola kolaboratif antarnegara untuk pengelolaan yang lebih efektif,” jelas Iwan.
Menata Masa Depan dengan Ekonomi Biru
Laut Arafura dan Timor adalah harta karun yang dapat mendukung mata pencaharian lokal, ketahanan pangan, hingga pembangunan ekonomi berbasis laut yang berkelanjutan. Namun, semua ini membutuhkan inovasi dan pendekatan kolaboratif. Dengan mengedepankan prinsip ekonomi biru, potensi besar ATS tidak hanya akan membantu meningkatkan ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan demi generasi mendatang.
Melalui pengelolaan yang efektif, wilayah ini dapat menjadi teladan global dalam memadukan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian ekosistem laut. Semangat kolaborasi lintas negara harus terus diperkuat untuk menghadapi tantangan sekaligus meraih manfaat maksimal dari kekayaan ATS.