Bangga Indonesia, Surabaya – “Perjalanan Keilmuan tidak boleh berhenti sekalipun Pandemi Covid 19 dan tidak boleh terjadi stagnasi metodologi.” kata Prof. Amin Abdullah.
Sabtu, 20 Maret 2021 Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo mengadakan webinar Bedah Buku Baru Prof Amin Abdullah dengan judul “Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”. “ Ini bedah buku yang ke-26 dan Buku ini dalam 3 bulan sudah tiga kali cetak.” Lanjut beliau. Acara dibuka dengan welcome speech Dr.H Abbas Shofwan MF.LLM Direktur Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri, sebagai Moderator Kaprodi S-2 PGMI Marita Lailia Rahman, M.Pd.I
Di tengah dunia yang berubah cepat dengan tantangan serta krisis semakin kompleks, kajian akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora seharusnya juga berubah dan beradaptasi secara tepat. Merespon akan hal tersebut, Prof. Dr. M. H. Amin Abdullah melahirkan karya buku baru berjudul: “Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”.
Perguruan tinggi, terutama Perguruan Tinggi Islam memiliki kecenderungan untuk melakukan kompartementalisasi disiplin ilmu. Antar disiplin ilmu membentuk dinding pemisah. Ketika hal ini masuk ke studi agama, khususnya Islam, ini akan menjadi tantangan yang berat.
Amin Abdullah bertanya secara teoretis, “Apakah tidak bisa ketemu antara satu ilmu dengan ilmu yang lain? Apakah Kemendikbud dengan Kemenag tidak bisa bertemu?”. Dari pertanyaan tersebut, maka muncullah kegelisahan dalam diri Amin Abdullah. Ia kemudian mencurahkan kegelisahan ini dalam berbagai tulisannya sejak awal tahun 2000an.
Pada tahun 2019, Kementerian Agama menganggap bahwa hal ini menjadi penting sehingga Kemenag menerbitkan buku pedoman tentang integrasi-interkoneksi. “Maka, ketika Kemenag menangkap itu, kemasannya saya rubah menjadi inter, trans, dan multidisiplin,” imbuhnya.
Buku tersebut diantaranya membahas mengapa Studi agama dan studi Islam: mengalami Stagnasi metodologi, padahal perkembangan zaman dan teknologi berkembang pesat. Menurut Prof. Amin Abdullah sebagai penulis menjelaskan bahwa stagnasi metodologi itu dapat dicairkan. Sementara dalam studi agama ada ketegangan antara faith dan tradition. Dalam dunia akademik, salah satu ketegangannya adalah faith and critism, nalar baru yang bisa mencerahkan. Teori insider (mukminuna haqqa) and outsider (kerangka-kerangka teori) partisipant sebagai observer pemikiran yang kritis. Sehingga dalam buku tersebut Prof. Amin Abdullah menerangkan Bagaimana mengatasi ketegangan-ketegangan karena stagnasi metolodogi studi agama, bagaimana hubungan enam rumpun ilmu (ilmu agama, rumpun Ilmu Sosial, rumpun Ilmu Alam, rumpun Ilmu Formal, dan rumpun Ilmu Terapan) di era modern dan post modern.
Amin Abdullah menekankan di dalam hubungan sains dan agama memiliki tiga kata kunci. Pertama, semi permiable, saling menembus satu sama lain. Ilmu fikih misalnya, tidak bisa merasa paling tinggi dan pemegang kebenaran. Begitu juga antropologi dan semua disiplin ilmu yang lain. Antar disiplin ilmu tidak memiliki tembok. Misalnya lagi psikologi dengan kalam.
Pria kelahiran Pati ini menyebut tidak mengenalnya antar disiplin ilmu menandakan adanya kompartementalisasi yang berbahaya. Hal ini tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, misalnya permasalahan pandemi Covid-19.
“Sekarang ini ada 17% orang Indonesia tidak percaya dengan adanya Covid-19, dan itu based on religion. Padahal ini persoalan religion and science. Tidak hanya religion semata,” terangnya.
Kedua, intersubjektif testability. Antar ilmu harus saling mengkritik. Ilmu agama tidak berada di atas segala-galanya dan tidak bebas kritik. Ketiga, creative imagination. Creative imagination hanya ada jika ada pertemuan yang ketat antar disiplin. Pertemuan antar disiplin akan menyebabkan active negotiation of knowledge.
“Perubahan luar biasa terjadi dalam seratus tahun ini, untuk itu studi-studi akademik harusnya berubah, apalagi ada pandemi Covid-19. Dengan adanya pandemi ini, menunjukkan bahwa monodisiplin tidak menjawab apa pun, namun membutuhkan interseksional antar disiplin ilmu,” ujar Amin Abdullah.