Bangga Indonesia, Trawas-Mojokerto – Akhir pekan lalu, Sabtu dan Minggu (23-24/01/2021) Bangga Indonesia menggelar Ngaji Jurnalistik dan belajar penulisan buku. Tiga pakar yang kompeten di bidangnya dihadirkan sebagai nara sumber dalam event yang diadakan di Ma’had (Pesantren) Ummul Quro Trawas-Mojokerto.
Ketiga pakar itu antara lain Abdul Muis, wartawan senior yang 30 tahun berkarya di media cetak nasional Jawa PosAcara. Kemudian Dr N Faqih Syarief, seorang motivator spiritual yang sudah membuat karya 30 judul buku. Dan, Salman Alfarisi jurnalis millenial yang menimba ilmu di Jawa Pos era Azrul Ananda dan pakar di bidang fotografi dan broadcasting.
Acara yang dimulai seusai salat duhur ini, diawali dengan pengenalan peserta dan nara sumber. Ustad Faqih, sapaan ketua penyelenggara ini, menjadi pembawa acaranya. Perkenalan berlangsung gayeng meski peserta dan pemateri baru saling mengenal.
Setelah jedah shalat Asar berjamaah, acara inti baru dimulai. Pas jam 15.30 WIB, sesi pertama dibuka oleh Cak Abdul Muis atau biasa dikenal dengan Cak Amu. Wartawan senior ini tampil trendi dengan peci motif kota-kotak putih-hitam berbalut celana dan jaket jeans warna serupa. Abu-abu.
Cak Amu menyampaikan materi tentang cara menulis yang benar dan menjadi jurnalistik yang handal dan militan. Pengalaman meliput event di Malaysia, sebagai perwakilan Jawa Pos selama tujuh tahun, meenjadi bahan cerita yang menarik peserta.
Itu pengalaman pengalaman paling terkesan selama menjadi jurnalis. Terutama saat ketika berhasil menembus markas GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Malaysia. Ia bisa bertemu salah satu panglima GAM bernama Datuk Abdullah Krung, melalui penulusuran jurnalistik yang menarik.
Cak Amu sampai hendak dideportasi oleh Kedutaaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, karena karya tulisnya yan serial itu menggemparkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia-Malaysia. Dia diminta atase perhatahanan untuk menunjukkan markas GAM itu.
Tapi dia menolak, karena itu wilayah Kode Etik Jurnalis, “Merasiakan nara sumber itu hak prerogratif wartawan,” aku Cak Amu. Sama dengan intel yang memiliki Bahasa sandi dan kode etik.
“Salah satu intel di atase pertahanan itu menyebut wartawan ternyata lebih dari intel, karena intelnya sendiri belum tahu markas GAM yang saya tulis itu sampai sekarang. Hee he,” cerita Cak Amu tentang liputannya bersama wartawan Kompas saat presiden Indonesia dijabat KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur.
Sesi kedua dimulai dengan pemaparan oleh Salman Al Farisi, wartawan milenial Jawa Pos ini memaparkan teknik fotografi jurnalis, “Foto Jurnalis itu yang penting Astrada (Asal Ada Cahaya)” ungkapnya.
Mas Salman juga memberi tugas kepada para peserta untuk memfoto objek berita dan vlog, keesokan harinya.
Di sesi terakhir, setelah salat Isya berjamaah, sehabis pemateri kedua Mas Salman berbagi pengalaman dan ilmu fotografi, DR. N Faqih Syarif MSi tampil tak kalah menarik. Peserta yang hampir mengantuk dibuatnya melek. Gaya penyampain pemateri ini cukup menggoda mata untuk tidak merem.
Ustad Faqih, begitu panggilannya, menyampaikan materi tentang kepenulisan. Penulis buku paling produktif ini mengatakan bahwa inspirasi menulis bisa datang dari mana saja. “Saya biasanya selalu mencatat setiap ide yang datang” ujarnya.
“Ada lima hal penting yang menghambat kita meraih sukses termasuk berkarya,” jelasnya. Di antaranya: berpikir negative. Alasan usia, dalih kesehatan, Dalih latar belakang pendidikan dan alasan nasib.
“Ya sudah wong nasib, gimana lagi,” ujarnya. Padahal, menurut dia, Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum jika kaum itu sendiri tidak mau mengubah nasibnya,
Selain menerima materi dari ketiga pemateri yang luar biasa tersebut, para peserta yang datang dari berbagai daerah tersebut, malam itu juga mendapatkan tugas menulis reportase dari Cak Amu. Sehingga banyak peserta yang melekan menyelesaikan tugas menulis berita.
Pukul 22.00 WIB acara di hari pertama ini ditutup. Keesokan harinya, Minggu dilanjutkan dengan releksasi, refreshing jalan-jalan menkmati alam pegunungan di sekitar Pesantren Jurnalistik Ummul Quro. Setelah itu, kajian bersama hasil karya tulis peserta.
Sebelum acara ditutup dengan doa yang dipimpin salah satu peserta, Ahmad Sholeh yang hafal Alquran itu, Ustas Faqih terlebih dahulu mengeluarkan jurus-jurus motivasinya. Hampir dua jam sebelum salat duhur berjamaah, Ustad memberikan sangu kiat-kiat dan mustajabah agar peserta mampu meraih impinnya.
Penulis: Ari Farouq (Peserta Ngaji Jurnalistik di Pondok Pesantren Ummul Quro, Trawas-Mojokerto.)