Bangga Indonesia –
Oleh: Saepudin Muhtar (Gus Udin)
Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik UIN Jakarta, Dosen Fakultas Ilmu Politik Universitas Djuanda Bogor
Bisnis baru di dunia digital telah banyak menarik minat orang untuk ikut terlibat di dalamnya, dikarenakan keuntungan besar yang ditawarkan di bisnis ini tanpa harus kerja keras, keluar keringat, tinggal rebahan saja, tambang digitalnya terus menghasilkan uang. Mantap bukan?
Salah satu dari sekian banyak bisnis digital tersebut ialah EDCCash. EDCCash atau E Dinar Coin Cash adalah platform mata uang digital yang dikelola dengan menggunakan aplikasi mining di EDCCash. Pada prinsipnya dengan menggunakan aplikasi EDCCash, para pengguna akan dimudahkan dalam melakukan penambahan poin dan penjualan.
EDCCash menggunakan Skema Ponzi. Sama saja dengan Multi Level Marketing (MLM) atau Give4Freedom. Hanya saja Skema Ponzi atau arisan berantainya ditutupi dengan penyamaran bisnis penambangan cryptocurrency. Jadi mudah sekali dikenali sebagai penipuan.
Satgas Waspada Investasi OJK pada bulan Oktober 2020 telah menghentikan 32 entitas investasi ilegal salah satunya EDCCash yang dikategorikan sebagai asset crypto tanpa izin. Jauh sebelumnya, Satgas Waspada Investasi OJK pada bulan April 2018 juga telah menstop 19 entitas uang virtual salah satunya EDCCash karena menggunakan cryptocurrency.
Larangan penggunaan Cryptocurrency diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang yang hanya memperkenankan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
Kejanggalan aktivitas platform EDCCash terungkap ke publik saat sejumlah orang yang berasal dari Bekasi dan Bogor mengaku kesulitan mencairkan aset crypto mereka. Warga yang marah pun mendatangi kediaman CEO EDCCash, Abdulrahman Yusuf.
Di sisi lain, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis menjelaskan, bitcoin sama seperti EDCCash sebagai investasi lebih dekat pada gharar atau spekulasi yang merugikan orang lain.
“Kalau berkenaan dengan investasi saya menyebutkan haram karena di dalam ada aset pendukung, harga tak bisa dikontrol, dan keberadaannya tak ada yang menjamin secara resmi,” (24/1/2018)
Menurutnya, transaksi jual beli mata uang hanya boleh dilakukan dengan beberapa ketentuan. Yaitu tidak untuk spekulasi, ada kebutuhan, apabila transaksi dilakukan pada mata uang sejenis nilainya harus sama tunai (taqabudh).
Oleh karena itu, seyogianya masyarakat lebih cerdas dan teliti dalam memilih investasi yang akan dilakukan, karena pada prinsipnya, sesuatu yang didapatkan secara instan akan lebih cepat hilang, berbeda dengan hasil yang diperoleh dari proses dan perjuangan yang panjang.(ant)