Sayang keadaan berkata lain, ketika pandemi menghantam, sektor yang semula diharap cerah seketika berubah menjadi bidang yang paling keras menerima akibat pandemi.
Perjalanan orang dibatasi, batas antar wilayah ditutup, hotel-hotel sepi, restoran merana, destinasi wisata senyap. Pandemi telah mengubah dan menjungkirbalikkan segalanya termasuk harapan pada pariwisata.
Namun di balik semua itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, setelah beberapa hari dilantik langsung berani menegaskan bahwa 2021 adalah momentum kebangkitan pariwisata dan ekonomi kreatif.
Tetapi untuk bisa mewujudkannya memang perlu keterlibatan banyak pihak sekaligus harus kreatif dan inovatif lantaran paradigma pariwisata saat ini juga mengalami perubahan yang signifikan.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) untuk dapat kerja bersama termasuk membangun narasi positif sehingga parekraf dapat menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Di tahun 2019, tercatat lebih dari 34 juta rakyat Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Lebih dari 90 juta rakyat yang terkait dan menikmati manfaat dari pariwisata dan ekonomi kreatif. Terdapat 31 subsektor lapangan usaha dalam cakupan pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Angka-angka ini sangat besar, menunjukkan sangat luar biasa sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menjadi daya ungkit ekonomi,” kata Sandiaga Uno.
Namun pandemi COVID-19 memberikan dampak yang luar biasa besar bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Kunjungan wisatawan menurun drastis, tingkat keterisian kamar hotel jadi menurun. Restoran dan sektor lainnya pun terdampak karena pergerakan wisatawan menurun.
“Tahun 2020 ini mengharuskan kita untuk bertahan dan berbenah. Kemenparekraf/Baparekraf telah menetapkan fondasi yang baik dengan berbagai program mitigasi dampak sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, kata Sandiaga Uno.
Di antaranya adalah perlindungan sosial, program padat karya, dan berbagai stimulus bagi industri dan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.
Tahap Pemulihan
Sandiaga mengaku paham benar persoalan di sektor pariwisata karena sebelum menjabat sebagai Menparekraf, banyak bisnisnya bergerak pada sektor itu.
Ia memastikan jika Indonesia serius maka 2021 adalah waktu yang tepat untuk berlari cepat menggerakkan pariwisata.
“Tahun 2021 adalah momentum awal pemulihan kita, tetapi kita harus disiplin dalam melakukan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE atau kebersihan, kesehatan, keselamatan dan keberlanjutan lingkungan (K4). Sosialisasi, program kemitraan, hingga dana hibah akan terus kita lakukan,” kata Sandiaga.
Sandiaga punya strategi khusus untuk mendorong bangkitnya sektor pariwisata. Setidaknya, ada tiga pilar yang akan menjadi program Kemenparekraf/Baparekraf dalam membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif di tahun 2021. Pertama adalah inovasi, yakni diantaranya dengan pendekatan Big Data untuk memetakan potensi dan menguatkan berbagai aspek pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Inovasi menyeluruh sebagai dasar akselerasi pengembangan pariwisata, mulai dari kesiapan infrastruktur, menciptakan produk-produk, dan layanan unggulan yang berkelanjutan yang menyentuh ekonomi masyarakat,” kata Sandiaga Uno.
Pilar kedua adalah adaptasi, yakni membiasakan dan mendisiplinkan penerapan protokol CHSE (K4) di setiap destinasi pariwisata sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru. Salah satu terobosan yang dilakukan Kemenparekraf/Baparekraf adalah dengan melakukan sertifikasi CHSE gratis.
“Sekarang kesempatan kita untuk mengambil satu hikmah, untuk tetap semangat dan mengambil peluang. Sektor parekraf memang terdampak, kita bertahan dan harus berbenah. Tahun 2021 harus jadi tahun pemulihan, kita awali dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Gerak cepat untuk bangkit bersama,” kata Sandiaga Uno.
Sementara itu Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo menyatakan bahwa sertifikasi bagi pelaku pariwisata menjadi demikian penting di masa pandemi.
“Sertifikasi ini penting, karena ketika konsumen melihat ada stiker tersebut mereka akan yakin bahwa lokasi atau destinasi tersebut aman. Ini salah satu cara kita berikan standarisasi penerapan protokol,” kata Angela.
Program ini akan dijalankan dan diperluas di tahun 2021.
“Bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, kita juga akan memperluas cakupan E-HAC (Electronic-Health Alert Card) yang dapat memantau pergerakan wisatawan dan juga crowd control,” kata Angela.
Sementara pilar yang ketiga adalah kolaborasi. Kemenparekraf/Baparekraf sebagai fasilitator aktif akan berkolaborasi dengan ekosistem parekraf untuk dapat menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.
“Semua stakeholders punya perannya masing-masing, saya kira tanpa kolaborasi adalah kunci untuk bisa mengakselerasi percepatan untuk kita pulih kembali,” kata Angela.
SDM Kunci
Momentum kebangkitan pariwisata sudah di depan mata, tetapi hal itu menjadi tak akan ada artinya tanpa kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang telah benar-benar siap di dalamnya.
Pandemi memang telah mengubah peta persaingan pariwisata kawasan dan dunia secara umum ketika seluruh negara kembali ke titik nol dan mengawali semuanya dari garis start yang sama.
Namun untuk berlari menjadi pemenang diperlukan persiapan yang matang terutama dari sisi para pelaku industri dan SDM di dalamnya.
Sebab dari sisi konten destinasi dan potensi yang bisa dipromosikan oleh bangsa ini tak perlu diragukan lagi. Meski kesiapan infrastruktur pendukung destinasi juga perlu dibangun di tengah pandemi, sehingga pada saatnya nanti sudah benar-benar siap menerima wisatawan.
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azahari mengatakan pariwisata merupakan people based industry sehingga tidak sekadar high tech tapi juga harus high touch.
Ia menyarankan agar pariwisata Indonesia dikembangkan dengan konsep community based bukan sekadar fokus pada investor, sebab pariwisata bisa berkelanjutkan jika disokong oleh rakyat dan menjadi bagian dari ekonomi rakyat.
Bukan pesimistis, tetapi pada 2021 kondisi tidak akan beranjak berubah bagi sektor pariwisata karena virus corona belum akan hilang meskipun sebarannya telah menurun. Efektivitas vaksin pun baru akan diuji sepanjang 2021.
Untuk itu Pemerintah agar menggunakan momentum perlambatan pariwisata untuk berbenah termasuk membiasakan penerapan protokol kesehatan CHSE kepada seluruh pelaku industri pariwisata.
Azril sekaligus menyarankan evaluasi kembali program-program yang terlalu terfokus pada investor dan hanya sedikit memberdayakan masyarakat.
Pariwisata harus melakukan pergeseran, sudah saatnya shifting the tourism paradigm kalau dulu mass tourism, kemudian ke quality tourism, sekarang sudah saatnya costumized tourism yang didukung dengan sentuhan scientific dan teknologi.
Ia memproyeksikan pariwisata akan cenderung 3S yakni small size, special interest, dan scientific-technology.
Momentum kebangkitan pariwisata pun nyatanya memerlukan persiapan panjang yang mesti didukung seluruh pihak agar benar-benar terwujud. Sampai pada saatnya sebagaimana harapan pariwisata yang menyejahterakan rakyat secara adil dan merata.(adn)