Bangga Indonesia, Surabaya – Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri Menghadirkan Prof. Dr. H. Amin Abdullah
Sobat. Di tengah dunia yang berubah cepat dengan tantangan serta krisis semakin kompleks, kajian akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora seharusnya juga berubah dan beradaptasi secara tepat. Merespon akan hal tersebut, Prof. Dr. M. H. Amin Abdullah melahirkan karya buku baru berjudul: “Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”.
Buku ini merupakan hasil kerja sama penerbitan IBTimes (Islam Berkemajuan Media Digital) dengan Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS).
Dr. H. Abbas Sofwan MF.SHI.LLM , Direktur Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri menghadirkan Prof. Dr H. Amin Abdullah Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga pada Webinar Pendidikan Nasional dengan tema “Tantangan Pendidikan Keislaman di Era Pandemi “ Sabtu, 20 Maret 2021, 09.00 sd 11.00.
“ Tujuan Acara ini memberikan wawasan dan pencerahan bagi mahasiswa pascasarjana IAI Tribakti akan tantangan dan peluang pendidikan Keislaman di era pandemic serta persaingan global serta pentingnya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer Sesuai Judul Buku dari Prof. Amin Abdullah.” Kata Dr. Abbas Alumni S-3 Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya yang sekarang menjadi Direktur Pascasarjana IAI Tribakti.
Sobat. Prof . Amin Abdullah menekankan di dalam hubungan sains dan agama memiliki tiga kata kunci. Pertama, semi permiable, saling menembus satu sama lain. Ilmu fikih misalnya, tidak bisa merasa paling tinggi dan pemegang kebenaran. Begitu juga antropologi dan semua disiplin ilmu yang lain. Antar disiplin ilmu tidak memiliki tembok. Misalnya lagi psikologi dengan kalam.
Pria kelahiran Pati ini menyebut tidak mengenalnya antar disiplin ilmu menandakan adanya kompartementalisasi yang berbahaya. Hal ini tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, misalnya permasalahan pandemi Covid-19.
“Sekarang ini ada 17% orang Indonesia tidak percaya dengan adanya Covid-19, dan itu based on religion. Padahal ini persoalan religion and science. Tidak hanya religion semata,” terangnya.
Kedua, intersubjektif testability. Antar ilmu harus saling mengkritik. Ilmu agama tidak berada di atas segala-galanya dan tidak bebas kritik. Ketiga, creative imagination. Creative imagination hanya ada jika ada pertemuan yang ketat antar disiplin. Pertemuan antar disiplin akan menyebabkan active negotiation of knowledge.
Penulis buku ini menyebut bahwa multidisiplin, transdisiplin, dan interdisiplin akan membentuk akhlak yang mulia, yang dicita-citakan oleh semua orang. Tetapi ketika mindsetnya tidak ditembus ketiga hal di atas, maka yang terjadi adalah politik identitas.
Ada semacam evolusi dari ‘Ulumuddin menjadi Islamic thought yang meskipun belum melibatkan penelitian empiris, tetapi sudah lebih sistematis, logis, dan rasional. Berbeda dengan perkembangan ‘Ulumuddin sebelumnya. Ketika Fazlurrahman menulis Islam and Modernity pada tahun 1982, ia mengatakan bahwa ‘Ulumuddin lama akan out of date jika tidak ditambah dengan new theology, law and ethic, philosophy, dan social sciences. “ ‘Ulumuddin, jika tidak didialogkan dengan keempat ilmu itu, maka ‘Ulumuddin akan kadaluarsa,” pungkas beliau
“Bagaimana uraian selanjutnya anda bisa ikuti webinar Pendidikan Nasional “Tantangan Pendidikan Keislaman di Era Pandemi bersama Prof. Dr. H. Amin Abdullah Guru Besar Filsafat IAIN Sunan Kalijaga dan Penulis Buku “Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”.Sabtu, 20 Maret 2021 di IAI Tribakti Lirboyo Kediri.” Kata Dr Tri Prasetyo Panitia webinar.