Site icon Bangga Indonesia

Perkuat Oligarki dan Investor Asing, FDMPB Tolak UU Cipta Kerja

Keynote Speaker Dr.Fahmi Luqman, M.Hum.

Perkuat Oligarki dan Investor Asing, FDMPB Tolak UU Cipta Kerja

SURABAYA – Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) menolak secara tegas pengesahan UU Cipta Kerja karena hanya akan merugikan kepentingan bangsa Indonesia dan umat Islam. Semangat UU bermodel Omnibus Law yang merangkum 174 jenis UU itu hanya akan menguntungkan pemilik modal besar di tanah air dan kepentingan investor asing. Peluang besar dalam UU yang membuka pintu lebar bagi Kapitalisme global asing itu justru akan memperkokoh posisi Negara-negara Kapitalis yang selama ini sudah menguasai berbagai sektor penting pengelolaan sumber daya alam di nusantara.

Demikian pernyataan sikap FDMPB yang disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar pada Sabtu (24/10/2020) melalui jaringan komunikasi aplikasi Zoom dan YouTube. Dalam webinar bertajuk “Omnibus Law dalam Timbangan Ideologis, Membaca Ulang Masa Depan Bangsa” yang diikuti ribuan viewer YouTube dan ratusan peserta Zoom Meeting dari berbagai wilayah di Indonesia itu berlangsung khidmat dan interaktif.

Hadir sejumlah narasumber berkompeten, diantaranya Dr. Fahmy Lukman, M.Hum (Direktur Institute of Islamic Analysis and Development/ INQIYAD), Prof Dr-Ing Fahmi Amhar (Peneliti Senior dan Cedekiawan Muslim), Dr. Ahmad Sastra, MM (Ketua FDMPB), Dr. Fahrul Ulum, M.EI (Pakar Ekonomi Islam), Prof. Dr. Hafidz Abbas (Guru Besar UNJ dan Komnas HAM periode 2012-2017), Dr. Faqih Syarif , M.Si. (Pakar Komunikasi), dan Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H. (Advokat Senior).

Pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua FDMPB Dr. Ahmad Sastra, MM dan sekretaris Dr. N. Faqih Syarif, M.Si itu berisi 6 butir penting yang harus diperhatikan oleh umat Islam. FDMPB mengkritisi bahwa kenekatan pemerintah mengesahkan RUU tersebut di tengah gelombang kecaman masyarakat, tak bisa lepas dari keuntungan yang bakal diperoleh korporasi. FDMPB mengutip data Chief Economist ASEAN di HSBC Joseph Incalcaterra yang menyebutkan bahwa investor dari Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat, dan Eropa sangat memantau perkembangan politik di Indonesia mengenai RUU ini.

“Berdasarkan data ini, memang terjadi perubahan tren investasi asing atau foreign direct investment (FDI) dari Cina beralih ke ASEAN. Setelah krisis ekonomi global tahun 2008, sebanyak 11 persen investasi asing global menyasar Singapura, menyusul Indonesia dan Vietnam. Kebutuhan menciptakan iklim yang menguntungkan asing itulah yang mendasari pemerintah segera menyelesaikan pembahasan RUU Cipta Kerja dengan DPR. Kabarnya, 143 perusahaan AS, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Jepang, dan Cina tengah berencana merelokasi investasi ke Indonesia,” ungkap Ketua FDMPB Dr. Ahmad Sastra, MM.
Dengan disahkannya RUU ini, lanjut Ahmad Sastra, UU Omnibus Law Cipta Kerja akan meringkas 1.244 pasal dari 79 undang-undang untuk menarik investasi asing. UU ini bertujuan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. Keberadaannya diharapkan menjadi jalan pintas bagi penerapan kebijakan yang dibuat pemerintah. “Maklum, bisa jadi “deal-deal” politik yang ditawarkan para pemegang kebijakan pada para cukong ketika mereka akan memperebutkan kursi kekuasaan, menuntut imbalan. Yakni kemudahan untuk memperpanjang napas bisnisnya, “ katanya.

FDMPB juga mengkritisi klaim Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa jika UU ini diterapkan akan menyerap tiga juta tenaga kerja akan sulit dibuktikan. Faktanya, angka pengangguran di Indonesia justru mencapai 7,05 juta orang sebelum wabah Corona terjadi. Pertumbuhan angkatan kerja baru mencapai 2 juta orang per tahunnya. “Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, Indonesia berhasil menyerap investasi senilai Rp. 809,6 triliun sepanjang 2019, namun hanya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi 1.033.835 orang saja,” papar Dr. Ahmad Sastra, MM.

Sikap kritis FDMPB itu juga didukung Analisis Eric Stark Maskin, peraih Nobel Ekonomi 2007 yang menyebutkan bahwa, beberapa ekonom dunia meyakini kerja kontrak alih daya dan politik upah murah adalah prasyarat keunggulan dan pertumbuhan ekonomi sebuah negara pada era globalisasi. Oleh sebab itu, tidak bisa dipungkiri bila globalisasi menjadi salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan. “Fenomena itu terjadi terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia, yaitu upaya menaikkan pendapatan rata-rata tetapi justru menimbulkan masalah distribusi pendapatan. Namun keserakahan kapitalisme justru mengabaikan aspek keadilan pada pekerja demi memberikan keuntungan terbesar bagi para kapitalis,” tandasnya.

Berdasarkan fakta-fakta dengan latar belakang ideologis UU Cipta Kerja yang bakal merugikan bangsa Indonesia dan menciderai nasib umat Islam mayoritas di nusantara, FDMPB menegaskan penolakannnya.

Secara lengkap, isi pernyataan sikap FDMPB sebagai berikut.

Pertama, FDMPB menyatakan menolak UU Cipta Kerja karena lebih mencerminkan keberpihakan pada kepentingan pemilik modal, termasuk investor asing, dan semakin menguatkan oligarki politik, oligarki ekonomi yang berlandaskan ideologi kapitalis sekulerisme yang akan menindas kepentingan rakyat banyak serta menghancurkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara yang berkeadilan.

Kedua, FDMPB menyatakan bahwa UU Cipta Kerja ini justru menjadi jalan lempang bagi para pemilik modal atau kaum kapitalis, termasuk kapitalis global, untuk terus mencengkeramkan kepentingannya di negeri ini, dan memuluskan jalan berlanjutnya proses liberalisasi pengelolaan sumberdaya yang esensial.

Ketiga, FDMPB menyatakan bahwa UU Cipta Kerja ini makin meneguhkan bahwa negara ini telah dikelola dengan pendekatan korporatokrasi (corporate state), dimana kepentingannya selalu berpihak kepada para oligarki politik dan ekonomi.

Keempat, FDMPB menyerukan agar pemerintah dan seluruh elemen bangsa berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat secara penuh, dan mencampakkan ideologi kapitalis-sekulerisme serta mewaspadai ideologis sosialis komunisme.

Kelima, FDMPB menyeru seluruh intelektual muslim selaku tokoh panutan di tengah masyarakat untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa pangkal dari munculnya berbagai produk regulasi dan perundang-undangan yang merugikan kepentingan masyarakat adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme liberal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keenam, FDMPB menyeru seluruh intelektual muslim dan tokoh umat yang mempunyai kewajiban politik untuk membangun kesadaran politik dan tanggung jawab umat untuk terus-menerus membangun kesadaran umat bahwa Islam adalah satu-satunya ideologi yang terbaik yang membawa kesejahteraan bagi umat manusia dan sekalian alam untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara guna menuju negara Indonesia yang berdaulat, adil, damai dan sejahtera.

Acara yang dipandu host/ moderator Dr. Hafit Widodo, M.Pd., itu berlangsung dari pukul 08.00-12.11. Peserta nampak antusias menyimak pemaparan narasumber. Hal ini dibuktikan berbagai pertanyaan kritis mengenai UU Cipta Kerja yang hingga kini masih mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Penggunaan media online YouTube https://youtu.be/oQZI3_8ctNk dan Zoom Meeting dengan alamat https://zoom.us/j/96884386635 yang dipakai dalam FGD tersebut dirasakan manfaatnya karena dapat menghubungan dengan berbagai peserta dari beragam wilayah tanah air di nusantara untuk ikut menyikapi secara kritis UU Cipta Kerja.

Sedangkan bagi khalayak yang tidak sempat mengikuti acara, masih bisa mengakses kegiatan FGD FDMPB itu melalui channel YouTube dengan link yang dishare kepada masyarakat luas secara utuh, sehingga dapat menjadi bahan kajian yang bermanfaat. Untuk itu, FDMPB akan terus melakukan diskusi yang intensif dengan isu-isu aktual dan menyikapinya dengan perspektif Islam. Selain memakai saluran YouTube dan Zoom, diskusi juga diselenggarakan melalui media sosial, diantaranya Whatshap. “Dengan diskusi persoalan yang menyangkut keumatan ini, dapat menjadi jalan menuju kebangkitan Islam,” tegas Dr. Widodo (*)

Exit mobile version