“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi”
“Anak muda ini tidak suka dengan motif yang terlalu mencolok. Mereka lebih suka dengan motif, motif yang sederhana,” kata Eko, salah seorang perajin tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, Rabu.
Ia mengatakan, pasar anak muda terbuka luas. Selain suka dengan motif yang sederhana, mereka juga lebih suka dengan warna yang tidak mencolok. Dengan itu, kain bisa dibuat menjadi beragam baju, yang bisa digunakan baik acara formal maupun semi formal.
Dirinya juga menambahkan, anak muda juga cenderung suka kombinasi baju dengan beragam kain termasuk yang polos. Untuk itu, inovasi motif terus dilakukan, sehingga pasar tetap bertahan.
Ia mengakui selama pandemi COVID-19 permintaan tidak terlalu banyak, namun untuk produksi tetap dilakukan. Dirinya mempunyai delapan mesin. Dalam sehari, dua kain mampu dihasilkan dari mesin tersebut.
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi. Dulu kain juga untuk bahan masker. Lalu ada pameran virtual, lalu gerakan membeli produk lokal, jadi tetap jalan produksinya,” ujar dia.
Ia mengakui dampak dari pandemi COVID-19 juga akses transportasi yang terbatas. Hal itu menyebabkan biaya transportasi membengkak, sehingga dirinya dengan terpaksa menaikkan harga jual kain. Jika sebelumnya tenun ikat dijual di bawah Rp200 ribu per lembar, kini harganya di atas Rp200 ribu.
Dirinya bersyukur di pandemi usaha tetap jalan kendati lambat. Jika hari biasa, per bulan bisa terjual hingga sekitar 1.000 lembar kain, saat pandemi COVID-19 turun. Namun, dukungan dari pemerintah dan berbagai instansi membuat usahanya juga tetap berjalan.
Menghadapi Hari Raya Idul Fitri 2021, saat ini di perusahaan juga sudah membuat sarung. Ini karena permintaan kain sarung sudah mulai banyak.
“Sekarang mulai membuat sarung. Ini karena momentum, jadi mendekati Ramadhan dan Lebaran ini, permintaan sudah mulai ada. Kalau tenun ikat selalu tersedia, sekarang ini sarung yang dibuat,” ujar dia.
Untuk harga sarung, ia juga mengatakan beragam mulai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Sarung itu sudah dijahit sekalian, sehingga tinggal memakai.(ant)
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi”
“Anak muda ini tidak suka dengan motif yang terlalu mencolok. Mereka lebih suka dengan motif, motif yang sederhana,” kata Eko, salah seorang perajin tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, Rabu.
Ia mengatakan, pasar anak muda terbuka luas. Selain suka dengan motif yang sederhana, mereka juga lebih suka dengan warna yang tidak mencolok. Dengan itu, kain bisa dibuat menjadi beragam baju, yang bisa digunakan baik acara formal maupun semi formal.
Dirinya juga menambahkan, anak muda juga cenderung suka kombinasi baju dengan beragam kain termasuk yang polos. Untuk itu, inovasi motif terus dilakukan, sehingga pasar tetap bertahan.
Ia mengakui selama pandemi COVID-19 permintaan tidak terlalu banyak, namun untuk produksi tetap dilakukan. Dirinya mempunyai delapan mesin. Dalam sehari, dua kain mampu dihasilkan dari mesin tersebut.
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi. Dulu kain juga untuk bahan masker. Lalu ada pameran virtual, lalu gerakan membeli produk lokal, jadi tetap jalan produksinya,” ujar dia.
Ia mengakui dampak dari pandemi COVID-19 juga akses transportasi yang terbatas. Hal itu menyebabkan biaya transportasi membengkak, sehingga dirinya dengan terpaksa menaikkan harga jual kain. Jika sebelumnya tenun ikat dijual di bawah Rp200 ribu per lembar, kini harganya di atas Rp200 ribu.
Dirinya bersyukur di pandemi usaha tetap jalan kendati lambat. Jika hari biasa, per bulan bisa terjual hingga sekitar 1.000 lembar kain, saat pandemi COVID-19 turun. Namun, dukungan dari pemerintah dan berbagai instansi membuat usahanya juga tetap berjalan.
Menghadapi Hari Raya Idul Fitri 2021, saat ini di perusahaan juga sudah membuat sarung. Ini karena permintaan kain sarung sudah mulai banyak.
“Sekarang mulai membuat sarung. Ini karena momentum, jadi mendekati Ramadhan dan Lebaran ini, permintaan sudah mulai ada. Kalau tenun ikat selalu tersedia, sekarang ini sarung yang dibuat,” ujar dia.
Untuk harga sarung, ia juga mengatakan beragam mulai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Sarung itu sudah dijahit sekalian, sehingga tinggal memakai.(ant)
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi”
“Anak muda ini tidak suka dengan motif yang terlalu mencolok. Mereka lebih suka dengan motif, motif yang sederhana,” kata Eko, salah seorang perajin tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, Rabu.
Ia mengatakan, pasar anak muda terbuka luas. Selain suka dengan motif yang sederhana, mereka juga lebih suka dengan warna yang tidak mencolok. Dengan itu, kain bisa dibuat menjadi beragam baju, yang bisa digunakan baik acara formal maupun semi formal.
Dirinya juga menambahkan, anak muda juga cenderung suka kombinasi baju dengan beragam kain termasuk yang polos. Untuk itu, inovasi motif terus dilakukan, sehingga pasar tetap bertahan.
Ia mengakui selama pandemi COVID-19 permintaan tidak terlalu banyak, namun untuk produksi tetap dilakukan. Dirinya mempunyai delapan mesin. Dalam sehari, dua kain mampu dihasilkan dari mesin tersebut.
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi. Dulu kain juga untuk bahan masker. Lalu ada pameran virtual, lalu gerakan membeli produk lokal, jadi tetap jalan produksinya,” ujar dia.
Ia mengakui dampak dari pandemi COVID-19 juga akses transportasi yang terbatas. Hal itu menyebabkan biaya transportasi membengkak, sehingga dirinya dengan terpaksa menaikkan harga jual kain. Jika sebelumnya tenun ikat dijual di bawah Rp200 ribu per lembar, kini harganya di atas Rp200 ribu.
Dirinya bersyukur di pandemi usaha tetap jalan kendati lambat. Jika hari biasa, per bulan bisa terjual hingga sekitar 1.000 lembar kain, saat pandemi COVID-19 turun. Namun, dukungan dari pemerintah dan berbagai instansi membuat usahanya juga tetap berjalan.
Menghadapi Hari Raya Idul Fitri 2021, saat ini di perusahaan juga sudah membuat sarung. Ini karena permintaan kain sarung sudah mulai banyak.
“Sekarang mulai membuat sarung. Ini karena momentum, jadi mendekati Ramadhan dan Lebaran ini, permintaan sudah mulai ada. Kalau tenun ikat selalu tersedia, sekarang ini sarung yang dibuat,” ujar dia.
Untuk harga sarung, ia juga mengatakan beragam mulai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Sarung itu sudah dijahit sekalian, sehingga tinggal memakai.(ant)
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi”
“Anak muda ini tidak suka dengan motif yang terlalu mencolok. Mereka lebih suka dengan motif, motif yang sederhana,” kata Eko, salah seorang perajin tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, Rabu.
Ia mengatakan, pasar anak muda terbuka luas. Selain suka dengan motif yang sederhana, mereka juga lebih suka dengan warna yang tidak mencolok. Dengan itu, kain bisa dibuat menjadi beragam baju, yang bisa digunakan baik acara formal maupun semi formal.
Dirinya juga menambahkan, anak muda juga cenderung suka kombinasi baju dengan beragam kain termasuk yang polos. Untuk itu, inovasi motif terus dilakukan, sehingga pasar tetap bertahan.
Ia mengakui selama pandemi COVID-19 permintaan tidak terlalu banyak, namun untuk produksi tetap dilakukan. Dirinya mempunyai delapan mesin. Dalam sehari, dua kain mampu dihasilkan dari mesin tersebut.
“Pandemi semua merasakan dampaknya, namun kami tetap produksi. Dulu kain juga untuk bahan masker. Lalu ada pameran virtual, lalu gerakan membeli produk lokal, jadi tetap jalan produksinya,” ujar dia.
Ia mengakui dampak dari pandemi COVID-19 juga akses transportasi yang terbatas. Hal itu menyebabkan biaya transportasi membengkak, sehingga dirinya dengan terpaksa menaikkan harga jual kain. Jika sebelumnya tenun ikat dijual di bawah Rp200 ribu per lembar, kini harganya di atas Rp200 ribu.
Dirinya bersyukur di pandemi usaha tetap jalan kendati lambat. Jika hari biasa, per bulan bisa terjual hingga sekitar 1.000 lembar kain, saat pandemi COVID-19 turun. Namun, dukungan dari pemerintah dan berbagai instansi membuat usahanya juga tetap berjalan.
Menghadapi Hari Raya Idul Fitri 2021, saat ini di perusahaan juga sudah membuat sarung. Ini karena permintaan kain sarung sudah mulai banyak.
“Sekarang mulai membuat sarung. Ini karena momentum, jadi mendekati Ramadhan dan Lebaran ini, permintaan sudah mulai ada. Kalau tenun ikat selalu tersedia, sekarang ini sarung yang dibuat,” ujar dia.
Untuk harga sarung, ia juga mengatakan beragam mulai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu. Sarung itu sudah dijahit sekalian, sehingga tinggal memakai.(ant)