Bangga Indonesia, Mojokerto – Minggu pagi itu adalah akhir pekan di akhir bulan Januari (31/01/2021). Namun, hari itu dijadikan awal pembuka pendaftaran Pesantren TEJ (Tahfidz-Entrepreneur-Jurnalistik) Ummul Quro.
“Acara ini sekaligus kami tandai sebagai open house,” jelas DR Faqih Syarief MSi di awal sambutannya ketika mengundang wali santri yang membawa putra-putranya di Ma’had (pondok) Alam Mandiri Ummul Quro Seloliman, Trawas, Mojokerto.
Pengenalan lingkungan pesantren dikemas sederhana. Duduk lesehan di hall yang biasa dipakai untuk pertemuan dan sekaligus jadi musholah.
Hidangan yang disajikan ala kadarnya. Makan ringan berupa gorengan, kletikan kripik, kacang dan pisang godok. Plus air mineral.
Tepat jam sepuluh pagi acara dimulai. Berakhir sebelum duhur. Hanya berlangsung tak sampai dua jam, namun berjalan penuh khidmat dan efektif.
Adalah pewakaf pondok sekaligus Ketua Yayasan KH Suyuti Rosyad LC, MM jebolan Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo dan Ummul Quro Makkah, Saudi Arabia ini, yang mengawali acara open house.
Dalam sambutanya, Kiyai Suyuti menyebut Ma’had Alam Mandiri ini tidak sekedar memiliki alam yang segar dan alamiah. Namun di pondok ini akan melahirkan santri yang berkualitas keimanan dan skill entrepreneur-nya.
“Para santri akan terlihat passion, bakat dan talentanya, setelah dibina oleh trainer yang berpengalaman. Sehingga kelak benar-benar menjadi sosok yang mandiri,”jelasnya.
Masa depan seseorang, kata sang kiyai, tidak lepas dari kemandirian dan kemahirannya. Dan, ini perlu diasah sejak usia dini. Sehingga manusia tidak punya ketergantungan pada orang lain.
“Ketergantungan yang utama adalah kepada Allah SWT. Bukan kepada seseorang. Maka di sinilah perlu kemandirian dengan memiliki keahlian yang akan diasuh oleh orang-orang yang ahli di bidangnya,” pesannya.
Selain dihadiri KH Suyuti dan DR Faqih, acara Open House ini, juga dihadiri Muhammad Agus Burhanudin, pelaku bisnis dan pakar entrepreneur serta Abdul Muis alias Cak Amu, yang mahir di bidang jurnalistik.
Santri Putra
DR Faqih, selaku Direktur Program Pendidikan TEJ di Ma’had ummul Quro, menyebut tahun ini hanya membuka santri putra. Kapasitas 20 orang. “Silahkan hari ini langsung bisa mendaftar putranya,” jelasnya.
Calon santri nanti akan diberi kesempatan mengikuti masa orientasi selama tiga hari penuh. Ini sebagai awal pengenalan santri untuk mengenal lingkungan pesantren dan siklus hidup selama mondok.
Belajar di TEJ, menurut Ustad Faqih, sapaan motivator nasional ini, para santri akan mendapat pembinaan karakter building mental dan spiritual. Ini penting agar mereka benar-benar tangguh mental dan spiritualnya.
Syarat menjadi santri minimal lulusan SMP dan lulus SMA. Materi pelajarannya nanti sama, karena kurikulumnya tidak sama dengan sekolah umum.
“Jika ada yang lulusan SMP dan mengikuti pendidikan TEJ, sekolah SMA-nya bisa mengikuti persamaan dengan sekolah umum. Seperti yang dilakukan di Gontor itu,” jelasnya.
Khusus pendidikan tahfidz, setiap hari ada hafalan Al Quran. Setornya seminggu tiga kali. Ada ustad yang hadir untuk memeriksa. “Selain itu ada pengajar yang tinggal di pondok,” ujarnya.
Aspek spiritual, karakter islamiahnya, menurut dia, akan dibangun melalui hafalan Al Quran dan hadis. Juga dari kajian, keteladanan dan pembinaan.
“Kita akan menanamkan keislaman santri. Ini pondasinya,” tegas Ustad Faqih. “Setidaknya kala keluar dari sini, minimal mereka bisa menjadi imam yang hafidz al quran, jadi guru ngaji atau modin,” sambungnya.
Suasana belajar para santri akan didukung oleh alam yang segar dan indah. Jika di Mekkah mereka belajar menghafal al quran di halakoh-halakoh.
“Di sini mereka disediakan gazebo-gasebo yang menghadap persawahan. Suasananya nyaman, tentram dan bebas covid,” ungkap Ustad Faqih.
Kemudian, santri akan mendapat pelatihan kemandirian untuk menjadi seorang peternak ayam, ikan atau kambing. Pihak pesantren sudah menyiapkan lahannya sebagai laboratorium alamiah.
“Kami sudah bermitra dengan para peternak itu. Termasuk budidaya lopster. Jadi santri akan bisa praktik langsung untuk menjadi calon pengusaha. Entrepreneur,” jelas Ustad Faqih.
Siapa yang ingin menjadi pengusaha penggemukan domba, menurut dia, kini tidak perlu lagi mengarit untuk mencari rumput. Sudah ada makan siap saji yang layak dikonsumsi domba tersebut.
Selain pondasi keislamannya, santri di Pesantren TEJ juga akan dibekali basic skill bisnis entrepreneur. Metode utamanya adalah mentoring, monitoring, in house training, seminar dan job training.
Semua materi pendidikan itu bukunya sudah disusun dan tinggal menerbitkan dalam waktu dekat. “Kami sudah siap dan menyiapkan untuk semua itu,” jelasnya.
Khusus untuk bisnis entrepreneur, menurut Ustad Faqih akan diasuh langsung oleh Kang Didin, sapaan Muhammad Agus Burhanudin. Pengusaha media portal, advertising dan kuliner ini siap memberikan ilmu dan pengalamannya kepada santri.
Santri Kaya
Di sesi sambutannya, Kang Didin dengan gamblang menyebut suksesnya menjadi seorang entrepreneur setelah meninggalkan statusnya sebagai karyawan perbankan.
Menurut dia, akan lebih tepat jika belajar menjadi pengusaha itu dimulai sejak dini dan dari titik nol. Apalagi wali santri rela menempatkan anaknya belajar di pesantren yang juga mengutamakan skill jadi pengusaha.
Kang Didin bercerita menjadi seorang pengusaha murni setelah meninggalkan adventurirnya sebagai karyawan perbankan. Ia terakhir pernah menjadi assistant vice president Bank Syariah terbesar di Indonesia.
Gaji Rp 30 juta perbulan, ternyata tak membuatnya istiqomah. Ia justru membalik tangan dengan menjadi pengusaha periklanan mulai tahun 2009.
Bisnis ini sangat menggiurkan karena beberapa produk asing bisa ditanganinya. “Saya beli rumah, mobil dan macam-macam itu dari bisnis ini. Bukan sebagai karyawan,” jelasnya.
Tahun 2015, ia mengembangkan lagi mengawali bisnis cafe. Yakni minuman khas susu yang dibranding Fresh Milk. Bisnis ini meroket dan beberapa kali mendapat penghargaan dari Jawa Pos Culinary Award.
Empat tahun kemudian, 2019, ia membuka kafe lebih besar di Sidoarjo Kekopi dan Kafe Chocio Taman Sepanjang. Selain itu, ia juga membuka usaha STMJ di daerah sekitar Krian, Bangkalan, Mojokerto dan Jombang.
“Alhamdulillah sejak itu saya punya banyak aset. Dulu waktu jadi karyawan cuma punya rumah satu, mobil satu, itupun nyicil,” ceritanya,
Inspirasi menjadi pebisnis ini, ia peroleh dari pelajaran nasabah-nasabah bank yang setor uang, saat dia bekerja di perbankan. “Ada orang setor uang satu sak. Saya tanya bisnis apa dapat uang segini banyak. Dia bilang bisnis potong ayam. Nah, di sini saya mulai tertarik berbisnis,” ungkapnya.
Dengan berbisnis, aku Kang Didin, semua orang bisa mendapatkan penghasilan yang unlimited. “Tergantung kita mau penghasilan satu miliar atau dua miliar. Itu tergantung dari kesungguhan dan memanagenya,” ujar pemilik lima perusahaan ini.
Di tahun yang sama, 2019, Kang Didin mengaku bertemu Ustad Faqih, saat bersama-sama menjadi pengurus Komnas Pendidikan Jawa Timur. Di sini dia kemudian mengembangkan usaha bidang media digital. Portal banggasidoarjo.com di-upgrade menjadi banggaindonesia.com.
Perusahaan media ini dia tandai dengan membetuk perusahaan baru bernama PT BANGGA MEDIA NUSANTARA. Ia menunjuk RR Yuke Damayanti SH, MKn sebagai notarisnya. Sejak 11 November 2019, akte pendirian perusahaan tersebut disahkan oleh SK Kemenkumham dengan nomor AHU-0414 AH 02-01.
“Alhamdulillah, perusahaan ini sudah berkembang dan domain-domain bangga sudah kita beli semua. Ada banggamall.com, banggaukm.com dan lain-lain,” katanya.
Karena itu, ia berharap para santri bisa mengambil porsi perusahaan yang tersedia, khususnya yang punya keinginan menjadi pengelola media.
Kang Didin berharap ke depan para santri benar- benar menjadi pengusaha yang beriman, bertakwa dan sukses pula di dunia.
“Orang Islam itu harus kaya raya. Suatu saat nanti yang naik mobil-mobil mewah itu adalah santri-santri dari sini,” tutupnya.
Asah Talenta
Benar apa yang disampaikan Kang Didin. Jurnalis kawakan Abdul Muis yang karib disapa Cak Amu saat diberi kesempatan berbicara menyebut jadi pebisnis harus ditanamkan sejak dini. Mental dan spiritual sangat penting untuk menunjang sukses seseorang.
Pengalaman puluhan tahun menjadi wartawan, baru saat ini Cak Amu menikmati talentanya. Bisa mengelola media sendiri.
Itupun tidak bisa dilakukan sendiri alias harus bersinergi dengan Kang Didin. Yakni berbagi saham untuk membesarkan Bangga Indonesia.
Nah, santri di TEJ ke depan tidak perlu pakai lama untuk menjadi pengusaha media. Tidak harus jadi wartawan lama-lama.
Karena itu, Cak Amu nanti tak sekedar mengajarkan bagaimana menguasai dunia jurnalistik. Mereka akan dipersiapkan untuk mengelola media. Mulai dari manajemen redaksi hingga mengelola perusahaan.
“Bukan tidak mungkin salah satu media grup Bangga Indonesia ini nanti akan dikelola oleh santri lulusan TEJ” jelasnya.
Belajar di pesantren ini, kata Cak Amu, santri akan mendapatkan tiga bekal untuk mengarungi hidup di jaman milenial. Selain kuat keimanan dan keislamannya, mereka juga mampu mengelola potensi atau talenta yang dimiliki.
“Santri tidak perlu babat alas lagi terjun di masyarakat. Cukup gunakan ilmu dan pengalaman mentornya yang sudah kenyang pengalaman,” tegas wartawan senior jebolan Jawa Pos dan grupnya ini.
Ia berharap selama masa pendidikan para santri akan menemukan talentanya. “Awali setiap belajar dan usaha itu dengan senang hati,” ujarnya.
Jika sudah senang, santri akan menuju mencintai passion atau bakat yang dimiliki. “Seorang wanita kalau tidak didasari rasa senang dulu, dia tidak akan mencintai dan mau dinikahi,” analoginya.
Bakat, passion, atau talenta, menurut Cak Amu, tak akan bersinar jika tidak diasah. Dan, harus tepat pula orang yang mengasahnya. (aba)