Bangga Indonesia, Jakarta – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebutkan bahwa okupansi atau keterisian hotel di kawasan Bandung dan Puncak, Jawa Barat mencapai 65 persen pada libur Natal 2020.
Hariyadi menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang memilih untuk menghabiskan libur akhir tahun mereka ke Bandung dan Puncak, sebagai alternatif liburan ke Bali. Pasalnya, Pemerintah Provinsi Bali menerapkan protokol kesehatan lebih ketat, yakni kewajiban PCR Test bagi wisatawan.
“Masyarakat yang tidak ke Bali, perginya di sekitaran pulau Jawa saja. Jadi di Bandung dan Puncak itu ramai, karena bisa ditempuh dengan mobil,” kata Hariyadi saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Hariyadi menilai bahwa okupansi hotel di Bali untuk libur akhir tahun hanya mencapai sekitar 15 persen di kawasan Ubud, sedangkan di Kabupaten Badung mencapai 25 persen.
Menurut dia, okupansi ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi keterisian hotel selama pandemi yang bahkan tidak mencapai 10 persen, akibat banyak hotel yang tutup.
“Bali ini paling berat karena jumlah kamarnya besar. Total semua kamar sekitar 160 ribuan, jadi sekarang ini contohnya di Kabupaten Badung hanya sekitar 25 persen,” kata Hariyadi.
Hariyadi yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tersebut menambahkan bahwa destinasi wisata di Pulau Jawa memang menjadi incaran bagi masyarakat untuk berlibur akhir tahun.
Namun demikian, ia tidak menampik bahwa kewajiban rapid test antigen bagi wisatawan berdampak pada tingginya pembatalan pemesanan hotel, terutama di Yogyakarta.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menerbitkan Surat Edaran (SE) Tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Perjalanan Orang dengan Transportasi Selama Masa Libur Natal dan Tahun Baru Dalam Masa Pandemi COVID-19.
SE tersebut merujuk pada Surat Edaran yang diterbitkan oleh Satgas Penanganan COVID-19 No. 3 Tahun 2020 Tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Nataru dalam Masa Pandemi Covid-19 (SE Satgas Covid 19) yang ditetapkan pada 19 Desember 2020 dan diterbitkan/diumumkan pada 20 Desember 2020.
“Cancellation terbesar itu sewaktu H-2 Natal setelah kewajiban diumumkan. Setelah itu sudah mulai terisi lagi, meskipun kenaikannya tidak signifikan karena orang masih banyak yang takut,” kata Hariyadi Sukamdani