Webinar Pascasarjana IAI Tribakti 2020 – Tema : Quo Vadis Pendidikan Agama Islam di Masa Pandemi Covid-19.
Sabtu, 8 Agustus 2020. Pascasarjana IAI Tribakti 2020 mengadakan webinar yang menghadirkan narasumber yang berkompeten yakni :
1. Prof. Dr. Nur Syam, M.Si Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya, Mantan Sekjend Kemenag RI
2. Prof. Dr. Azis Fahrurrozi, MA
Acara dibuka langsung oleh Direktur Pascasarjana IAI Tribakti Kediri Dr. Suko Susilo M.Si. dimoderatori oleh Dr. A. Ali Riyadi, MA berlangsung tepat jam 09.00 pagi yang diikuti sekitar 100 orang para dosen IAI Tribakti, para mahasiswa pascasarjana IAI Tribakti.
“Pendidikan Tinggi berbasis pesantren di mana pesantren memiliki potensi keberagamaan yang tinggi, terkait dengan lima dimensi religiusitas : Memiliki kesamaan pengetahuan dan paham agama, Memiliki kesamaan dalam teologi agama, Memiliki kesamaan dalam ritual Bergama,memiliki kesamaan dalam konsekuensi beragama, Memiliki kesamaan dalam pengalaman menjalankan agamanya. “ demikian penjelasan Prof. Nur Syam.
Beliau melanjutkan mengenai tantangan pendidikan pesantren, “ Perubahan social yang cepat karena dipicu oleh teknologi informasi yang sudah masuk dalam dunia pesantren, Era revolusi industry 4.0 yang tidak bisa dielakkan. Semua anggota masyarakat terkena dampak ini, Revolusi Industri 4.0 dipastikan juga akan memasuki Kawasan social yang selama ini tertutup, termasuk pesantren, Memicu perubahan perilaku social semua elemen masyarakat, termasuk juga santri, Memicu perubahan pola relasi social di masyarakat, dan juga kemudian dunia pesantren.
Pendidikan Tinggi di Pesantren harus berubah : Hard skill yang dilahirkan oleh Lembaga Pendidikan tinggi pesantren adalah ahli agama, Di antara keahlian tersebut adalah Pendidikan Islam, Dakwah Islam, Syariah, Filsafat dan Teologi Islam, Tugas institusi Pendidikan tinggi adalah mencetak kemampuan hard skill di bidang yang sangat jelas, Keahlian yang disebut soft skill sangat diperlukan , Keahlian soft skill merupakan tambahan atau co-kurikuler yang diperlukan, misalnya keahlian manejemen, kepemimpinan, kewirausahaan, teknologi informasi, Bahasa dan sebagainya.
Beliau menjelaskan bahwa pentingnya penggunaan Teknologi Informasi, ERI 4.0 atau era Disruptif tidak bisa dilawan dengan berpikir konvensional, Lengkapi insfrastruktur TI untuk institusi Pendidikan Islam, Cari tenaga-tenaga IT yang bisa menyusun program pembelajaran berbasis on line, Dosen-dosen harus memiliki keahlian tambahan dalam program pembelajaran system daring, Era yang akan datang adalah era pembelajaran berbasis daring, Yang memenangkan pertarungan adalah yang bisa merenda masa depan dengan pembelajaran berbasis on line.” Inilah yang harus di perhatikan oleh PTKIS termasuk IAI Tribakti.
Pembicara selanjutnya Prof. Azis Fahrurrozi, MA menjelaskan , “ Ada tuntutan kekinian yakni memahami fiqh harus berbasis sosiologi fiqh. Dan ilmu ini belum berkembang.Coba kita lihat pendekatan teori fardhu kifayah sangat pahalaisme.” Bermadzhab harus tetap berijtihad, dan berijtihad tidak mungkin tanpa bermadzhab. Bermadzhab tanpa mengembangkan ijtihad berarti menganggap ilmu selesai. Dan berijtihad tanpa bermadzhab berarti menganggap ilmu mulai dari nol. Padahal tidak ada ilmu berkembang mulai dari nol. Budaya Akademik Perlu Dikembangkan ; Para pemikir dan pelaku agen perubahan di dunia pendidikan harus mengembangkan apa yang disebut segi tiga hadhary yaitu: hadharatus nas, hadharatul ilmi dan hadharatul falsafi.
Hadharatun nas adalah budaya intelektual berbais sumber teks dari primer maupun skunder. Hadharatul ilmu adalah budaya intelektual berbasis data baik primer maupun skunder. Hadharaotul falsafi budaya intelek berbasis hasil kerja jujur bukan nyontek alias produk plagiasi. “ Demikian penjelasan Prof. Azis Fahrurrozi.
Pendidikan di era covid 19 jangan sampai salah arah menjadi media pelatihan. Terampil memanfaatkan segala media, namun yang terbentuk sikap pragmatis, berorientasi kedisinian dan kekinian.
Yang kita butuhkan sekarang ini sebenarnya bukan sekedar orang-orang yang intelektualnya melangit, tetapi kita butuh orang-orang jujur dan berkarakter mulia sesuai misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Kita mempunyai tugas untuk mewujudkan yang dicitakan Alquran yakni menjadi ummat terbaik (خير أمة ) par excellence.
Pesan Muh Iqbal agar muslim bisa menjadi ummat terbaik “ Jadilah Anda besi jika ingin menguasai roti. Besi adalah symbol kekuatan dan kekuasaan, dan roti adalah symbol kesejahteraan. Yang kita rasakan muslim besar namun lemah, hanya menjadi penggembira.
Usia kemerdekaan kita sudah menginjak 75 tahun dan telah silih berganti kepemimpinan nasional hasil demokrasi kapitalis dan boros biaya. Apa yang berubah dari kehidupan bangsa silahkan cari bukti sendiri.
Secara politik muslim mayoritas temarjinalkan. Kita berjuang di luar pagar lewat demo besar yang juga pasti membuang energy besar.
PAI bukan sekedar mapel, tetapi panduan hidup berbangsa dan bernegara. Inilah yang disebut Abduh “الاسلام دين و حضارة Islam agama dan system hidup dan kehidupan.
NU + Muhammadiyah bisa menguasai trias politika jika bisa bersatu dan mau berpikir untuk ummat. Buktikan bahwa kita pencinta Qur’an dan Sunnah bukan pecinta golongan. Itu hanya wadah perjuangan. Semoga ada hidayah. Demikian penjelasan Prof. Azis Farurrozi.
Semua civitas akademika harus mengubah mind setnya menuju ke arah baru program pembelajaran, Harus membangun lingkungan akademik yang mendukung perubahan baru , Jangan kita berada di masa lalu di masa sekarang , Siapa yang cepat berubah sesuai dengan arah baru, maka yang akan memenangkan pertarungan , Semua civitas akademika harus satu kata: ”BERUBAH”, Harus menjadi to be the winner dan bukan to be the losser, Jangan sampai ketinggalan kereta.
( Dr. Nasrul Syarif M.Si. Dosen Integrasi Islam dan Sains Pascasarjana IAI Tribakti – Lirboyo Kediri )