Site icon Bangga Indonesia

Selamat Jalan Cak Ipin, Pendiri Pojok Arena JTV Berguguran

Almarhum Faizal Alfino mantan produser Pojok Arena JTV. FOTO FB/Istimewa

“Pojok Arena berhasil menayangkan langsung laga Persebaya v Persela di Stadion Surajaya. Saat itu, ribut. Geger suporter”

Bangga Indonesia, Surabaya – Habis sudah, pendiri dan program Pojok Arena yang pernah populis di Stasiun TV Lokal JTV itu. Semua tinggal kenangan.

Bukan saja programnya yang lama terkubur. Pendirinya pun kini berguguran. Satu persatu meninggal dunia. Kini mereka di alam kubur!

Tokoh terakhir yang menyusul empat rekannya, yang lebih dulu pulang ke rahmatullah itu adalah Arifin Hamid.

Dia paling senior di antara pendiri program yang lahir bersamaan dengan Pojok Kampung itu. Arifin Hamid meninggal dunia, Selasa (12/01/2021) malam di RS dr Soetomo, Karang Menjangan Surabaya, karena lama diserang diabetes militus. Ia meninggal setelah lama purna tugas dari JTV.

Sebelum meninggal, Arifin masih berkarya di stasiun televisi Grup Siantar Top. Ia juga aktif mengelola media portal PenaIndonesiaKu.net.

“Aku saiki duwe media online cak. Alhamdulillah tak kelola sendiri. Pimred aku dewe. Wartawane yo aku dewe.. hehe,” ujar Cak Ipin, sapaan adik kandung Direktur Lensa Indonesia Joko Irianto Hamid ini.

Pengakuan itu meluncur ketika kami bertemu dalam jumpa pers di sebuah Warkop Kawasan MERR Juanda. Kala itu, saya mewakili media online Berita Rakyat. Sebagai pemimpin redaksi merangkap jadi wartawan. Kayak Cak Ipin he he.

Almarhum Arifin Hamid. Dok Istimewa

Di depan wartawan baru dan muda, Cak Ipin selalu bercerita tentang kiprahnya ketika sama-sama di Pojok Arena. Kayak masa emasnya. Dan, saya kala itu kebetulan sebagai Eksekutif Produser.

Cak Ipin sebagai kameramen. Empat rekannya: Abdul Rozak (repoter), Kholili Indro (Produser), Faizal Alfino (reporter), Zamzami (kameramen).

Bersama saya dan kelima orang ini lahirlah Pojok Arena. Program tersebut diciptakan untuk mengimbangi Lensa Olahraganya ANTV, yang top markotop itu.

Kami tayang untuk urusan olahraga regional. Terutama mendampingi kiprah Persebaya. Adalah Abdul Rozak, adik kandung saya, yang paling ngejos meliput Persebaya.

Sampai-sampai tim olahraga Jawa Pos yang lebih dulu unggul dalam pemberitaan, sempat kepontal-pontal mengimbangi liputan update Pojok Arena.

Betapa tidak. Tim Olahraga Jawa Pos benar-benar ditinggal pentolannya. Selain saya hijrah sebagai eksekutif produser. Saya menarik Kholili Indro dari redaktur sepak bola nasional ke produser Pojok Arena.

Almarhum Kholili Indro. FOTO FB/Istimewa

Karuan saja. Pojok Arena pun jadi buah bibir. Rekan-rekan wartawan TV Jakarta mulai melirik. Khususnya yang biasa meliput sepak bola.

Kru Pojok Arena mampu membuat siaran langsung. Persebaya yang hendak laga di Sleman disiar langsung. Sayang gagal karena hujan membatalkan pertandingan.

Di lain waktu, kru Pojok Arena berhasil menayangkan langsung laga Persebaya v Persela Lamongan di Stadion Surajaya. Saat itu, ribut. Geger suporter sebelum dan setelah pertandingan.

Seiring dengan naiknya pamor Pojok Arena, seorang wartawannya meninggal dunia. Abdul Rozak. Pemain gelandang Tim SIWO PWI Jatim di Porwanas Makassar ini, terserang penyakit paru-paru basah akut.

Ia meninggal dalam usia masih muda dan baru menikah. Saat setelah pemakamannya, Persebaya memberi penghormatan kepada almarhum Rozak dengan mengenakan ikat pita hitam di lengannya.

Saat itu, laga Persebaya Live via ANTV. Kondanglah Abdul Rajak dan Pojok Arena. Tris Irawan sebagai reporter siaran langsung tak henti-hentinya menyebut Rozak dan JTV (Pojok Arena).

“Pemain-pemain Persebaya mengenakan pita hitam di lengannya itu, sebagai penghormatan atas meninggalnya wartawan olahraga Pojok Arena,” sebut Tris kala itu.

Sepeninggal Rozak, Pojok Arena mulai redup. Apalagi Kholili Indro diminta balik lagi memperkuat Tim Olahraga Jawa Pos.

Kembalinya kedua pendekar ini, membuat Tim Pojok Arena goyah. Apalagi Huzair Zamzami pun merasa kehilangan Rozak. Enggan bertahan di Pojok Arena.

Kameramen handal yang saat Persebaya live laga Lawan Persela Lamongan dapat momen eksklusif karena bisa nyoting Bonek tewas terlindas truk, ini memilih membuat program baru: Omah Doyong. Kisah perceraian yang dibuat kayak sinetron.

Wis, lumpuh total Pojok Arena! Saya pun mulai tidak nyaman. Manajemen juga kurang mendukung program ini. Presenter andalan kami, Riska Indah juga hengkang ke Jakarta. Gabung tivi nasional.

Cak Ipin tetap tegar. Bersama Alfino minta saya Istiqomah. Mendampingi tim Pojok Arena. Kedua pendekar ini ingin bangkit lagi.

Pojok Arena merekrut generasi kedua. Saya bangga, teman-teman semangat. Kami malah sempat rapat akbar di Selecta. Hari itu, saya menyatakan berpisah.

Wayae balik ke induk perusahaan. Jawa Pos!

Tongkat estafet Pojok Arena saya serahkan ke Cak Ipin dan Alfino. Mereka menambah kekuatan baru. Merekrut wartawan-wartawan Koran.

Tim lengkap Pojok Arena generasi kedua. Dari kiri: Ambari, Arif, Fian, Memed, Tony, Wily, Arifin Hamid (alm), Abdul Muis, Enes (alm), Alfino (alm), Gentur. Dok. Pribadi

Ada Enes Panderman, Gentur Mukti, Memed, Alfian dan Arif Jepang, Ambari Taufik, Tony Malang, Wily Hendrawan. Presenternya masih ada Ririn, yang atlet ski air jatim itu. Dan, Sinar Yuliati yang cantik dan kini disunting perwira tinggi Polri.

Sinar hidupnya di Jakarta. Tambah bersinar. Lebih mapan ketimbang rekan-rekannya di Pojok Arena. Alhamdulillah,“Tambah makmur Cak,” sebut Alfino kala itu.

Kembali ke almarhum Arifin Hamid. Dari sentuhan tangannya, mantan kameramen jempolan di Stasiun TV Nasional Indosiar dan TPI ini, melahirkan banyak karakter kameraman, reporter, presenter dan prosuder yang handal.

Termasuk Alfino, yang baru saja meninggal tahun lepas. Alfino karirnya terus menanjak. Dari reporter sampai menjadi produser. Bahkan dia sempat mendapat bea siswa belajar di Stasiun TV Jerman Deutsche Welle (DW).

Sayang dia menolak naik pangkat lebih tinggi. Bahkan, mengundurkan diri sebelum masa pensiun. Alfino memang idealis. Dia kemudian menekuni bisnis barang antik.

Alfino sendiri meninggal dunia tidak melalui proses sakit. Ia meninggal seusai berwudlu. Menjelang shalat Isya.

Yang mengalami sakit adalah Kholili Indro dan Zamzami. Zamzami meninggal setelah Alfino tiada.

Sebelum Alfino meninggal adalah Enes yang mendahului “pulang” setelah dirawat di rumah sakit habis kecelakaan.

Dan, Cak Ipinlah orang pertama yang memberitahu saya kalau Zamzami meninggal 2 Juni 2020 lalu. Dia mengirim foto almarhum yang masih gondrong itu pukul 02.28 WIB.

“Dia sekarang di rumah sakit cak. Saya gak tahu dikubur jam berapa,” jawab Cak Ipin ketika saya langsung telpon dini hari itu.

Sepeninggal Zamzami kami tak pernah jumpa lagi dengan Cak Ipin. Kita hanya saling sapa di japrian pesan singkat WA (WhatsApp). Saling kirim karya dan pujian.

Almarhum Huzair Zamzami. Dok. FB

Cak Ipin lah orang paling dekat dengan ibu saya. Yang sebentar lagi memasuki 100 hari meninggalnya.

Setiap kali lewat rumah ibu di Jalan Karang Menjangan, Surabaya, Cak Ipin selalu mampir. Ia bercerita tentang Rozak dan keluarganya.

Bila Hari Raya tiba, Cak Ipin kadang bersama Alfino berkunjung ke ibu almarhum Rozak itu. Kadang sendirian sembari memberi sesuatu ketika meninggalkan rumah ibu.

Saya trenyuh. Mbebres mili kala ibu kami bercerita tentang kebaikan kedua rekan adik saya itu.

“Cak Amu itu orangnya tegas. Kadang keras. Tapi medidik. Hatinya baik dan lembut, walau suaranya meledak-ledak,” puji balik Cak Ipin ketika ngopi bareng Ade Maulana, wartawan muda dari Berita Rakyat yang kini jadi Ketua KJJT (Komuitas Jurnalis Jawa Timur).

Cak Ipin juga pesan sama Ade. “Kalau kerja sama Cak Amu. Satu hal yang perlu anda camkan. Jangan bohongi beliau. Dia guru saya. Cak Amu tahu kalau kamu bohong. Kelasnya dia di jurnalistik itu wis koyok wali. Gestur tubuh dan hatimu bisa dia baca,” Ade nyengir mendengar pesan Cak Ipin di depan saya langsung.

Ya. Cak Ipin memang dituakan sesama rekan wartawan. Malah dia ada yang menyebut abah. Petuahnya selalu didengar yunior-yuniornya.

Di usia yang sudah bercucu-cucu, Cak Ipin masih sanggup ke lapangan cari berita. Tak segan-segan memanggul kamera. Rekan-rekan wartawan banyak yang salut. Sungkan dengan keseniorannya.

Cak Ipin termasuk orang terakhir dari tim lapangan Pojok Arena yang gugur. Sebelum dia adalah Zamzami, Faizal Alfino, Kholili Indro dan Ernes Panderman, generasi kedua Pojok Arena.

Kini Pojok Arena yang sudah lama terkubur itu, telah mengubur pula para pendiri dan pendekarnya. Karya-karya mereka kala itu, sempat mewarnai berita-berita olahraga di Pojok Kampung dan Pojok Pitu yang masih eksis itu.

Selamat jalan rekan-rekan. Mohon maaf atas salah dan khilaf kami. Semoga kalian husnul khotimah dan diterima amal ibadahnya. Allahumma Amin. (Cak Amu)

Exit mobile version