Bangga Indonesia, Papua – Papua dikenal sebagai salah satu daerah dengan kekayaan budaya yang luar biasa di Indonesia. Dari berbagai ritual dan upacara adat yang masih terjaga, masyarakat menempatkan tradisi Bakar Batu pada posisi istimewa. Mereka tidak sekadar memasak, melainkan merayakan kebersamaan melalui ritual sarat makna filosofis.
Asal-usul Tradisi Bakar Batu
Masyarakat Papua sudah melakukan Bakar Batu secara turun-temurun, terutama di wilayah pegunungan seperti Lembah Baliem, Paniai, hingga Wamena. Mereka memanaskan batu kali di atas kayu bakar hingga membara, lalu menimbunnya bersama daging, sayur, dan umbi-umbian di dalam lubang tanah. Daun-daun hijau menutup tumpukan itu agar makanan matang secara alami. Pada awalnya, warga menggelar Bakar Batu untuk menandai momen penting, misalnya panen, kelahiran, pernikahan, atau penyelesaian konflik. Seiring waktu, mereka juga menggunakannya untuk menyambut tamu terhormat dan merayakan acara keagamaan.
Proses Pelaksanaan
Warga memulai prosesi dengan mengumpulkan bahan makanan: daging babi atau ayam, sayur-mayur, serta umbi-umbian. Bersama-sama, mereka mencari batu kali, kayu bakar, dan dedaunan untuk lapisan penutup. Setelah api menyala dan batu membara, mereka menyusun lapisan makanan di atas batu panas: daging, sayur, umbi, lalu menutupnya dengan daun. Proses ini berlangsung beberapa jam hingga semua bahan matang. Begitu makanan siap, warga membukanya dan membagikannya kepada semua peserta tanpa terkecuali.
Makna Filosofis
Di balik asap dan aroma khas saat lapisan batu dibuka, tersimpan pesan kebersamaan yang kuat. Warga makan dalam porsi yang sama, tanpa ada yang lebih banyak atau lebih sedikit. Prinsip ini menegaskan nilai keadilan sosial dan solidaritas. Selain itu, Bakar Batu menjadi wujud syukur atas rezeki yang mereka terima, baik dari panen maupun hewan ternak. Ritual ini juga mempererat hubungan sosial, meredam perselisihan, dan menjaga harmoni dalam komunitas.
Relevansi di Era Modern
Meski modernisasi menjangkau banyak wilayah Papua, masyarakat tetap menjaga kelestarian Bakar Batu. Bahkan, mereka menjadikannya atraksi budaya dalam berbagai festival, seperti Festival Lembah Baliem. Dengan menyaksikan prosesi ini, wisatawan dari dalam maupun luar negeri membantu memperkenalkan tradisi tersebut tanpa mengurangi kesakralannya. Bakar Batu membuktikan bahwa kearifan lokal mampu bertahan sekaligus menyesuaikan diri dengan zaman. Lebih dari sekadar ritual, ia mengajarkan arti kebersamaan, keadilan, dan rasa syukur yang tetap relevan sepanjang masa. (FYN)