Bangga Indonesia, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggenjot digitalisasi dalam operasional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk mengantisipasi dinamika yang cepat dari perkembangan layanan digital.
“Saat ini sedang dilakukan digitalisasi berupa inisiatif strategis untuk BPR,” kata Analis Eksekutif Senior OJK Roberto Akyuwen dalam webinar terkait hybrid cloud layanan perbankan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, adapun lingkup digitalisasi yang dilakukan untuk BPR itu meliputi agregator informasi, produk dan layanan paripurna, peningkatan kemampuan penyampaian laporan yang ditargetkan harian, dari sebelumnya bulanan atau triwulanan.
Dia menjelaskan OJK juga melakukan inisiatif digitalisasi untuk lembaga keuangan mikro bahkan syariah yakni melalui Bank Wakaf Mikro yang sudah diimplementasikan.
Roberto menambahkan digitalisasi kepada BPR juga untuk meningkatkan inklusi keuangan kepada masyarakat mengingat keberadaan BPR dekat dengan nasabah mulai di pinggiran kota, perdesaan bahkan di daerah terisolasi.
Saat ini, lanjut dia, dari Sabang sampai Merauke, terdapat 1.669 BPR yang menggarap segmentasi pasar mikro dan kecil, sebanyak 1.506 di antaranya BPR beroperasi konvensional dan 163 merupakan BPR syariah.
Berdasarkan total aset, kata dia, per Desember 2020, pangsa pasar industri BPR mencapai 91,21 persen atau Rp155 triliun, tumbuh 3,64 persen secara tahunan.
Sedangkan untuk BPR Syariah, memiliki pangsa pasar 8,79 persen atau Rp14,95 triliun, tumbuh 8,67 persen secara tahunan.
OJK mencatat pelaku usaha mikro di Indonesia mencapai sekitar 58,92 juta atau sekitar 98,68 persen dari total pelaku usaha dan usaha kecil atau sekitar 716 ribu (1,20 persen) yang masih berbasis tunai sehingga ini menjadi target untuk arah digitalisasi.
Ia mengingatkan perbankan nasional termasuk BPR untuk melakukan adaptasi, berani melakuka inisiatif dan berkolaborasi dalam melakukan digitalisasi. ( Ant )