Bangga Indonesia, Semarang – Perlu membangkitkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai roh dan jiwa bangsa Indonesia untuk menjawab berbagai tantangan zaman, kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.
“Tidak bisa dipungkiri di era ini muncul berbagai tantangan terhadap kebangsaan kita akibat dinamika yang terjadi di berbagai bidang di dunia,” katanya saat membuka diskusi daring bertema Pancasila dan Tantangan-Tantangan Kebangsaan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/6).
Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, dihadiri oleh Dr. Otto Gusti Madung (Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores), Mujtaba Hamdi (Direktur Eksekutif Wahid Institute), Dimas Oky Nugroho, Ph.D (Direktur Eksekutif Akar Rumput Research & Consulting), Gatot Prio Utomo (Ketua Umum NU Circle) dan Dr. Atang Irawan, S.H, M.Hum (Ketua DPP Partai NasDem) sebagai narasumber.
Hadir juga Dr. Ngatawi Al-Zastrouw (budayawan), Dr. Diana Mutiah (pendidik), dan Nyoman Wiryadinatha (jurnalis) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, bangsa Indonesia perlu menegaskan jati dirinya lewat pengamalan sejumlah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Apalagi, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, Pancasila adalah bagian dari empat konsensus kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.
Agar mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, anak bangsa harus mampu membumikan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya.
Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores, Otto Gusti Madung mengungkapkan, bangsa Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang dapat membahayakan persatuan bangsa.
Tantangan itu, jelas Otto, antara lain adalah radikalisme agama, globalisme ekonomi, kesenjangan sosial, dan korupsi.
Menurut Otto, bangsa Indonesia berada dalam pergaulan global. Karena itu, tambahnya, usaha untuk menghidupi Pancasila sebagai landasan etis kehidupan bangsa harus ditempatkan dalam dialog dengan etika politik global yakni faham hak-hak asasi manusia.
Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi, berpendapat dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari 17.441 pulau dan 633 suku bangsa, Pancasila sangat dibutuhkan sebagai perekat dari keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
Menurut Mujtaba, tantangan bangsa saat ini adalah intoleransi dan radikalisme. Berdasarkan survey Wahid Institute, ujarnya, kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila dan UUD 1945 dalam menjawab tantangan kebangsaan saat ini, cukup tinggi, sekitar 82 persen.
Dengan kondisi tersebut, menurut Mujtaba, penting untuk tetap membuka ruang dikusi terkait pemahaman nilai-nilai kebangsaan, agar tetap memberikan kewarasan berpikir anak bangsa dalam menjawab tantangan yang ada saat ini.
Direktur Eksekutif Akar Rumput Research & Consulting, Dimas Oky Nugroho mengungkapkan berdasarkan data BPS 2020, kelompok usia 16-39 tahun tercatat 64 juta orang.
Dengan kondisi itu, jelas Dimas, peran generasi muda sangat besar untuk terlibat aktif dalam proses membangun bangsa di masa datang.
Karena itu, tambahnya, nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 harus benar-benar dipahami oleh generasi muda.
Menurut Dimas, perlu upaya agar generasi penerus bangsa itu mendapatkan pendidikan yang lebih dalam terkait nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila, bukan sekadar indoktrinasi atau jargon.
Tetapi, tegasnya, sebuah sistem yang mampu meningkatkan pemahaman generasi muda sehingga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut.
Untuk itu, tegasnya, kita memerlukan kebijakan publik yang konsisten dan keteladanan yang mampu mengakselerasi pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang diwariskan para pendiri bangsa itu.
Ketua Umum NU Circle, Gatot Prio Utomo mengungkapkan, tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah
disintegrasi politik dan sosial, teokratisme, oligarki dan korupsi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, jelas Gatot, pembangunan ideologi harus senafas dan sebangun dengan pembangunan karakter anak bangsa.
Menurut Gatot, dalam membentuk jati diri bangsa perlu perpaduan antara pemahaman ideologi dan karakter individu anak bangsa yang kuat.
Ketua DPP Partai NasDem Atang Irawan menilai globalisasi dan kebencian terhadap orde baru berdampak pada pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
Pasca-Orde Baru, jelas Atang, terjadi sejumlah perubahan pola pengajaran Pancasila terhadap generasi muda, yang berdampak konfigurasi materi ajar terkait Pancasila jauh berkurang.
Maka, ujar Atang, wajar bila generasi muda saat ini sangat minim pemahamannya terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kondisi itu, jelasnya, ditambah lagi dengan adanya globalisasi yang memungkinkan cara pandang dari luar bebas masuk ke setiap individu dan mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir anak bangsa.
Karena itu, Atang berpendapat, harus segera dilakukan pembenahan secara sistematis melalui kebijakan dan sistem pendidikan yang tepat untuk memperkuat pemahaman nilai-nilai kebangsaan setiap warga negara.
Budayawan, Ngatawi Al-Zastrouw mengandaikan Pancasila sebagai berlian yang hanya bisa bernilai dan bermanfaat bagi orang paham mengolahnya.
Pelaksanaan Pancasila, jelas Zastrouw, memerlukan kebeningan hati, kepekaan rasa dan kelapangan berpikir setiap anak bangsa.(ant)