Site icon Bangga Indonesia

Rakyat Bingung Makan Namun Impor Garam Semakin Menjulang

Sumber Gambar Bappeda Jatim

Rakyat Bingung Makan Namun Impor Garam Semakin Menjulang
Oleh Lilis Sulistyowati, SE
Periode lalu sempat heboh harga garam mahal melebihi harga sayur dan lauk. Ternyata negeri kita yang merupakan Negara Maritim juga mengalami impor garam yang membuat harga garam lebih mahal daripada sebelumnya. Tidak hanya periode lalu, periode ini pun mengalami impor garam lebih banyak dari pada periode lalu.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton pada 2021. Dari total tersebut, pemerintah menyepakati alokasi impor garam industri sebanyak 3,07 juta ton.
Agus menjelaskan sebanyak 1,5 juta ton garam akan dipenuhi dari produksi garam lokal. Rinciannya, 1,2 juta ton dari industri besar pengolahan garam dan 300 ribu dari Industri Kecil Menengah (IKM).
“Untuk menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, pada 2021 telah disepakati alokasi impor komoditas pergaraman industri sebesar 3,07 juta ton,” ungka Agus dalam Webinar National Webinar SBE UISC 2021 x FDEP: Industrialisasi Garam Nasional Berbasis Teknologi, Jumat (24/9). (cnnindonesia.com)
Sebenarnya apakah memang garam menjadi kebutuhan pokok rakyat sehingga harus impor banyak garam atau kebutuhan pokok segelintir orang?
 
Mengapa Indonesia harus impor garam?
Menteri perindustrian menjelaskan pemerintah masih harus mengimpor garam karena beberapa faktor. Pertama, jumlah produksi lokal tak mampu memenuhi kebutuhan industri.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan jumlah produksi garam lokal hanya sebanyak 1,3 juta ton pada tahun lalu. Jumlahnya masih jauh dari kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,6 juta ton.
Kedua, kualitas garam lokal tak sepadan dengan kebutuhan industri. Menurut Agus, industri membutuhkan garam dengan spesifikasi cukup tinggi.
“Baik dari sisi kandungan NaCl maupun cemaran-cemaran logam yang cukup rendah,” terang Agus.
Ketiga, kepastian pasokan garam. Industri melakukan produksi sepanjang tahun.
Demikianlah pertimbangan yang dikemukakan Menteri Perindustrian yang dilansir dalam cnnindonesia.com.
Kebutuhan Para Kapital
Rakyat banyak terluka dengan beberapa keputusan yang sebenarnya hanya berpihak pada segelintir orang. Impor garam saat ini pun jelas untuk kebutuhan industri yakni kebutuhan para kapital yang memainkan peranan penting di dalam perekonomian Indonesia saat ini.
Tak ada korelasi apapun dengan rakyat jelata yang saat ini mengalami ujian yang luar biasa selama pandemi. Keputusan PPKM mengharuskan rakyat untuk bertahan hidup di rumah tanpa ada jaminan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan yang dijamin oleh Negara. Sebenarnya rakyat membutuhkan solusi untuk swasembada pangan saat ini, terlebih dimasa pandemi yang belum tahu kapan berakhir.
Namun beberapa kali uang negara yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat sehingga pandemi segera berakhir dialokasikan lagi untuk impor garam demi memenuhi kebutuhan industri para kapital.
Ironi sekali, sudah menderita rakyat terdzolimi kembali. Beginilah gambaran pemerintahan yang hanya berorientasi pada materi yakni untung rugi. Membiayayai kebutuhan rakyat selama pandemi dinomorduakan karena mahal dan tidak ada biaya, namun anehnya impor garam dilakukan.
Beginilah hidup di zaman yang serba kapitalistik, semua berorientasi pada para kapital. Apapun kebutuhan para kapital maka akan segera dipenuhi dengan pertimbangan merekalah yang membuat maju perekonomian negara. Sehingga kebutuhan pokok rakyat yang sebenarnya terabaikan.
Bagaimana pengelolaan garam yang sebenarnya, apakah garam merupakan kebutuhan pokok rakyat?
Pengelolaan Garam dalam Islam
Lokasi pertambangan yang terlihat (zhahirah), seperti tambang celak, garam dan minyak, itu semua seperti air, tidak boleh diberikan secara perorangan. Tambang garam tidak boleh dikelola individu apalagi dikuasai untuk diperjualbelikan untuk kebutuhan industri. Jelas tidak diperbolehkan dalam Islam. Semua manusia mempunyai hak yang sama terhadapnya dengan mengambilnya ketika berada di lokasi pertambangan tersebut.
Tsabit bin Sa’id meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya bahwa Al Abyadh bin Hammal meminta Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberinya lokasi garam di Ma’rab, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikannya. Al Aqra’ bin Habis At Tamimi berkata,”Wahai Rasulullah sesungguhnya aku ke lokasi sumber garam tersebut pada masa jahiliyyah. Sumber itu terletak di daerah yang memiliki sumber garam itu saja. Siapa datang ke lokasi garam tersebut maka dia bisa mengambil garamnya. Garam tersebut seperti air yang mengalir terus menerus (al-maa-ul ‘idd)”. Setelah itu, beliau meminta Al Abyadh untuk menyerahkan kembali pemberian sumber garam itu. Al Abyadh berkata,”Aku telah serahkan sumber garam itu kepadamu dengan syarat agar engkau jadikan sumber garam itu sebagai shadaqah dariku”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ia menjadi shadaqah darimu, dan ia seperti air ‘idd. Siapa saja yang mendatanginya, boleh mengambilnya.” (Diriwayatkan Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya).
Demikian gambaran pengelolaan garam dalam Islam. Semua orang memiliki hak yang sama jadi tidak dibedakan antara para kapital pemilik industri dengan rakyat biasa. Sehingga sebenarnya tidak perlu memaksa memenuhi kebutuhan garam para kapital kekita kas negara banyak hutang dan rakyat membutuhkan kebutuhan makanan pokok selain garam, karena garam dibutuhkan sedikit untuk menambah rasa pada makanan, sedangkan rakyat saat ini banyak yang kelaparan sehingga lebih urgent memenuhi kebutuhan pokok seperti beras, telur dan sebagainya.
Wallahu’alam bi sowab.
Exit mobile version