Site icon Bangga Indonesia

Mengenal Sejarah Pemberian THR (Tunjangan Hari Raya)

Mengenal Sejarah Pemberian THR (Tunjangan Hari Raya)

Mengenal Sejarah Pemberian THR (Tunjangan Hari Raya)

Bangga Indonesia, Semarang – Menjelang hari Lebaran Idul Fitri, biasanya kita akan mendengar istilah THR (Tunjangan Hari Raya). Pemberian THR kerapkali menjadi perhatian dari pemerintah.

Untuk menyambut hari Lebaran 2024 , Ida Fauzyah slaku Menteri Ketenagakerjaan telah menerbitkan edaran mengenai pembayaran THR tahun 2024. Dalam surat edaran tersebut berisi imbauan serta paduan bagi perusahaan untuk membayar THR.

“Tujuan dari serat edaran ini yaitu memberikan panduan dan imbauan kepada pihak perusahaan untuk membayar THR menjelang hari Raya Idul Fitri 1445 H.” pungkasnya, dikutip pada Selasa (26/03/2024).

Ida menjelaskan bahwa Pemberian THR tersebut bertujuan untuk meringankan beban dalam memenuhi biaya kebutuhan para buruh atau pekerja. Selain itu juga untuk keluarga  dalam menyambut hari besar keagamaan Idul Fitri tahun 1445 H.

Ida memaparkan jika pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaaan telah memberikan dasar hukum untuk dapat menjadi acuan bersama perihal pelaksanaan pemberian Tunjangan Hari Raya tersebut.

Dasar atau landasan hukum ini terwujud dalam bentuk surat edaran untuk menegaskan lagi perihal berbagai ketentuan untuk pembayaran THR.

Perlu diketahui, Tunjangan Hari Raya atau THR adalah bentuk penghargaan dari para pemberi kerja untuk karyawan sebagai wujud apresiasi terhadap kerja keras mereka yang berlangsung sepanjang tahun.

Di negara Indonesia, kebiasaan atau tradisi dalam memberikan THR ini sudah begitu lekat di lingkungan masyarakat. Terutama ketika menjelang hari Raya, khususnya pada Hari Raya Idul Fitri.

Kapan Awal Mula Pemberian THR?

Di Indonesia sendiri, sejarah dari pemberian Tunjangan Hari Raya bisa ditelusuri lagi saat masa penjajahan Belanda. Waktu itu, para buruh pabrik gula yang ada di Jawa mendapatkan bonus dalam bentuk uang tunai sebagai penghargaan atas hasil kerja keras yang mereka lakukan. Buruh tersebut mendapatkan bonus ini saat menjelang pelaksanaan hari raya, khususnya Natal.

Tujuan pemberian bonus tersebut juga memperkuat hubungan yang terjadi antara para pekerja dengan pemberi kerja. Selain itu juga dapat mendorong semangat kerja para karyawan.

Sesudah Indonesia merdeka, maka tradisi untuk memberikan THR ini semakin berlanjut bahkan populer bagi kalangan masyarakat. Hal ini bermula pada tahun 1951, Soekiman selaku Perdana Menteri telah memberikan tunjangan untuk Pamong Pradja, sebutan untuk ASN di zaman dulu.

Adapun tunjangan tersebut berbentuk pinjaman awal atau persekot. Hal tersebut bertujuan supaya bisa mempercepat kesejahteraan.

Pengembalian uang persekot ini nantinya untuk negara berbentuk pemotongan upah atau gaji di bulan berikutnya.

Perkembangan THR dari Tahun ke Tahun

Pada tahun 1952 sendiri, kaum pekerja atau buruh protes kemudian menuntut pihak pemerintah dalam memberikan tunjangan serupa, seperti yang karyawan pamong pradja dapatkan.

Kemudian di tahun 1954, perjuangan tersebut tidak sia-sia. Pasalnya Menteri Perburuhan Indonesia pada waktu itu telah menerbitkan surat edaran mengenai hadiah Lebaran sebagai imbauan. Imbauan ini disampaikan kepada setiap perusahaan agar memberikan hadiah lebaran kepada pekerjanya dengan jumlah 1/12 dari gaji atau upah.

Pihak Pemerintah Indonesia selanjutnya mengatur pemberian Tunjangan Hari Raya lewat Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Pasalnya, Undang-undang tersebut mengatur jika setiap pekerja memiliki hak mendapatkan THR pada setiap tahunnya, dengan jumlah minimal untuk satu bulan upah.

Selanjutnya pada tahun 2016, ada revisi terkait pemberian Tunjangan Hari Raya. THR bisa diberikan untuk pekerja dengan minimal berjumlah 1 bulan kerja dan dihitung dengan cara proporsional.

Pemberian THR sendiri mempunyai makna penting melibatkan banyak pihak, entah itu karyawan maupun para pemberi kerja. Termasuk sebagai motivasi kepada para pekerja atas hasil kerja keras yang telah mereka lakukan.

Exit mobile version