Jalan Menuju Kesempurnaan Ibadah.
Sobat. Sesungguhnya hal pertama dan utama yang harus diperhatikan oleh seorang hamba adalah ibadah. lalu dia juga harus fokus dalam menempuh jalannya diiringi bisikan dari langit dan taufiq yang diberikan secara khusus oleh Allah SWT.
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٖ مِّن رَّبِّهِۦۚ فَوَيۡلٞ لِّلۡقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ
(٢٢)
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” ( QS. Az-Zumar (39) : 22 )
Sobat. Ayat ini menegaskan bahwa tidaklah sama orang yang telah dibukakan Allah hatinya sehingga menerima agama Islam, dengan orang yang sesat hatinya, sehingga ia mengingkari kebenarannya. Hati orang tersebut telah melihat kekuasaan dan kebesaran Allah dalam keindahan dan keajaiban alam ini, lalu terbukalah hatinya menerima pancaran cahaya dari nur Ilahi. Sebaliknya orang-orang yang sesat hatinya, tidak melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah dalam kejadian alam ini, mereka menyangka kejadian tersebut tidak lain dari suatu proses kejadian alam itu sendiri, tanpa ada yang mengaturnya. Mereka merasa sanggup mengubah atau memperbaiki proses kejadian tersebut. Hal ini disebabkan karena kebodohan dan pandangan mereka yang picik sehingga hati mereka tetap tertutup, dan tidak memungkinkan masuknya pancaran nur Ilahi ke dalam hatinya. Kedua macam orang itu tentulah tidak sama. Pada ayat yang lain, Allah menegaskan tentang ketidaksamaan kedua macam orang itu. Allah berfirman:
Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? (al-An’am/6: 122)
Ibnu ‘Abbas meriwayatkan, “Di antara orang yang telah dilapangkan Allah dadanya menerima agama Islam, ialah Abu Bakar r.a. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ia berkata:
Rasulullah saw membaca ayat ini, lalu kami bertanya, “Ya Nabi Allah, bagaimana hati yang terbuka itu?” Beliau menjawab, “Apabila cahaya menerangi hati, maka ia menjadi terbuka dan lapang.” Kami bertanya, “Apakah tanda yang demikian itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menghadapkan diri kepada kehidupan negeri yang abadi dan menjauhkan diri dari kehidupan negeri yang penuh tipuan dan mempersiapkan diri untuk mati sebelum kematian itu datang.” (Riwayat Ibnu Mardawaih)
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:
Bahwa seseorang berkata, “Ya Rasulullah, orang mukmin yang manakah yang paling baik?” Rasulullah menjawab, “Mereka yang banyak mengingat mati dan paling banyak persiapannya untuk mati itu, dan bilamana cahaya menyinari hatinya, maka hati itu terbuka dan menjadi lapang.” Para sahabat bertanya, “Apa tandanya yang demikian itu ya Nabi Allah?” Nabi menjawab, “Menghadapkan diri kepada negeri yang abadi dan menjauhkan diri dari negeri yang penuh dengan tipuan dan menyiapkan diri untuk mati sebelum kematian itu datang.”
Adapun orang-orang yang kasar hatinya dan membatu akan mengalami kecelakaan yang besar disebabkan sikap mereka yang keras kepala tidak mau ingat kepada-Nya. Seharusnya hati mereka menjadi lembut bila nama Tuhan disebut di hadapan mereka, tetapi muka mereka hitam muram bila mendengar nama Allah disebut dan hati mereka bertambah keras membatu.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kamu memperbanyak pembicaraan tanpa menyebut nama Allah, karena banyak bicara tanpa menyebut nama Allah menyebabkan hati menjadi keras. Dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah ialah orang yang keras hatinya.”
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa orang yang hatinya keras itu adalah orang yang buta mata hatinya, mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata. Setiap orang dengan mudah mengetahui keburukan mereka itu.
Jalan menuju kesempurnaan ibadah adalah 7 tahapan menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya Minhajul ‘Abidin yakni :
- Tahapan Ilmu
- Tahapan Taubat.
- Tahapan Penghalang
- Tahapan Rintangan
- Tahapan Motivasi/Pendorong
- Tahapan Perusak dan Pencemar Ibadah
- Tahapan Pujian dan Syukur
Pengetahuan dan keyakinan seorang hamba atas hal-hal ghaib akan memotivasinya untuk bersungguh-sungguh dalam berkhidmat dan beribadah kepada Zat yang Maha Memberi semua nikmat.
Dengan Taubatan Nasuha akan membuat kita semakin mendekat kepada Allah SWT dan muncul kerinduan untuk beribadah. Namun untuk meraihnya memang banyak halangan diantaranya: Kesenangan dunia, Makhluk, Syetan dan nafsu.
Maka seorang hamba harus melakukan empat upaya secara sungguh-sungguh : 1. Melepaskan diri dari kesenangan dunia. 2. Menyendiri dari hiruk pikuk manusia. 3. Menyatakan perang terhadap syetan. 4. Menaklukan hawa nafsu.
Untuk melewati tahapan rintangan seorang hamba harus menempuhnya dengan empat perkara juga :
- Tawakal kepada Allah dalam urusan rezeki.
- Berserah diri hanya kepada Allah SWT pada saat bahaya menghadang.
- Bersabar pada saat kesusahan menimpa.
- Rela terhadap qadha ( ketetapan) Allah SWT.
Sobat. Rasa harap terhadap rahmat, pahala, kemuliaan dan hal-hal baik lainnya yang dijanjikan oleh Allah SWT merupakan pembimbing yang mendorong seorang hamba untuk selalu taat. Selain itu rasa harap terhadap semua hal itu menggerakkan dan menggiatkan seorang hamba dalam beribadah.
Sementara rasa takut kepada Allah dan terhadap pedihnya siksa Allah dan berbagai kesusahan dalam berbagai macam siksa dan kehinaan yang diancamkan akan mencegah dan menjauhkan seorang hamba dari perbuatan dosa dan maksiat.
Namun waspadalah bahwa dalam beribadah terkandung penyakit yang berbahaya yaitu riya’ ( pamer ) dan ujub ( bangga diri ). dan itu akan merusak dan membatalkan pahala amal ibadah kita. Di sinilah kita membutuhkan rasa ikhlas dan senantiasa ingat pada pemberian dan pertolongan Allah SWT, dan yang semacamnya agar amal kebaikan yang kita lakukan selamat.
Perbanyaklah syukur kepada Allah SWT atas berbagai nikmat yang Allah berikan kepada kita. Semoga Allah selalu memberikan kepada kita semua taufiq-Nya agar kita selalu dapat mengamalkan ilmu dan menegakkan sesuai dengan apa yang Dia sukai dan ridhoi. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Paling Penyayang di antara para penyayang dan Dzat Yang Paling Mulia di antara semua yang dimuliakan.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan salam serta penghormatan kepada panutan kita Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarganya. Semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan karunia-Nya kepada kita semua. Laa Haula walaa quwwata illaa billah al-Aliyy al-adziim.
( DR Nasrul Syarif M.Si. CEO Educoach. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasajana IAI Tribakti Lirboyo dan Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )