وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى اْلأَرْضِ وَ اتَّبَعَ هَوٰهُ #
“Kami (Allah SWT) ingin meninggikan derajatnya (manusia) dengan ayat-ayat (Al-Qur’an), tetapi mereka (manusia) lebih suka menuruti hawa nafsunya dan lebih mencintai dunia” (QS. Al-A’rof (7); ayat 176)
SAUDARAKU. Ramadhan telah tiba. Patut disyukuri bahwa Allah SWT masih memberi kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan yang penuh ampunan, bulan curahan berkah dan Rahmat serta bulan Al-Qur’an.
Saudaraku. Kehadiran bulan Ramadhan seakan menyampaikan pesan penting pada setiap orang mukmin. Bahwa langkah hidup orang mukmin, dihadapkan pada 2 (dua) pilihan; apakah ia hidup dengan petunjuk/bimbingan Allah Swt, atau meniti jalan hidup dengan menuruti hawa nafsu yang dipandu oleh syetan.
Petunjuk Allah Swt selalu dimohonkan oleh manusia yang beriman ketika ia menjalankan ibadah shalat. Sedikitnya 34 kali dalam sehari, ia memohon petunjuk-Nya, 17 kali di dalam Surat Al-Fatihah yang dibaca, yakni ihdinash-shirotol mustaqim (tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus) dan 17 kali dalam bacaan duduk antara dua sujud, yakni robbighfirlii, warhamnii… wahdinii (tunjukkanlah aku)…
Saudaraku. Mengapa disebut sedikitnya 34 kali?… karena dihitung dari jumlah rokaat sholat fardlu, yang mana akan didapatkan jumlah 17 rokaat dalam seharinya, dikalikan 2 permohonan di setiap rokaat.
Kalau ada tambahan sholat sunnah?… Qobliyah, Ba’diyah, Dhuha, Tahajjud, dan lain-lain, tinggal dikalikan sendiri berapa kali ia memohon petunjuk-Nya dalam seharian itu.
Namun, bagaimana hasilnya?… Apakah ia merasa hidupnya telah dibimbing oleh Allah SWT atau malah seperti dibiarkan-Nya untuk terus melangkah menuruti hawa nafsu dan arahan syetan laknatullah?…
Ada baiknya saudaraku kita perhatikan firman Allah Swt di dalam Surat Al-Maidah (5) ayat 16, yang berbunyi:
يَهْدِى بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوٰنَهُ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّوْرِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيْهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ .
Artinya: “Dengan-nya (Al-Qur’an) Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Al-Qur’an pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.”
ِ
Ayat di atas saudaraku, menegaskan bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan media atau sarana yang Allah hadirkan sebagai petunjuk bagi manusia (khususnya umat Rosulullah SAW) yang ingin meraih keselamatan hidup dunia hingga akherat.
Maka, bagi umat Nabi Muhammad SAW yang ingin jalan hidupnya dibimbing oleh petunjuk Allah SWT, untuk meraih kebahagiaan hakiki seharusnya setelah ia berdoa dalam sholatnya, kemudian ia tindaklanjuti permohonannya itu dengan MEMBUKA lembaran-lembaran AL-QUR’AN.
Karena di dalam Al-Qur’an itulah konkretnya petunjuk Allah SWT akan diperoleh oleh hamba-Nya yang mengharapkannya. Selama orang yang selalu memohon petunjuk-Nya itu tidak membuka Al-Qur’an (maksudnya: mempelajari dan mentadabburi) maka sepanjang hidupnya ia tidak akan menemukan petunjuk-Nya. Karena petunjuk Allah SWT tidak kemana, tetapi ada di dalam Al-Qur’an.
Sulitkah Al-Qur’an untuk dipelajari dan ditadabburi guna memperoleh petunjuk-Nya…? Jelasnya tidak.
Karena Allah SWT sendiri yang menjaminnya mudah untuk dipelajari, sebagaimana QS Al-Qomar (54) ayat 17, 22, 30, dan 40 berbunyi:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ .
Walaqod yassarnal qur-ana lidz-dzikri fahal min muddakir. Artinya: “Dan sungguh telah Kami (Allah) mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?
Saudaraku. Mengapa dijamin mudah…? Karena memang dimaksudkan untuk menjadi media pembimbingan kepada hamba-hambaNya yang ingin meraih keselamatan hidup di dunia hingga akherat.
Namun sayang sekali, tidak banyak umat Nabi Muhammad SAW yang mengambil kesempatan mudahnya Al-Qur’an ini. Sebagian besarnya malah tidak bisa membaca.
Yang bisa membaca hanya berJuga mereka yang bisa menghafal Al-Qur’an, sebagian dari mereka juga berhenti pada aspek ini, tidak berlanjut untuk menggali nilai-nilai pelajaran (petunjuk) dari kalamullah tersebut. Entah mengapa.
Saudaraku. Padahal hidup manusia di dunia ini, ibarat seorang pengembara, demikian sabda baginda Rosul SAW.
Tentunya sebagai musafir yang sedang berkelana, ia akan melalui berbagai tempat yang asing. Pada saatnya, pasti ia pernah bahkan bisa jadi selalu berada pada situasi atau keadaan yang ia harus bertanya, kemana gerangan ia harus melangkah…?
Kepada siapakah kita akan bertanya…? Kepada setiap orang yang ditemuikah…?
Apakah orang-orang itu patut dipercaya, jangan-jangan malah menunjukkan ke arah jurang kehancuran dan jalan yang menyesatkan.
Mari dibuka kembali firman Allah SWT di dalam Al-Quran mengenai tekad Iblis kepada Allah SWT untuk berusaha menyesatkan manusia. QS. Al-A’rof (7) ayat 16-17 yang artinya:
“Iblis berkata (kepada Allah): “Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, maka aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (manusia) dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
Nah, dari firman Allah SWT ini maka jelas sudah bahwa di setiap persimpangan jalan yang akan dilalui ‘musafir’ manusia di kehidupan dunia telah dipasang banyak ‘agen-agen’ syetan guna menyesatkannya.
Karenanya manusia harus berhati-hati. Paling aman adalah bertanya kepada yang paling tahu jalan karena yang membuat jalan sehingga pasti tidak akan menyesatkannya, yaitu Allah SWT.
Tetapi kecenderungan manusia inginnya; yang instan, simpel dan praktis, tidak mau berlama-lama meskipun menunggu barang sebentar. Siapa yang ada dihadapannya itulah yang langsung dipercaya petunjuknya.
Ya, tentu saja menemui jalan buntu dan menyesatkan, wong mereka itu adalah ‘agen-agen’ syetan yang selalu stand-by (selalu siap) di tempat untuk menyesatkan ‘musafir’ kaum manusia yang kebingungan dipersimpangan jalan. Memang jalan yang ditunjukkan nampak sepertinya mulus dan lurus, tetapi itu hanyalah jebakan menuju kecelakaan.
Sedangkan untuk bertanya kepada yang punya otoritas jalan harus di hubungi dulu, menunggu sejenak, dan bisa jadi jalan yang diarahkan nantinya terlihat nampak terjal, berbatu, berair, lincin, tetapi sesudahnya yang tidak terlihat oleh sejauh mata memandang adalah jalan yang mulus dan lurus.
Saudaraku. Itulah gambaran dari kecenderungan manusia ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya sebagaimana tersebut di permulaan tulisan, yang artinya:
“Kami (Allah SWT) ingin meninggikan derajatnya (manusia) dengan ayat-ayat (Al-Qur’an), tetapi mereka (manusia) lebih suka menuruti hawa nafsunya dan lebih mencintai dunia” (QS. Al-A’rof (7); ayat 176)
Dari ayat ini tersurat secara jelas bahwa Allah SWT sebagai Penguasa Kehidupan (Dunia maupun Akherat) ingin menyelamatkan manusia dari jurang kehancuran sebagaimana yang diancamkan oleh Syetan dengan petunjuk-Nya yakni Al-Qur’an (yang dipelajari dan ditadabburi oleh manusia beriman.
Tetapi manusia, terlena dengan ‘promosi’ sesat syetan melalui hawa nafsu yang menawarkan kesenangan duniawi. Padahal dunia, sejatinya dijadikan oleh Allah sebagai alat menuju keabadian akherat, tetapi oleh syetan di’publikasikan’ menjadi tujuan dari kehidupan manusia yang harus diraih sebesar-besarnya untuk keabadian dunia.
Itulah kepalsuan (fatamorgana) yang dihembuskan oleh syetan tanpa disadari oleh kebanyakan manusia, tidak terkecuali mereka yang mengaku beriman dan mengaku umat Nabi Muhammad SAW. Apa sebab, bisa jadi karena tidak mengetahui peringatan Allah SWT sebagaimana tersebut ayat diatas.
Hadanallah wa iyyakum.
Wallahu a’lam bis-showab.
Achmad Syaichu Buchori, S.Ag.
• Pengasuh Madrasatul Qur’an Al-Anwar Manyar Sabrangan Surabaya
• Instruktur pada Majelis Maca Qur’an Sakmaknane “Metode HARFun” di Yogyakarta, Jombang dan Surabaya
• Wakil Sekretaris IKA UNHASY Tebuireng Jombang
• Ketua Majelis Alumni LPBA Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya