Bangga Indonesia

Muhammadiyah: Menghadirkan Pendidikan Tanpa Diskriminasi Hingga Ke Luar Negeri

Bangga Indonesia, Jakarta – Muhammadiyah lahir dari semangat KH Ahmad Dahlan dalam menebar manfaat luas kepada masyarakat. Didirikan di Yogyakarta, Muhammadiyah terus bergerak maju. Salah satunya, mengembangkan pendidikan yang tak hanya berhenti di dalam negeri, tetapi juga berkembang hingga ke luar negeri.

Termasuk sebagai organisasi Islam yang besar di Indonesia, sejak awal berdiri, Muhammadiyah menanamkan nilai pluralisme dalam tubuh organisasi. Hal tersebut tak lepas dari pengaruh sikap KH Ahmad Dahlan muda yang terbuka dan senang berdiskusi dengan tokoh-tokoh Kristen-Katolik.

Sikap sang pendiri dalam menghormati perbedaan, membuat Muhammadiyah menggagas kegiatan sosial yang didasarkan dari penerapan surat Al Maun. Surat tentang anak yatim serta kaum duafa tersebut, mendorong KH Ahmad Dahlan mendirikan rumah sakit hingga rumah yatim bagi yang membutuhkan. Kemudian, gagasan itu berkembang dan melahirkan Gerakan Al Maun untuk semua orang tanpa diskriminasi.

Menjunjung pluralisme menjadi salah satu warisan KH Ahmad Dahlan sebagai dasar gerakan organisasinya. Sehingga, segala pendapat, pandangan, informasi dari berbagai pihak selalu menjadi pertimbangan untuk mendapatkan yang terbaik. Seperti sejumlah universitas milik Muhammadiyah yang tak hanya terdiri dari peserta didik beragama Islam, tapi juga beragam.

Cerita tentang bagaimana Muhammadiyah berkembang tersebut, diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam podcast Helmy Yahya Bicara yang disiarkan di Youtube.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam podcast Helmy Yahya Bicara yang disiarkan di Youtube.

Dalam pendidikan, Muhammadiyah telah mendirikan sekitar 164 Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Selain itu, organisasi perempuan Muhammadiyah, yaitu Aisyiyah memiliki 3 universitas besar di Jogja. Bahkan, disebut sebagai organisasi perempuan satu-satunya di dunia yang memiliki universitas.

Di Indonesia, Muhammadiyah tak hanya mengembangkan kemajuan perguruan tinggi, tetapi juga melalui komunitas-komunitas di daerah terpencil, sekolah TK hingga SMA yang dibina oleh universitas didirikan.

“Kami (Muhammadiyah) terus menerobos batas untuk mengangkat ketertinggalan. Kami ingin berbagi, seperti di Papua, kami mendirikan Universitas Muhammadiyah Sorong dan telah ada sekitar 6000 mahasiswa yang terdaftar,” ungkap Haedar.

Selain mengembangkan pendidikan di dalam negeri, Muhammadiyah juga melebarkan sayap ke luar negeri untuk menanggapi persaingan global yang semakin masif. Dimulai dari Malaysia, Universitas Muhammadiyah Malaysia telah mendapatkan ijin lulus untuk dibuka sejak 1 Hijriah 1443 atau 10 Agustus 2021.

“Kenapa Malaysia? Karena termasuk bangsa serumpun yang memiliki hubungan dinamis dengan Indonesia, sehingga diharap dapat melekatkan antar bangsa,” ujar Haedar, saat Helmy Yahya bertanya tentang apa yang menjadi dasar pertimbangan dipilihnya Malaysia sebagai negara pertama untuk mendirikan universitas muhammadiyah.

Pertimbangan lain yaitu karena Malaysia juga memiliki cukup banyak simpatisan Muhammadiyah. Bahkan, Kerajaan Perlis, negara bagian Malaysia, telah membuka hubungan dengan Muhammadiyah karena ada rasa sedekat, sepaham, dan sesimpatisan.

Ketua PP Muhammadiyah itu pun menyebutkan, bahwa kedekatan tersebut tak lepas dari pengaruh Buya Hamka yang namanya disegani di negara tetangga tersebut.

“Raja Perlis pernah berbicara tentang Buya Hamka. Selain itu, Datok Doktor Mazlee Malik, mantan Menteri Pendidikan Malaysia juga pengagum Buya. Bahkan, sampai hafal buku-buku beliau. Dari situ, ada kedekatan yang terjalin dan memotivasi kami memilih Malaysia sebagai negara pertama untuk mendirikan universitas muhammadiyah,” pungkasnya.

Pendidikan dapat menjadi senjata untuk merubah keadaan. Semangat persatuan serta berbagi untuk menghadirkan pendidikan yang merata, membuat Muhammadiyah terus mengembangkan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

(Syaffa)

Exit mobile version