Bangga Indonesia, Bangka – Seorang ibu muda tewas diterkam buaya. Ia dilahap di hadapan anaknya selama dua jam saat mandi di kolong (kolam)bekas tambang.
Karuan saja, kejadian yang menimpa Yati (36 tahun), warga pendatang asal Selapan, Sumatera Selatan (Sumsel), itu membuat gegar warga Desa Telak, Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.
Tubuh wanita itu ditemukan warga dalam kondisi tercabik-cabik. Tribun Pekan Baru merilis wanita itu dilahap si buaya saat mandi di kolong bekas galian tambang di Desa Ranggi Asam.
Kepala Desa Telak, Faharudin, Minggu (17/01/2021) menyebut jasad Yati ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB dalam kondisi mengapung dan sudah tidak bernyawa.
“Korban ditemukan warga yang mau pergi ke kebun sawit sekitar jam sembilan pagi. Korban ditemukan sudah meninggal dunia.
Dia hilangnya Sabtu sekitar jam delapan pagi kemarin,” ujar Faharudin kepada Bangkapos.com, Minggu (17/1/2021)
Menurut dia, anak korban sempat melihat sang reptil buas tersebut, menyeret Yati ke dasar kolong. “Hilangnya waktu mandi di Kolong Desa Ranggi. Dia mungkin diseret dan ketemunya di Kolong Telak,” jelasnya.
Tak hanya memangsa dan mencabik cabik organ tubuh Yati, buaya pemangsa tersebut hampir dua jam membawa jasad Yati .
Faharudin menganasir bahwa si reptil itu menduga mangsa yang diterkam seekor burung bukan manusia. “Pertama kali buaya itu kayak memberi isyarat, kalau yang dibawanya itu tubuh manusia. Awalnya dikira burung, ternyata manusia. Habis itu diseret keliling kolong sekitar dua jamanlah. Kolongnya cukup besar,” kisah Faharudin Minggu (17/01).
Menurut Faharudin, mulanya si buaya enggan melepas jasad Yati. Namun, beberapa kapal boat Warga Desa Ranggi, yang mencari keberadaan Yati, memergokinya. Si reptil itu terkejut. Lantas melepas terkemannya mengapung begitu saja.
“Terakhir ada boat kawan-kawan dari Desa Ranggi, setelah itu baru jasadnya bisa diambil. Kalau tidak ada boat itu, mungkin tidak akan dilepas oleh buaya itu,” tegasnya.
Kasus tewasnya Yati ini menarik perhatian sejumlah pihak. Apalagi buaya-buaya itu sering ditemukan di habitat serupa di berbagai kabupaten di Provinsi Bangka Belitung (Babel).
MERUSAK HABITAT
Tak hanya di Bangka Barat, namun kisah seputar maraknya buaya pernah terjadi di Kabupaten Bangka.
Sejumlah warga di kabupaten ini juga pernah jadi korban sambaran buaya.
Kepala Satpol PP Kabupaten Bangka, Kusyono mengatakan, begitu banyaknya aktivitas manusia yang merusak habitat buaya, jadi penyebab konflik buaya dan manusia terus terjadi.
“Itu khususnya untuk di daerah kita sendiri. Dugaan kita juga seperti itu. Di mana mereka (buaya) keluar dari tempat habitat mereka.
Yang biasanya di daerah bakau. Apalagi sekarang musim hujan, bisa saja mereka berpindah tempat.
Dari sungai A ke sungai lain, karena meluapnya permukaan air,” jelas Kusyono yang dikutip Bangkapos.com, Senin (18/01/2021).
Kerusakan lingkungan, seperti begitu maraknya tambang timah ilegal yang merusak habitat buaya, harus disikapi secara bijaksana.
Masyarakat, diminta agar jangan terlalu memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan dampak kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan.
Kusyono meminta agar oknum-oknum nakal yang merambah kawasan hutan bakau dan juga tidak bertanggung-jawab, dapat menyikapi dan menghentikan aktivitas merusak lingkungan habitat buaya.
“Ini harus menjadi kekhawatiran kita bersama dan kesadaran kita semua, termasuk para pelaku aktivitas tambang, khususnya yang ada di Wilayah Kabupaten Bangka,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia meminta oknum perusak lingkungan terkait, untuk dapat berpikir jernih harus memikirkan dampak yang disebabkan dari kerusakan lingkungan.
“Kalau sudah rusak kawasannya (bakau), ya tidak menutup kemungkinan salah satu anggota keluarga juga, bukan tidak mungkin ikut terdampak. Berkonflik dengan buaya,” kata Kusyono.
Sementara itu Camat Pemali, Ahmad Suherman saat ditemui secara terpisah, Senin (18/1/2021) mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati ketika beraktivitas di sungai.
Karena, Kecamatan Pemali Bangka juga merupakan satu di antara wilayah kecamatan di Kabupaten Bangka yang mempunyai sejumlah lokasi sungai maupun kolong eks tambang timah.
“Kecamatan Pemali ini banyak kolong-kolong eks tambangnya, yang banyak buaya.
Kami anjurkan kepada masyarakat agar hati-hati apabila mau mandi. Kalau bisa, di sungai-sungai atau kolong yang rawan buayanya. Janganlah,” imbaunya.
Menurut Suherman, Kecamatan Pemali terdapat sejumlah sungai atau kolong eks tambang yang rawan buaya.
Seperti Kolong Air Plat, Kolong Dusun Phohin hingga Desa Penyamun, yang kemungkinan banyak menjadi tempat bersarangnya buaya.
“Bahkan, kepercayaan masyarakat di sini, di kolong-kolong besar itu ada buaya jadi-jadian juga. Jadi, kita minta masyarakat lebih berhati-hati. Kalau bisa dijauhi, tempat itu,” katanya.
Ditanyai terkait upaya apa yang telah dilakukan pihaknya, m kejadian tersebut, apakah melakukan upaya preventif seperti membuat pengumuman dan lain sebagainya, Herman menyebutkan, akan segera mengupayakan hal terkait.
Namun, ia berujar, sudah berusaha semaksimal mungkin, baik melalui pihaknya maupun berdasarkan pendekatan door to door memperingatkan masyarakat agar dapat berhati-hati beraktivitas di lokasi rawan buaya.
“Kami tetap imbau warga. Artinya, buat mereka yang biasa mencuci, mandi dan lain-lain, supaya harus sangat berhati-hati.
Kalau bisa jangan dekati, lokasi rawan.
Buat yang hobi mancing juga. Apalagi di sini masih ada kepercayaan. Pantangan-pantangan dan lain sebagainya.
Percaya atau tidak percaya, ya kalau bisa jangan dilakukan (Jangan dilanggar -red) pantangan,” imbau Suherman. (aba/Tribun)