Site icon Bangga Indonesia

Sistem Sempurna Membawa Hujan yang Berkah

Saatnya kita muhasabah diri dan bertaubat kepada Allah SWT

Bangga Indonesia, Surabaya – Sistem Sempurna Membawa Hujan yang Berkah

Oleh: Mimin Nur Indah Sari, S.Si

(Alumni Kimia UIN Malang)

            “Musim hujan telah tiba. Banjir pun menyapa. Seolah rutinitas yang mampu ditebak oleh siapa saja. Sayangnya persoalan banjir tak kunjung usai. Justru kian tahun makin parah. Karenanya masyarakat harus peduli akan kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya.”

 

Sejatinya banjir memang sebuah fenomena alam yang wajar terjadi. Sebagaimana siklus hujan yang terdiri dari beberapa proses, yaitu proses evaporasi atau penguapan, transpirasi, kondensasi, presipitasi, dan run-off. Kesemuanya menuju pada keseimbangan alam.

                Namun, jika banjir tersebut menimbulkan dampak kerugian dan menimbulkan korban jiwa maka banjir tak sekedar fenomena alam, melainkan bencana alam.

Banjir Tak Sekedar Persoalan Sampah

 

            Membuang sampah sembarangan, menyebabkan saluran air tersumbat. Sehingga air hujan membanjiri pemukiman warga. Namun benarkah membuang sampah sembarangan adalah satu-satunya penyebab banjir?

Sejatinya air hujan tak serta merta menimbulkan banjir. Ibarat bak mandi kosong adalah pemukiman warga dan air kran adalah hujan. Agar bak mandi tetap kosong, maka harus ada lubang saluran pembuang air bak mandi.  Lubang itu ibarat sistem peresapan dan pembuangan air hujan. Pembuangan air hujan bisa melalui sungai, danau dan laut. Adapun peresapan air hujan bisa melalui penyerapan pohon di hutan, biopori dan sumur resapan. Terutama pohon-pohon di hutan yang telah terbukti mampu menyerap air hujan secara maksimal.

                Keberadaan pohon di hutan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap proses meresapnya air ke dalam tanah (infiltrasi). Pohon beserta ekosistemnya memiliki lapisan tajuk yang berstrata, serta ekosistem lantai hutan (serasah, tanaman bawah dan lapisan humus), akan kondusif bagi air hujan untuk meresap ke dalam lapisan tanah.

Tajuk pohon berfungsi sebagai penahan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah (presipitasi) melalui proses intersepsi. Proses ini dapat melindungi permukaan tanah dari energi kinetis butir air hujan yang dapat menyebabkan erosi percik. Setelah tajuk jenuh air, air hujan akan menetes sebagai air lolosan dan sebagian mengalir melalui batang pohon sampai ke tanah (aliran batang). Selanjutnya air akan meresap ke dalam tanah secara perlahan-lahan melalui akar pohon dan pori-pori tanah menjadi air simpanan. Pada proses ini serasah mempunyai peranan penting dalam mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi (suplesi air). Yang dikutip dari buku Pohon Sahabat Air (Karya Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai).

Begitu pentingnya keberadaan pohon-pohon di hutan. Keberadaannya mampu menjaga keberlangsungan dan keseimbangan alam. Ketiadaannya, justru mengakibatkan kesulitan  hidup bahkan bencana alam.

Seperti bencana banjir yang terjadi di Kalsel beberapa hari ini. Sekitar 1.500 rumah warga di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalsel kebanjiran. Ketinggian air mencapai 2-3 meter. Menurut Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, M. Jefri Raharja, tak hanya curah hujan tinggi yang menjadi penyebab banjir tapi masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga menjadi penyebab utama bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Fakta ini dapat dilihat dari beban izin konsesi hingga 50 persen dikuasai tambang dan sawit pungkasnya (Kompas.com/ 15 Januari 2021).

Kapitalisme Merusak Keseimbanagan Alam

Sejatinya baik pemerintah maupun masyarakat setempat telah melakukan upaya terbaik untuk mengatasi persoalan banjir. Namun solusi yang ditawarkan adalah solusi untuk menangani banjir di wilayah hilir, yakni wilayah yang paling parah terdampak banjir. Karena wilayah tersebut terkategori dataran rendah.

Alangkah baiknya jika semua kalangan lebih fokus mencari solusi untuk menyelesaikan akar dari persoalan banjir. Yakni mengembalikan fungsi pohon di hutan, demi tercapainya keseimbangan alam. Selama ini, semua pihak telah berusaha untuk mengatasi persoalan banjir, mulai dari pemerintah setempat, LSM konservasi air, akademisi, kaum intelektual maupun masyarakat pada umumnya. Lalu apa sebenarnya yang salah? Bukankah Allah Swt menciptakan alam semesta beserta aturan yang sempurna.

Namun kenyataannya, aturan yang diterapkan bukanlah sitem yang berasal dari Sang Pencipta manusia, melainkan sistem buatan manusia yang sarat akan masalah. Sistem itu bernama kapitalisme demokrasi. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa ekonomi kapitalisme memandang bahwa ukuran kesejahteraan terletak pada nilai produk domestik bruto (PDB).

Bagi kapitalis, kebutuhan (keinginan) manusia tidak terbatas. Sedangkan apa yang disediakan alam sangatlah terbatas. Sehingga dalam pandangan mereka, solusi utama dari persoalan kesejahteraan adalah dengan cara memperbesar produksi agar semua kebutuhan (keinginan) manusia dapat dipenuhi. Maka wajar jika ada eksplorasi alam secara besar-besaran atau dikenal dengan istilah kebebasan berkepimilikan. Sehingga tak ada larangan, karena menjadi bagian dari prinsip kebebasan dalam kapitalisme demokrasi.

Sudah barang tentu, pemerintahan kapitalisme demokrasi akan memudahkan jalan bagi sesiapa yang mampu melakukan eksplorasi hutan melalui Undang-undang. Sebagaimana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan  (Pertambangan) hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. (jdih.kemenkeu.go.id/ 2010)

Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan. Menurut hasil monitoring dan investigasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) hingga tahun 2013 menemukan total penguasaan lahan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) saja, berkisar kurang lebih 7 juta hektar. (www.mongabay.co.id/  22 September 2013).

Aturan yang berasal dari manusia, yakni kapitalisme demokrasi terbukti telah mengubah hujan berkah menjadi hujan musibah. Sebagaimana firman Allah Swt;

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Al-Rûm [30]: 41).

 

Aturan Pencipta yang Maha Sempurna

 

Sudah semestinya kita kembali kepada aturan sang Pencipta manusia. Dialah Allah Allah ‘Azza wa Jalla. Sejatinya Allah Swt telah menjanjikan keberkahan alam semesta kepada hambanya, asalkan hambanya mau beriman dan bertakwa.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96).

 

Bahkah telah Allah berikan jawabannya, bahwa satu-satunya solusi penyelesaian banjir adalah dengan beriman dan bertakwa. Jikalau sekiranya semua kalangan baik pemerintah, ulama, kaum intelektual, dan semua lapisan masyarakat beriman dan bertakwa, pastilah Allah akan limpahkan keberkahan langit dan bumi.

Tentu ketakwaan disini tak boleh hanya setengah-setengah. Namun harus secara keseluruhan mentaati aturan syariat Islam (kaffah). Ketika taat dalam urusan ibadah, kaum muslimin juga harus taat dalam urusan politik Islam. Karena Islam juga mengatur bagaimana sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam,  sistem pergaulan Islam, dan lain sebagainya.

Contohnya saja dalam persoalan ekonomi, sistem ekonomi Islam memandang solusi dari persoalan kesejahteraan adalah bagaimana terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu masyarakat. Sehingga, yang dititik beratkan bukan pada produksi sebagaimana kapitalisme demokrasi. Melainkan pada mekanisme distribusi terbaik agar sampai pada setiap individu rakyat.

Karena muslim yakin akan janji Allah Swt, jika kaum muslimin beriman dan bertakwa maka Allah akan menyediakan segala kebutuhan di alam semesta dengan melimpah, berkah dan tak terbatas. Sehingga, tak akan ada eksplorasi hutan secara besar-besaran. Karena mereka tak perlu mengejar target produksi sebagaimana kapitalisme.

Hutan akan terjaga, karena Rasulullah SAW telah memerintahkannya. Rasulullah SAW mengumumkan hal itu saat penaklukan Mekah melalui sabdanya;

“Suci karena kesucian yang diterapkan Allah padanya hingga hari kebangkitan. Belukar pohon-pohonnya tidak boleh ditebang, hewan-hewannya tidak boleh diganggu dan rerumputan yang baru tumbuh tidak boleh dipotong.”(HR. Muslim).

 

Sahabat Abu Hurairah mengatakan;

“Bila aku menemukan rusa di tempat antara dua lava mengalir, aku tidak akan mengganggunya; dan dia (Nabi) juga menetapkan dua belas mil sekeliling Madinah sebagai kawasan terlindung (hima).” (HR. Muslim).

 

Karenanya, hima sebagai upaya konservasi alam adalah bagian dari syariat Islam. Dengan mentaati dan menerapkan Islam secara kaffah, keberkahan air hujan akan diraih dengan sempurna. Memanglah air hujan sedari awal diciptakan penuh dengan keberkahan. Allah Swt berfirman;

“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang dituai, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba, dan Kami menghidupkan dengannya tanah yang mati. Seperti itulah kebangkitan.” (QS Qaaf: 9-11).

 

 

Exit mobile version