Bangga Indonesia, Modung-Bangkalan – Sudah kepalang basah. Bakal calon (Balon) “Klebun” istilah Kepala Desa di Madura, Suroto, yang didiskualifikasi tidak berjuang sendiri. Ia menunjuk seorang lawyer (panasihat hukum).
Balon dari Desa Patenteng, Modung-Bangkalan itu bersikukuh agar P2KD (Panitia Pemilihan Kepala Desa) memverifikasi ulang pendataan dokumen peserta yang sudah ditetapkan 12 April itu. Melalui kuasa hukumnya, Suroto berharap Bupati Bangkalan turun tangan.
Harapan Balon yang santri alumni Ponpes Sidogiri Pasuruan ini, sudah dilaksanakan lawyernya, Moh. Taufik SH. MH. Kamis (15/04) pagi, Taufik sudah menyampaikan aspirasinya bersama simpatisan Suroto di Kantor Kabupaten Bangkalan.
Hadir dalam penyampaian tuntutannya itu adalah wakil dari DPRD Bangkalan, Muspika, semua pengurus TFPKD (Tim Fasilitasi Pemilihan Kepala Desa), P2KD, BPD (Bada Permusyawaratan Desa) dan lainnya.
Dihubungi banggaindonesia.com, Jumat (16/04) Taufik menyebut pertemuan dengan para pejabat publik itu berlangsung lancar. Ia menyampaikan tuntutannya kepada yang berkepentingan agar aspirasinya sampai ke tangan Bupati Bangkalan, R Abdul Latif amin.
Dalam aspirasinya, pihak Suroto menutut agar ada verifikasi ulang dalam pendataan Balon Pilkades di Patenteng. “Verifikasi ulang ini harus diambil alih oleh kabupaten,” tegas Taufik.
Mengapa? “Setelah kami dalami ternyata ada beberapa dugaan penyimpangan di administrasi,” tegasnya.
Karena itu, dia heran pihak panitia telah memutuskan lima nama kontestan yang ditetapkan sebagai calon yang berkompetisi pada Senin,12 April 2021.
“Sebagai penasihat hukumnya, saya akan melakukan upaya hukum untuk kepentingan klien, yang bakal calon dan sudah didiskualifikasi itu,” jelasnya.
Menurut Taufik, kliennya, Suroto, secara administrasi, dokumen yang dipakai untuk pendaftaran sudah sempurna. Sedangkan ada bakal calon lain yang diloloskan, sementara administrasinya cacat.
“Ada beberapa dokumen pribadinya yang cacat. Tidak sama. Ini seharusnya validasi verifikasinya diteliti betul,” ungkapnya. “Kalau sampai hal ini terjadi, ini menyesatkan. Ini telah melukai dan menciderai nilai-nilai demokrasi di Pilkades Patenteng,” imbuhnya.
Ia membuktikan saat melakukan pendalaman dalam diskusi dengan pejabat setempat, Kamis itu, terkesan hanya beralibi. Sesungguhnya, menurut dia, ada nuansa kebenaran di situ.
“Memang betul dokumen itu cacat, tapi di sana beralibi dan berasalan bahwa proses sanggah menyanggah itu sudah selesai. Selanjutnya verifikasi,” ceritanya.
Taufik kemudian berargumentasi bahwa hal itu bukan soal sanggah menyanggah. Hal ini ada fakta yang ditemukan setelah proses penetapan. Artinya keputusan itu ada koreksi, ada diskresi.
“Kita melihat asas diskresi. Jangan kemudian ada kesalahan, ada fatal di sini, kemudian sudah ada keputusan,” katanya.
Menurut dia, pihak panitia lantas menyarankan agar menindaklanjuti ke pengadilan. “Kita semua tahu keputusan ketatanegaraan berada di PTUN,” kilahnya.
Tapi dalam hal ini keputusan tatanegara itu bisa dilakukan oleh pejabat negara yang memberi keputusan. “Kan kita melihat asas itu. Atau ada pemangku kebijakan dari kabupaten atau bupati yang mengambil alih sebagai diskresi,” harapnya.
“Ini salah. Hukum ini. Jangan lantas bicara silahkan ke pengadilan. Lho, orang yang mengatakan begitu adalah orang yang tidak mau berdiskusi dan mendengarkan,” lanjut Taufik.
Ia mengaku tidak melihat siapapun yang menjadi calonnya. Pihaknya hanya melihat ada proses yang salah. “Jadi inilah ada sebuah bentuk kriminalisasi kepada klien kami. Juga ada dugaan kuat sebagai rekayasa,” ujarnya.
Dia melihat ada ketidaktelitian di pihak P2KD. “Kalau ada proses verifikasi salah, ya jangan diteruskan. Ini namanya cacat hukum. Ada calon yang cacat dokumennya, sedangkan calon kami yang sempurna tapi digagalkan. Kan, di situ persoalannya,” ungkapnya.
Kenapa tidak sejak awal pendaftaran dan setelah verifikasi melakukan aksi? “Kami mendapatkan bukti itu setelah verifikasi. Bagaimana mungkin kami mengetahui, wong itu berkasnya ada di mereka. Kan kita dianggap nyolong nanti,” jawabnya.
Hal itu, menurut dia, sudah menjadi hak prerogratif panitia. Tapi jika semua calon yang mendaftar ke P2KD, kemudian diberi tembusan berkasnya dan semua bisa mengoreksi, maka tahap pendaftaran ini akan transfaran.
“Tapi hal itu tidak mereka lakukan. Kami mendapat berkas itu dari hasil investigasi, malam sebelum ada keputusan,” jelasnya.
TIDUR DI KANTOR BUPATI
Karena itu, Taufik menyimpulkan dugaan sementara ada tindak kesewenang-wenangan yang dilakukan oknum P2KD Patenteng. Kenapa begitu?
Pertama protes verifikasi itu dilakukan tapi dibiarkan. Seharusnya ada koreksi. “Yang kedua, ada salah satu calon yang sudah mendaftarkan, itu kelasnya di bawah calon klien kami. Tapi, tinggi nilainya,” akunya.
Bahkan, lanjutnya, ada dugaan kuat, nilai calon itu lebih tinggi dari nilainya yang diperoleh incumbent. Padahal incumbent ini memiliki pengalaman sebagai kades.
“Tentunya dia paling tinggi nilainya, karena punya pengalaman. Sebagai kepala desa, mestinya 100 persen. Kan begitu. Ini tidak punya pengalaman, tapi nilainya lebih tinggi. Lucu kan,” akunya.
Langkah apa yang akan dilakukan jika upaya pertama tak membuahkan hasil? Taufik mengaku tetap mengejar langkah pertama mendesak pihak kabupaten mengkaji ulang.
Sebab, katanya, apa yang menjadi faktor adalah masyarakat yang mendukung kliennya. “Kami sangat khawatir akan ada aksi yang tidak diinginkan,” imbuh Taufik.
Ia tetap meminta bupati mengambil alih verifikasi karena ada diskresi di situ. Kalau tuntutannya belum direspon, hari Senin pihaknya sudah menyiapkan surat untuk melakukan aksi tidur di tempatnya bupati. “Kita akan berbuka dan sahur di sana. Kalau hal ini tidak diindahkan,” serunya.
Ia berharap bupati harus mengambil alih untuk verifikasi ulang. “Kami menerima siapapun yang akan jadi calon. Tapi harus terbuka. Transfaran. Kita bicara akuntabilitas, bicara demokrasi, tapi ternyata begitu. Pakai kucing-kucingan,” tegasnya.
Dihubungi di tempat terpisah, Ketua P2KD H Mas’ud menyebut keputusan pihak TFPKD tidak berubah. Pihaknya tetap diminta untuk melanjutkan tahapan berikut. Pemilihan Pilkades pada 2 Mei 2021.
Berarti keberadaan lima kompetitor tidak akan bisa dikoreksi lagi? Ia menyebut hal itu sudah menjadi keputusan TFPKD. “Bukan dari P2KD. Karena P2KD sudah melaporkan hasil veriikasi kepada TFPKD kabupaten,” jelas Mas’ud.
Ketika disinggung ada kejanggalan dan cacat dokumen salah satu Balon, dia mengaku sudah memeriksanya. “Mat Kosim itu tahun sebelumnya pernah menjadi kontestan. Ini pemain lawas. Saya melihat ijazah dan KTP yang dimiliki sah. Semua dokumennya sudah saya periksa, tidak ada masalah,” jelasnya.
Soal alamat kelahiran yang tidak sama antara ijazah dan akte kelahirannya, diakui Mas’ud memang ada perbedaan. Sebab, akte kelahiran itu dibuat Mat Kosim setelah lulus SD. Sedangkan nama di ijazah dan KTP-nya sama.
Tentang nama orang tua Mat Kosim yang diduga kubu Suroto tidak sama antara yang di ijazah dan nama orang tua sebenarnya, pihaknya mengaku tidak tahu. “Kami hanya mendata dokumen pendaftaran sesuai syarat yang sudah dipenuhi,” katanya.
Sejak pendaftaran, diakui Mas’ud, tidak ada komplain. Pihaknya juga sudah memberikan waktu untuk peserta lainnya membuat sanggahan sebelum memasuki seleksi tahap kedua. Yaitu tes uji kompetensi.
Uji kompetensi ini, katanya sudah menjadi peraturan bupati (perbup) untuk Pilkades jika pesertanya melebihi jumlah ketentuan. “Skoring juga sudah fair karena yang menguji pihak UTM (Universitas Trunojoyo Madura,” jelasnya.
Karena itu, pihak yang mempersoalkan adanya uji kompetensi ini adalah mereka tidak tahu soal perbup. “Masing-masing peserta nilai uji kompetisinya disesuaikan dengan standar kelulusan pendidikannya,” ujar Mas’ud.
Jadi peserta yang tamatan SMA dan Perguruan Tinggi tidak sama skoringnya. “Makanya saya sendiri heran, orang lulusan sarjana kok kalah dengan lulusan SMA,” ujarnya.
Mas’ud juga menampik ketika diduga ada kejanggalan administrasi. Ia menyebut proses penyeleksian sudah dilakukan secara benar.
“Yang namanya manusia tidak selalu benar. Saya sudah umumkan di setiap dusun saat pendaftaran dan pengesahan pada tanggal 25 Maret. Sampai menunggu tiga hari, tidak ada sanggahan atau komplain tiap-tiap calon,” jelasnya.
Karena itu, ia menilai terlambat jika setelah ada penatapan, masih ada bakal calon yang melakukan komplain. “Sampai hari ini tidak ada perubahan. Kami diminta TFPKD untuk meneruskan tahap pemilihan,” tegas Mas’ud.
Sementara itu, Ketua TFPKD Kabupaten Bangkalan, Ahmad Ahadiyan Hamid kepada awak media di Bangkalan mengaku akan melakukan rapat koordinasi dengan tim fasilitasi yang lain. Ia menyebut pengambilan keputusan harus kolektif kolegial.
Ia meminta selama dua hari sejak bertemu timnya Suroto, hasilnya akan disampaikan kepada bupati. Dalam Pilkades di Desa Patenteng ini ada enam Balon. Selain Suroto yang sudah didiskualifikasi ada lima Balon yang lolos. Yaitu Laila Kur’ani (1), Maruki SPd (2) Mh Maskur Hidayaturrohim SPd (3), Mat Kosim (4) dan Maruji SPd (5). (aba)