Selasa, 26 November 2024

Anggota DPR : Amnesti Pajak Manjakan Pengusaha Kakap

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi”

Bangga Indonesia, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro menilai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) yang kini tengah menjadi wacana di tengah masyarakat, hanya memanjakan pengusaha kakap atau kelas atas sehingga tidak perlu diteruskan.

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kebijakan amnesti pajak jilid II itu kurang tepat karena APBN masih dalam kondisi minus sehingga pemasukan dari pajak seharusnya digenjot, bukannya dipangkas.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kemenkeu per akhir November 2020, penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun sementara belanja negara mencapai Rp2.306,7 triliun.

“Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih minim sementara belanja melonjak,” ujar Fauzi.

Selain itu, ujar dia, rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun dari 13,3 persen pada 2008 menjadi 9,76 persen pada 2019, dan pada Maret 2021 hanya 7,32 persen, yang dinilai merupakan rasio yang rendah sejak era Orde Baru.

Fauzi juga mengingatkan laporan terkait amnesti pajak jilid I belum ada secara formal mengenai dampaknya bagi peningkatan APBN.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya.

“Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya,” kata Rachmat dalam keterangannya.

Pemberian amnesti ini juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar.

Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air.

Ia menjelaskan pemberian tax amnesty kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah sebab program seperti KUR banyak mengalami hambatan.

Hambatan tersebut lantaran petani, pedagang kecil, peternak, dan nelayan terkena OJK checking atau yang dikenal sebagai BI checking.

Hal itu menyebabkan pelaku ekonomi kecil ini gagal mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, dan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.

Padahal sesuai visi Presiden Jokowi tentang membangun dari pinggiran dan dari desa ditekankan prioritas untuk menata dan memihak ekonomi kecil serta ekonomi desa.(ant)

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi”

Bangga Indonesia, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro menilai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) yang kini tengah menjadi wacana di tengah masyarakat, hanya memanjakan pengusaha kakap atau kelas atas sehingga tidak perlu diteruskan.

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kebijakan amnesti pajak jilid II itu kurang tepat karena APBN masih dalam kondisi minus sehingga pemasukan dari pajak seharusnya digenjot, bukannya dipangkas.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kemenkeu per akhir November 2020, penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun sementara belanja negara mencapai Rp2.306,7 triliun.

“Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih minim sementara belanja melonjak,” ujar Fauzi.

Selain itu, ujar dia, rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun dari 13,3 persen pada 2008 menjadi 9,76 persen pada 2019, dan pada Maret 2021 hanya 7,32 persen, yang dinilai merupakan rasio yang rendah sejak era Orde Baru.

Fauzi juga mengingatkan laporan terkait amnesti pajak jilid I belum ada secara formal mengenai dampaknya bagi peningkatan APBN.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya.

“Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya,” kata Rachmat dalam keterangannya.

Pemberian amnesti ini juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar.

Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air.

Ia menjelaskan pemberian tax amnesty kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah sebab program seperti KUR banyak mengalami hambatan.

Hambatan tersebut lantaran petani, pedagang kecil, peternak, dan nelayan terkena OJK checking atau yang dikenal sebagai BI checking.

Hal itu menyebabkan pelaku ekonomi kecil ini gagal mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, dan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.

Padahal sesuai visi Presiden Jokowi tentang membangun dari pinggiran dan dari desa ditekankan prioritas untuk menata dan memihak ekonomi kecil serta ekonomi desa.(ant)

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi”

Bangga Indonesia, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro menilai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) yang kini tengah menjadi wacana di tengah masyarakat, hanya memanjakan pengusaha kakap atau kelas atas sehingga tidak perlu diteruskan.

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kebijakan amnesti pajak jilid II itu kurang tepat karena APBN masih dalam kondisi minus sehingga pemasukan dari pajak seharusnya digenjot, bukannya dipangkas.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kemenkeu per akhir November 2020, penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun sementara belanja negara mencapai Rp2.306,7 triliun.

“Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih minim sementara belanja melonjak,” ujar Fauzi.

Selain itu, ujar dia, rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun dari 13,3 persen pada 2008 menjadi 9,76 persen pada 2019, dan pada Maret 2021 hanya 7,32 persen, yang dinilai merupakan rasio yang rendah sejak era Orde Baru.

Fauzi juga mengingatkan laporan terkait amnesti pajak jilid I belum ada secara formal mengenai dampaknya bagi peningkatan APBN.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya.

“Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya,” kata Rachmat dalam keterangannya.

Pemberian amnesti ini juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar.

Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air.

Ia menjelaskan pemberian tax amnesty kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah sebab program seperti KUR banyak mengalami hambatan.

Hambatan tersebut lantaran petani, pedagang kecil, peternak, dan nelayan terkena OJK checking atau yang dikenal sebagai BI checking.

Hal itu menyebabkan pelaku ekonomi kecil ini gagal mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, dan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.

Padahal sesuai visi Presiden Jokowi tentang membangun dari pinggiran dan dari desa ditekankan prioritas untuk menata dan memihak ekonomi kecil serta ekonomi desa.(ant)

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi”

Bangga Indonesia, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi H. Amro menilai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) yang kini tengah menjadi wacana di tengah masyarakat, hanya memanjakan pengusaha kakap atau kelas atas sehingga tidak perlu diteruskan.

“Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan tax amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, apalagi saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kebijakan amnesti pajak jilid II itu kurang tepat karena APBN masih dalam kondisi minus sehingga pemasukan dari pajak seharusnya digenjot, bukannya dipangkas.

Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kemenkeu per akhir November 2020, penerimaan negara tercatat Rp1.423 triliun sementara belanja negara mencapai Rp2.306,7 triliun.

“Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih minim sementara belanja melonjak,” ujar Fauzi.

Selain itu, ujar dia, rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun dari 13,3 persen pada 2008 menjadi 9,76 persen pada 2019, dan pada Maret 2021 hanya 7,32 persen, yang dinilai merupakan rasio yang rendah sejak era Orde Baru.

Fauzi juga mengingatkan laporan terkait amnesti pajak jilid I belum ada secara formal mengenai dampaknya bagi peningkatan APBN.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta rencana pemerintah untuk memberikan amnesti pajak yang kedua ini harus jelas tujuan dan target sasarannya.

“Jangan sampai cuma memutihkan dana di luar negeri tapi gagal melakukan repatriasi. Harus ada kombinasi keduanya,” kata Rachmat dalam keterangannya.

Pemberian amnesti ini juga harus diberikan kepada pelaku ekonomi kecil sehingga tidak hanya fokus pada pengusaha ekonomi besar.

Menurutnya, pemberian amnesti pajak jilid pertama pada beberapa waktu lalu belum mampu menjaring uang milik pengusaha yang disimpan di luar negeri untuk bisa kembali ke Tanah Air.

Ia menjelaskan pemberian tax amnesty kepada pelaku ekonomi kecil dapat diberikan sebagai bentuk dukungan dan kepedulian pemerintah sebab program seperti KUR banyak mengalami hambatan.

Hambatan tersebut lantaran petani, pedagang kecil, peternak, dan nelayan terkena OJK checking atau yang dikenal sebagai BI checking.

Hal itu menyebabkan pelaku ekonomi kecil ini gagal mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, dan beragam usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.

Padahal sesuai visi Presiden Jokowi tentang membangun dari pinggiran dan dari desa ditekankan prioritas untuk menata dan memihak ekonomi kecil serta ekonomi desa.(ant)

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent News