Bangga Indonesia, Surabaya – Akhir pekan lalu Pembina ACMI (Asosiasi CEO Mastermind Indonesia) Helmy Yahya menyebut suksesnya Rakernas I dan pelantikan pengurus DPP ACMI 2021-2022 tidak lepas dari peran “tangan di atas” para anggotanya.
Keikhlasan dan ketulusan para demawan itulah, termasuk bagian dari lancarnya ACMI Kanwil Jawa Timur sukses menjadi tuan rumah. Helmy menyebut peran Ir Etsa S Lisapaly, drh Nanang Purus Subendro, Subaidi, Tono Pirmansah dan Ahmad Shodiqqin Fawzy, sangat besar.
“Mereka membantu ACMI tanpa pamrih. Tidak minta apa-apa. Terutama Etsa, yang menyumbang 50 juta tanpa pamrih,” seru Helmy dalam sambutannya.
Selain Etsa, lanjutnya, ada bantuan langsung dari peternak ribuan sapi, dokter Nanang. Juga ada sumbangan dari pemilik 50 radio, Fawzy. “Tono Pirmansah yang orang Sunda dan Subaidi dari Madura yang terkenal dengan YouTubernya itu, juga turut berpatisipasi yang tak kalah besar sumbangnnya,” puji motivator yang entrepreneur ini.
Karena itu, media ini (Bangga Indonesia.com) tertarik untuk mengorek lebih jauh, siapa orang-orang yang disebut hebat-hebat oleh Helmy Yahya itu. Ir Etsa S Lisapaly misalnya. Nyong Ambon yang kini menetap di Jakarta itu adalah sosok pebisnis yang sukses di bidang limbah B3.
Kendati perusahaannya, PT Hijau Bumi Katulistiwa baru berkiprah pada 2020, omzet pertahunnya termasuk yahut. Mencapai Rp 20 miliar. “Hasil ini termasuk kecil, karena perusahaan kami tergolong masih baru,” akui Etsa saat diwawancarai di sela-sela Rakernas I ACMI di Kota Batu.
Etsa mengaku omzet sebesar itu diperolehnya dari jangkauan bisnisnya yang sudah merambah nusantara. Usahanya bukan bergerak di bidang pengelolaan, namun sebagai transportasi limbah B3.
Pria berusia 46 tahun ini tertarik terjun bisnis ini, lantaran terpanggil untuk berperan serta menjaga lingkungan hidup. “Intinya bahwa Indonesia ini masyarakatnya belum sadar akan efek dari limbah B3,” tegasnya.
Bisnis ini, menurut dia, selain ada sisi bisnisnya juga ada yang tak kalah penting. Apa? “Bisa memberi edukasi tentang bahayanya limbah B-3,” jawabnya.
Ia menyebut bisnisnya ada kepentingan untuk turut mensosialisasikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. “Dari sisi bisnis memang menjanjikan, karena belum banyak yang menyentuh usaha ini,” imbuhnya.
Namun, Indonesia ini adalah sentranya lingkungan hidup bagi dunia. “Sehingga dengan perubahan seperti ini (adanya limbah B3). Kami ingin turut berpartisipasi menjaga lingkungan,” ungkapnya.
Bapak empat anak ini mengaku mulai tertarik menekuni bisnis limbah spesifik, limbah B-3, karena limbah sangat berbahaya dan beracun. Terutama limbah-limbah dari rumah sakit dan industri lantaran berkaitan langsung dengan kimiawi dan hal-hal yang berbahaya dan mengandung radiasi.
Karena itu, bisnis atau bekerja sebagai penambang harus dia tinggalkan demi menjaga anak bangsa dan alam ini dari bahaya limbah tersebut. “Delapan belas tahun saya bekerja di tambang,” ceritanya.
Hasilnya? Etsa menilai penambangan itu sangat merusak lingkungan. Cotohnya, setelah mereka menambang, selanjutnya ditinggalkan begitu saja.
“Efeknya tidak baik buat lingkungan hidup kita. Apalagi dengan adanya global warning sekarang ini. Luar biasa dampaknya,” akui alumunus Institut Sains dan Teknologi Yogyakarta ini.
Kendati begitu, Etsa mengaku sisi lain dari pekerjaan pertamannya itu banyak pengalaman yang diperoleh. Terutama sisi positifnya selama bekerja di perusahaan tambang nasional maupun swasta.
“Alhamdulillah, saya bisa mengenal seluruh Indonesia. Karena tugasnya orang hutan, bukan orangutan loh ya ha ha. Kami orang yang hidup di hutan. Jadi bisa mengenal budaya Indonesia dan mulai tahu betul bahwa sumber daya alam Indonesia ini banyak sekali yang belum tergarap,” kisahnya.
ORANG HEBAT
Di ACMI, Etsa didaulat sebagai Kepala Lingkungan Hidup. Ia didampingi Reza Mahardika Zulikar. Di organisasi barunya ini, Etsa merasa ada nuansa baru dalam gairah bisnisnya.
.
Apa yang melatarbelakangi gabung ACMI? Ceritanya kalau mau diceritakan agak panjang. Pertama kali karena saya merasa ada kedekatan emosional dengan teman-teman yang ada saat ini,” jelasnya.
Sebelum gabung ACMI, dia lebih dulu mengikuti MMBC, Millionaire Race 2 di Bali, CEO Master. “Lahirnya ACMI sangat perlu di Indonesia. Jadi jangan dibandingkan dengan Kadin atau organisasi bisnis yang sudah establish itu,” ungkapnya.
ACMI ini, menurut dia, adalah wadah khusus untuk UMKM. “Kalau Kadin itu, kan, sudah punya segmentasi yang sangat tinggi. ACMI ini sebenarnya masuk dalam jaringan yang lebih besar, karena hampir 90 persen orang Indonesia itu kan UMKM,” jelas Etsa.
Jadi, lanjutnya, usaha kecil yang bisa dikembangkan itu bisa luar biasa. Dan, ini belum ada. Ini adalah jembatan untuk survival bagi mereka di saat pandemi COVID-19.
Etsa juga mendukung penuh harapan Helmy Yahya agar ACMI Go Internasional, Go Public dan Go Triliun. “Target di “Tiga Go” itu luarbiasa. Kita harus kerja lebih keras lagi. Luar biasa memang ada power ke sana,” akunya.
Ia melihat orang-orang di ACMI ini adalah orang-orang militan dalam berbisnis. Semangatnya luarbiasa. Visi misinya sama. “Benar memang, orang yang baik akan dikumpulkan dengan orang baik,” pujinya.
Sebagai organisasi dan baru apakah sudah dilirik oleh pemerintah? Etsa menyebut sebenarnya mereka sudah menunggu. “Ada apa dari kita (ACMI) ada yang menyentuh dari sector ini (UMKM) karena tugas pemerintah sangat padat. Nah, mereka butuh sebenarnya wadah seperti ini (ACMI),” jelasnya.
Ke depan ACMI, menurut dia, sangat prospektif. Ini adalah pengusaha New Mind, anti mainstream. “Kalau sudah bicara New Mind, mainstream kita sudah harus berbeda. Kita harus geser pola pikir yang konvensional itu,” ujarnya.
Harapan Etsa, ACMI harus bisa lebih bisa dirasakan. Bukan sekedar jargon-jargon saja ataupun kayak lips servis. Sekedar ada wadah dan cuma berwacana.
“Saya melihat mereka yang di bawah ini sangat berharap sekali dan menggantungkan ACMI. Saya senang sekali karena ketumnya visi misinya jelas dan semangatnya luar biasa,” tutup Etsa. (Aba)