Bangga Indonesia, Pamekasan. Pesantren Creator. Kini, siapapun bisa eksis. Bisa terkenal. Semua punya kesempatan yang sama. Mulai dari yang tinggal di kota hingga di desa. Bahkan yang ada di pedalaman sekali. Syaratnya, harus ada jaringan internet. Oh lupa, minim ada smarthone.
Perjalanan kami dimulai sabtu pagi dari Kota Surabaya. Kami bergerak menuju suatu daerah di Kabupaten Pamekasaan. Menyebrang Jembatan Suramadu, hingga menyusuri pantai selatan Pulau Madura. Hingga sampai di Pegantenan, di Pamekasaan. Tak jauh dari kota, sekitar 15 menit menyusuri jalan yang naik turun.
Kami sampai di tempat pelatihan yang sudah disiapkan. Gedung Peradaban namanya. Nama Peradaban diambil dari singkatan, Persatuan Alumni Darul Ulum Banyuanyar. Kami sudah disiapkan sebuah ruangan untuk melatih sekitar 20 orang dari Pesantren Banyuanyar. Mulai dari alumni, pegawai, bahkan ustad (pengajar).
Achmad Cholil, Ph.D dalam pembukaan workshop menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan agar pesantren mampu membuat konten yang bermanfaat buat masyarakat. Minimal, sebagai obat kangen pondok pesantren bagi para alumni. Harapannya, pondok pesantren jangan kalah dengan hoax yang ada di internet. Memang banyak informasi bohong atau menyesatkan di internet. Maka dari itu, kita harus lawan dengan membuat sebanyak mungkin informasi yang benar.
Cak Cholil, nama akrabnya mengatakan bahwa pesantren harus mampu menyediakan konten yang bermanfaat bagi umat. Banyak sekali sebetulnya yang bisa dipublish atau disiarkan melalui perkembangan media sekarang ini. Pesantren tidak boleh kalah dengan ustad Google. Pesantren harusnya ikut menyediakan bahan – bahan yang valid yang menjadi kebutuhan banyak orang atau umat. Dari workshop konten kreator ini peserta mampu memenuhi hal itu, intinya banyak hal baik yang disampaikan dari pondok untuk masyarakat melalui dunia digital saat ini.
Kami, melatih berbagai unsur pesantren ini agar jadi konten kreator. Seru sekali. Awalnya peserta mengira kami akan melatih untuk membuat konten yang bisa bikin viral. Oh, bukan. Ada juga yang mengira kami akan melatih untuk membuat konten sehingga bisa terkenal lewat Youtube. Bukan juga.
Para peserta kami latih menjadi konten kreator. Dimuali dari mencari ide, membuat konsep. Lanjut ke proses produksi, hingga tahap penyelesian. Tak lupa, cara mengelola akun Youtube mereka. Workshop konten kreator ini berlangsung selama 2 hari. Hari pertama fokus pada penysunan perencanaan produksi. Hari kedua fokus pada masalah produksi, penyelesaian hingga upload.
Waktu itu, peserta kami bagi jadi kelompok. Ada kelompok Alumni dan satunya kelompok petugas pondok. Kelompok alumni belajar membuat konten review atau ulasan. Kelompok petugas pondok membuat konten cerita jurnalis pondok. Hasilnya menarik. Mereka mampu membuat dan menyelesaikan konten dalam waktu dua hari saja. Prosesnya dilewati dengan baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penyelesainannya.
Banyak yang mengeluh susahnya cari ide untuk konsep konten. Bahkan ada peserta yang memilih untuk segera take video. Pada akhir workshop kami mereview perbedaan cara kerja antar kelompok. Hasilnya berbeda. Terlihat juga dalam konten video yang dihasilkan. Kelompok yang mengikuti alur dapat membuat konten lebih baik dan tertata. Proses bekerja dalam tim juga lebih terasa. Terbagi dan terkoordinir lebih baik.
Menurut Amar, salah satu peserta dari petugas pondok mengaku bahwa selama ini kami kesulitan membuat konten karena timnya sedikit. Waktu untuk membuat satu konten video di Youtube bisa 2-4 hari bahkan lebih. Belum lagi, terpotong 2 hari sendiri untuk editing videonya. Belum lagi, kalau ada yang harus ditambahkan ini dan itu. Banyak yang kurang. Yang disampaikan workshop ini menarik, membuat kami mengerti bahwa membuat konten memang harus membutuhkan kerja tim yang solid. Biar cepat dan bagus hasilnya.
Para petugas pondok yang hadir kemarin sebetulnya sudah mengembangkan youtube pondok Banyuanyar. Mereka membuat nama Banyuanyar TV. Hasilnya lumayan, sekarang sudah ada sekitar 6rb subscriber. Kendala mereka kesulitan membuat konten, mulai dari alat hingga sumber daya yang memang belum penuh untuk bekerja dibagian itu. (man)