Site icon Bangga Indonesia

Produsen Tempe Mogok Berproduksi, Tempe di Surabaya Langka

Produsen tempe sedang memeriksa kedelai yang telah diberi ragi. (Jawa Pos)

Bangga Indonesia, Surabaya – Sejak beberapa hari yang laluL tempe di pasaran langka. Penyebabnya, para produsen tempe mogok untuk berproduksi. Hal itu disebabkan harga bahan baku kedelai naik. Kenaikan tersebut membuat keuntungan mereka turun drastis.

Kenaikan harga kedelai terjadi mulai Desember kemarin. Puncaknya menjelang Natal dan tahun baru. Naiknya harga kedelai yang signifikan membuat para produsen menjerit. ”Kami berhenti produksi selama tiga hari,” kata Noto, koordinator Paguyuban Tempe Wonocolo, Surabaya seperti dilansir jawapos.com, Selasa (5/1/2021).

Mogok produksi tempe dilakukan secara masal. Terutama di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan beberapa kawasan lainnya. Tujuannya, pembeli mengetahui kenaikan harga kedelai. Selanjutnya, pemerintah bisa merespons hal tersebut.

Noto mengatakan, harga kedelai normal Rp 6.800 per kilogram. Menjelang Natal, harganya naik menjadi Rp 9.300 per kilogram. Namun, mereka hanya mogok tiga hari.

Noto menuturkan, semua produsen tempe sepakat Minggu mulai berproduksi. Karena itu, Senin tempe sudah beredar di pasar. Dia berharap, pemerintah bisa turun tangan terkait lonjakan harga kedelai yang signifikan tersebut.

Jarwo Sutanto, salah seorang produsen tempe, menuturkan bahwa sejak kemarin harga tempe naik dua kali lipat. Dia memilih tetap menjual dengan harga normal Rp 1.500 per plastik. Hanya, pihak kedua menjualnya menjadi Rp 3 ribu.

Selain itu, langkanya tempe membuat Jarwo tak perlu keliling untuk memasarkan tempenya. Sebab, sejak pukul 03.00, penjual tempe sudah mendatangi rumahnya.

Dia mengakui, naiknya harga kedelai membuat keuntungannya turun hingga 30 persen.

Beberapa produsen yang lain mengatakan, ada beberapa cara yang dilakukan produsen untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, mengecilkan ukuran dan menaikkan sedikit harga tempe. Cara itu dilakukan untuk menutupi biaya produksi yang naik signifikan.

Salah satu produsen tempe di Keputih Nur Amani menyatakan, dirinya berhenti memproduksi tempe sejak pekan lalu. Dia mengaku kesulitan jika harga kedelai terus naik. ”Antara biaya produksi dan penjualan enggak nyucuk,” ucapnya.

Pantauan di sistem informasi ketersediaan dan perkembangan harga bahan pokok (Sikaperbapo), harga kedelai impor mencapai Rp 10.100 di Surabaya. Padahal, harga normal di pasaran berkisar Rp 6.800−Rp 7.500 per kilogram. Produsen tempe menyebut kenaikannya berlangsung cepat, melonjak hingga Rp 1.000 dalam hitungan sehari.

Kepala Disdag Surabaya Wiwiek Widyawati mengatakan, kenaikan harga kedelai sudah dipantau pihaknya. Mulai level pasar tradisional hingga produsen tempe dan tahu. ”Kami pantau memang harganya sudah berada di atas harga acuan penjualan di konsumen (HAPK) sebesar Rp 9.200 untuk kedelai impor,” ujarnya. Pihaknya segera mengambil langkah agar kenaikan komoditas itu tidak menghantam dan mengancam aktivitas usaha. Wiwiek menjelaskan, koordinasi lintas bidang sudah dilakukan. Termasuk dengan distributor kedelai di Surabaya. Harapannya, ada jalan tengah agar pasokan dan harga yang sampai kepada pelaku usaha tetap stabil.

”Kami sudah komunikasi dengan mereka. Kami upayakan kenaikan harga itu bisa ditekan. Sehingga bisa menyelamatkan para produsen yang bergantung pada kedelai ini,” jelas Wiwiek. 

ASAL MUASAL TEMPE LANGKA

Mengapa Produsen Mogok?

– Harga kedelai naik signifikan Rp 6.800−Rp 10.100/kilogram.

– Produsen menjerit karena keuntungan turun 30 persen.

– Berharap pemerintah merespons dan turun tangan.

Langkah yang Dilakukan Produsen:

– Mengecilkan ukuran dan menaikkan sedikit harga tempe.

– Mengurangi kapasitas produksi tempe.

Exit mobile version