Site icon Bangga Indonesia

Seberkas Cahaya di Balik Jendela ( Farisa K. Wardah Juara 3 Cerpen JEC 2020 SMPN 1 Jenangan Ponorogo)

sumber gambar google

SEBERKAS CAHAYA DI BALIK JENDELA

Karya: Farisa Kharismatul Wardah

SMP NEGERI 1 JENANGAN, PONOROGO

 

Di sebuah desa Purnodadi ada seorang anak perempuan piatu yang bercita-cita tinggi, namun berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya hanya bekerja sebagai seorang pemulung dan Ibunya meninggal sejak anak tersebut berusia 6 bulan. Anak itu bernama Salwa. Salwa tidak pernah merasakan bangku sekolah, padahal dia ingin sekali bersekolah dan punya teman-teman seperti anak-anak yang lainnya. Tapi keterbatasan ekonomi keluarganya pun tak mendukung Salwa untuk menuntut ilmu di sebuah sekolah.

Setiap waktu ayah Salwa memikirkan bagaimana masa depan anaknya kelak, Ayah nya merasa bersalah karena tidak bisa mendaftarkan Salwa sekolah.        Ayahnya pun berkata kepada Salwa: “Nak, maafkan ayahmu ini, yang tak bisa memenuhi keinginan mu. Walaupun sebenarnya ayahmu ini ingin sekali membahagiakan mu, mendaftarkanmu sekolah, membelikan Handphone baru untukmu dan keinginanmu lainnya. Tapi jangan bersedih nak, Allah itu maha adil, Dia maha besar dan hidup ini berputar. Ayah berpesan padamu, jangan pernah kamu menyerah dan setiap kali mengeluh karena setiap orang punya rezeki masing-masing. Jangan dengarkan omongan orang lain yang selalu mengolok-olok dirimu, jangan jadikan omongan mereka sebagai patokan hidup mu, walaupun kamu anak seorang pemulung tapi insyaAllah suatu saat nanti kamu akan bisa sukses dan selalu membanggakan ayah dan ibumu yang sudah tenang disana. Buktikan kepada mereka yang merendahkanmu bahwa kamu bisa, bahkan bisa lebih dari apa yang mereka semua bayangkan“. Salwa pun menganggukkan kepala dan meneteskan air mata setelah mendengar nasehat ayahnya. Semangat Salwa semakin membara karena keinginannya yang begitu kuat.

Sehari-hari Salwa membantu ayahnya memulung untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Hingga pada suatu ketika dia tak sengaja menemukan lembaran-lembaran kertas kosong. Salwa pun mengambil lembaran-lembaran kertas tersebut untuk dibawa pulang. Saat sampai di rumah, Salwa berinisiatif untuk mempercantik lembaran-lembaran kertas tersebut. Dia mengisi kertas-kertas tersebut dengan sebuah gambar abstrak yang mencerminkan harapan dan mimpi-mimpi yang ingin dia capai.

Ya, Salwa memang seorang anak pemulung, akan tetapi Salwa punya tekad dan keinginan yang sangat besar nan kuat. Salwa tak pernah menyerah karena dia punya semangat tinggi untuk mencapai mimpi-mimpinya.

Pagi hari pun tiba, Salwa bergegas pergi membantu ayahnya memulung. Saat Salwa memulung di belakang gedung sekolah rasanya hatinya pun ingin masuk ke sekolah tersebut. Walaupun sebenarnya Salwa tahu, Salwa tidak bisa belajar bersama teman-teman nya di sekolah itu. Salwa hanya bisa melihat dari jendela yang ada di sebelah kanan kelas tersebut. Dia berkata dengan suara yang sangat pelan, dia berucap “Enak ya jadi mereka, yang minta ini itu selalu dikasih sama orang tuanya, yang mendapatkan kasih sayang mamanya.” Dia merenung di dekat jendela tersebut dan kembali berucap “aku harus bisa bersyukur, karena aku masih bisa makan, punya tempat tinggal, dan mendapatkan kasih sayang yang luar biasa dari ayahku, ayah yang menjadi kepala keluarga sekaligus mengganti kan posisi seorang ibu untukku, di luar sana masih banyak yang lebih kesulitan daripada aku. Aku berharap keinginan ku suatu saat nanti bisa tercapai, dengan do’a yang tak henti-hentinya aku panjatkan, dan dengan dengan usaha yang selama ini aku lakukan dengan penuh niat.”  Tiba-tiba guru yang mengajar kelas tersebut melihat Salwa yang sedang melamun di dekat jendela.

Guru itu pun langsung menghampiri Salwa, sembari berkata, “Kamu siapa?”

Salwa yang sedang melamun pun terkejut dengan pertanyaan guru itu.

Salwa pun menjawab pertanyaan guru tersebut “em, saya Salwa bu, maaf saya mengganggu pembelajaran ibu, tadi saya sedang memulung di belakang gedung sekolah”

Guru pun kembali menjawab “Kamu pemulung? kamu bukan murid sini, ngapain diam-diam masuk sekolah ini? mending kamu pergi saja daripada mengganggu murid-murid ibu yang sedang belajar.”

Salwa menjawab “Tapi, apa boleh bu saya ikut belajar sama ibu, saya akan belajar dari sini saja bu, saya janji tidak akan menggangu murid-murid ibu.”

Guru pun menjawab “Tidak boleh, kamu pergi saja sana.”

Salwa sakit hati mendengar perkataan guru tersebut, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Salwa pergi meninggalkan sekolah tersebut. Setibanya Salwa di rumah, Salwa langsung masuk ke kamarnya, lalu berkata “Apa yang harus aku lakukan ya…aku mau sekali sekolah. Tapi aku tidak enak hati untuk bilang semua kepada ayah. Sudahlah aku besok akan coba datang ke sekolah tadi dan masuk diam-diam.”

Keesokan harinya, Salwa pun nekat kembali datang ke sekolah itu. Dia merangkak diam-diam memasuki sekolah tersebut. Salwa mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru di dekat jendela kemarin. Tetapi hal yang sama terulang kembali, guru yang mengajar di kelas itu melihat Salwa yang diam-diam memperhatikan apa yang dijelaskannya.

Guru itu pun menghampiri Salwa, dengan berkata “Siapa kamu nak? Kenapa kamu disini?”

Salwa dengan rasa takut pun menjawab, “Saya Salwa bu, bolehkah saya mengikuti pelajaran ibu?….saya memang bukan murid sekolah ini, tapi saya ingin bisa belajar”

Guru itu bertanya kepada salwa “Rumah kamu di mana?”

Salwa menjawab “Rumah saya dekat dengan sekolah ini, di sebelah kanan sekolah ada gang masuk yang menuju ke rumah halaman saya, rumah di paling pojok.”

Guru kembali berkata “Jika kamu ingin belajar, lebih baik jangan sekarang nak. Kalau ada petugas sekolah yang melihat, kamu pasti diusir. Apa bisa kita bertemu lagi di rumahmu?”

Salwa menjawab “Bisa bu, kalau begitu saya pulang dulu dan saya tunggu kehadiran Ibu.”

Guru itu pun menganggukkan kepala sambil tersenyum kepada Salwa.

Ketika jam pulang sekolah tiba, guru itu pun langsung pergi ke rumah Salwa dengan membawa buku-buku untuk belajar. Saat guru itu sudah sampai di rumah Salwa, tiba-tiba saja Salwa keluar lalu mencium tangan guru itu. Salwa mempersilahkan masuk guru itu ke rumahnya. Sembari berkata “Selamat datang bu, maaf karena rumah saya sempit dan kecil, silahkan duduk bu!”

Guru itu menjawab  “Iya. Tidak apa-apa nak, saya nyaman berada disini.”

Salwa berkata “Sebentar bu, saya buatkan minum dulu.”

Guru itupun menolak dibuatkan minum oleh Salwa dengan berkata “Tidak usah nak.”

Salwa yang mendengar tolakan guru tersebut langsung duduk di samping guru itu.

Guru tersebut berkata kepada Salwa “Ini saya bawakan buku buat kamu belajar nak, belajar yang rajin ya, ibu yakin suatu saat nanti kamu bisa sukses walaupun kamu tidak bisa bersekolah seperti anak-anak yang lainnya.”

Salwa menjawab “MasyaAllah ibu baik sekali, makasih ya bu sudah mau menolong saya, kalau ayah saya tahu pasti ayah saya akan sangat senang.”

Guru kembali berkata “Iya nak, ibu mulai jelaskan ya biar kamu bisa memahami nya.”

Salwa menjawab “Iya Bu.”

Beberapa bulan berlalu, Salwa pun akhirnya mampu menulis, berhitung dan membaca dengan lancar. Melihat kerja keras dan pencapaian Salwa, Ayahnya pun setiap hari berusaha sisihkan uang pendapatannya dari memulung untuk ditabung demi mendaftarkan Salwa sekolah. Hingga pada suatu hari, Salwa diajak ayahnya pergi ke sebuah sekolah untuk mengikuti tes kesetaraan tingkat Sekolah Dasar (SD). Hasilnya sungguh di luar dugaan banyak pihak, karena Salwa mampu lulus dan mendapatkan pengakuan resmi dari dinas pendidikan sebagai lulusan terbaik di tes tersebut serta mendapatkan ijasah setingkat SD.

Saat tahun ajaran baru tiba, berbekal ijasah SD, Salwa pun memberanikan diri mengikuti seleksi masuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit di daerah tempat tinggalnya yaitu SMP Purna Cendekia melalui jalur beasiswa keluarga kurang mampu. Dengan penuh semangat, Salwa pun berhasil menuntaskan semua soal ujiannya. Namun, di tengah perjalanan pulang, Salwa merasa ragu dengan jawaban-jawabannya saat ujian tadi. Tanpa disadari air mata lelahnya menetes dan membasahi pipi. Salwa takut gagal dan tidak diterima di sekolah tersebut, karena jalur beasiswa ini merupakan satu-satunya jalur yang dapat dia ikuti demi dapat melanjutkan sekolah. Hatinya berdegup kencang menunggu-nunggu pengumuman hasil ujian masuk SMP-nya.

Hari yang ditunggu pun tiba, di papan pengumuman terpampang nyata nama SALWA ada diurutan teratas atau pertama siswa yang diterima di SMP Purna Cendekia. Seketika ia berlari menuju masjid sekolah dan bersujud sangat lama. Tiba-tiba tubuhnya terjatuh di lantai dan matanya terpejam. Anak-anak yang ada di tempat yang sama pun berteriak minta tolong. Beberapa guru pun mendatangi dan melakukan pertolongan pertama.

Beberapa menit kemudian perlahan mata Salwa terbuka. Seorang guru Pria yang berbadan gempal dan menggunakan pakaian layaknya guru olahraga bertanya padanya, “Nama siapa dan asli mana? Apa tadi belum Sarapan?….sambil guru itu menawarkan roti yang sedari tadi dibawanya.

Salwa pun menjawab, “Nama saya Salwa Pak, saya asli desa Ujung Bukit.” Iya pak saya cepat-cepat menuju sekolah untuk lihat pengumuman hingga lupa sarapan. Terimakasih pak untuk kebaikannya…sambil tangannya menerima pemberian guru tersebut.  

Guru menanggapi, “Wah jauh berarti ya rumahnya? Naik apa tadi dari rumah?”

Salwa pun terlihat bingung, tapi mulut mungilnya pun memberanikan diri menjawab pertanyaan guru itu. “Ya lumayan jauh, Sekitar 10 km Pak. Jalan dan Kadang Lari pak.”

Guru pun kaget sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Tekadmu sungguh luar biasa Salwa. Bapak salut dengan perjuanganmu untuk menimba ilmu. Lalu rencana kedepan mau kos atau laju dari rumah?”

Salwa dengan tegas menjawab, “saya laju dari rumah Pak, karena saya selain sekolah juga bekerja bantu ayah.”

Akhirnya setelah merasa lebih sehat Salwa pun pulang kerumah, setibanya dirumah Salwa langsung memberi sebuah kabar baik kepada ayah nya, bahwa dia telah diterima di SMP Purna cendekia lewat jalur beasiswa.

 Beberapa hari kemudian ayah Salwa sakit. Sakit yang diderita pun cukup parah. Akhirnya Salwa pun berjuang sendiri untuk mengurusi ayahnya. Salwa berharap ayah nya akan segara sembuh seperti sediakala.

Suatu hari, sakit yang di derita ayah Salwa semakin parah tetapi Salwa tidak memiliki biaya yang cukup untuk mebawa ayah nya kerumah sakit. Salwa hanya bisa membelikan ayahnya obat di apotek terdekat. Apadaya jika Allah berkehendak lain, ayah Salwa pun tidak bisa diselamatkan. Salwa merasa sedih dan sangat terpuruk, Salwa bingung sekali apa yang akan dilakukan jika tanpa seorang ayah. Salwa pun hanya bisa hidup sendiri, Salwa belajar untuk menerima ini semua. Perlahan Salwa mulai ikhlas akan kepergian ayahnya.

            Suatu hari kemudian ada seorang perempuan yang datang ke rumah Salwa, dia bernama bu Susan. Bu Susan mendapatkan kabar bahwa di desa Purnodadi ada seorang gadis yang tinggal sendiri. Bu Susan pun berniat baik dengan menawarkan Salwa beasiswa untuk sekolah sampai menjadi seorang Sarjana. Dan setelah Salwa mendengar tawaran bu Susan. Salwa pun tertarik. Salwa berjanji kepada Bu Susan akan menjadi orang yang berhasil, Akhirnya Salwa bisa lulus dengan nilai terbaik di Salah satu SMA favorit yaitu SMA tunas impian. Dengan beasiswa yang diberikan oleh Bu Susan, Salwa bisa diterima di Universitas terbaik. Salwa pun bisa mendapatkan gelar Sarjana. Usaha nya selama ini tidak sia-sia.

            Dari dulu jika Salwa bisa menjadi sarjana, Salwa ingin sekali menjadi seorang guru dengan mengajari anak-anak yang tidak bisa bersekolah seperti Salwa dulu. Salwa pun membuka tempat belajar yang bertempat di dekat sungai desa Purnodadi. Mengajari anak-anak tanpa meminta biaya sedikitpun, untuk membantu anak-anak yang tidak mampu. Sampai saat ini Salwa pun sudah mendirikan tempat yang lebih layak untuk belajar dan bisa dikatakan sebagai sekolah.

Exit mobile version