SENJA di UJUNG CITA
Karya : Mariana_MAN 5 Jombang
Tok… tok… tok…
“Senja, bangun!”
“Nanti kamu telat, Senja” suara baritone milik Niko itu mengema keseluruh penjuru rumah mewahnya.
“Iya bang, Senja udah bangun kok cuma males keluar aja masih kepagian juga berangkat sekolah jam segini.”
“Jam 7 kurang 10 kok kepagian, kamu mau berangkat jam berapa?”
“Jam sekarang, daaahh Niko burik” Senja mencium punggung tangan abang kesayangannya dan pergi menghilang di balik pintu.
***
Senja menyusuri koridor sekolahnya, waktu sudah menunjukan pukul 7 tapi kenapa banyak siswa yang masih berlalu lalang. Ia berjalan lurus menuju kelasnya, mengotak atik ponsel canggih miliknya. Ia mendapati Hujan tengah berlari kearahnya. Hujan terjatuh tersungkur di lantai tepat dibawah kaki Senja. Senja tertawa terbahak-bahak tanpa harus memikirkan betapa malu temannya ini.
“Lo apaansih Jan, bantuin gue kek”
“Lo sih gila. Ngapain coba lari-lari kek dikejar mantan aja” Senja membantu Hujan untuk berdiri namun tawa masih tak bisa ia hentikan.
“Bodo ah ja” Hujan berjalan meninggalkan Senja sendirian. ia malu, sangat malu ingin rasanya ia menghilang dari bumi sekarang. Senja mengikuti langkah kaki Hujan. Ia berusaha menginjak tali sepatu Fajar yang dibiarkan tak tertali.
“Tali lo gue injek lagi ya, Jan?”
“Lo disuruh jadi perwakilan kelas buat pensi bareng gue” ucap Hujan datar.
“Males. L4”
“L4 apaan anjir?”
“Lo lagi… Lo lagi” mereka tertawa bersama saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut Senja yang sepertinya tulus sudah enek melihat Hujan.
Hari dengan sangat terpaksa senja dan hujan menjadi perwakilan kelasnya untuk acara tahunan sekolahnya. Padahal sekarang pikiran senja sangat kacau, bagaimana tidak,tiga hari lagi ia akan mengikuti olimpiade tapi ia belum belajar sama sekali, jangankan membuka buku, memikirkannya saja ia belum sempat. Pikirannya penuh sekarang, banyak hal terlintas dipikirannya. Dari hal sepele sampai hal yang menurutnya teramat berat.
Senja sangat ingin untuk mengambil beasiswa itu, sekarang ia diberi kesempatan tapi sepertinya keadaan tak mau bersahabat dengannya. Ia sadar bahwa kesempatan tak datang dua kali, jika ia melewatkannya ia akan sangat menyesal di kemudian hari tapi jika mengambil kesempatan itu maka ia akan pergi jauh dari abangnya. Ia tak akan tega meninggalkan abangnya seorang diri, abang saja tak tega meninggalkan dirinya hidup sendiri. Bagaimana dia bisa membalas kebaikan abangnya jika dia malah memilih untuk pergi.
Flashback on
“u-udah m-mas kita p-pis-sah aja”
“Ita, saya juga muak dengan mukamu itu”
Pertikaian antara mama dan papanya itu terus terngiang di telinga kedua anaknya dengan sangat jelas. Lelaki kecil itu memeluk adiknya dengan sangat erat, tak ingin adiknya mendengar apa yang terjadi di balik pintu kamarnya. ia terus memeluk adiknya, berusaha meredam tangis adiknya. Hatinya takut mengetahui apa yang terjadi setelah fajar esok pagi. Hatinya bergetar, ia benar benar takut. Mah Niko takut, Niko gak mau mama sama papa berantem teruss’ .
Flashback off
***
Senja turun dari motor Hujan, memberinya senyumanan dan menghilang di balik pagar. Ia tersenyum kala melihat motor abangnya sudah terparkir di sana. Tidak biasanya abangnya sudah pulang jam segini. Ruang tamu pun kosong, sepi dan sunyi keadaan rumahnya saat ini. Senja mencium bau harum rempah-rempah yang terkena minyak panas dari arah dapur. Senja memamerkan gigi gingsulnya ketika ia melihat meja makan yang sudah penuh dengan berbagai jenis makanan.
“Bang, ngapain sih beli banyak-banyak?”
“Bang, dengerin senja gak sih?”
“Kalo makanannya sebanyak ini besok kita bisa masuk rumah sakit gara-gara obesitas” teriak Senja
“Hai, Senja”
“Hai, siapa ya?”
“Calon kakak kamu, Luvia namanya” Niko menunjukan sederet gigi putihnya
“Hai, Kak Via, Salam kenal” Senja menyambut hangat Luvia dengan pelukannya
Mereka duduk bertiga untuk menikmati makan siang hari ini. Banyak hal yang mereka bicarakan, mulai dari pertunangan mereka yang akan diselenggarakan bulan depan, skripsi Niko yang tak kunjung menemukan akhirnya, kejombloan Senja yang menjadi bahan olok-olokan abang dan calon kakak iparnya, sampai akan pergi ke univrsitas mana setelah ini. Baju apa yang dipakai abang dan calon kakak iparnya untuk menemaninya olimpiade nanti malam. Ingin rasanya senja mengatakan beasiswa yang telah ia dapatkan, ingin sekali meminta pendapat abang dan calon kakak iparnya,serta tanda tangan persetujuan abang kesayangannnya.
Senja menatap matahari yang perlahan menghilang di balik awan, dia merasa setap melihat Senja hatinya merasa damai. Tapi keputusan atas jawabannya tak akan ia temukan hanya dengan menatap senja. Ia beranjak pergi dari kursi kayu di balkon rumahnya, menaruh map coklat itu dilaci. Senja berjalan keluar menuju Niko dan Via yang sudah siap.
“Harus digimanain nih beasiswaku, Kak? dilewatin sayang, diambil juga bingung, udah universitasnya jauh, tinggal sendiri lagi di sana, gue aja gak yakin bisa ngelewatinnya” Ia menaruh map itu dalam laci dan beranjak ke luar kamar.
“Ngomong apa, Lu, mana abang denger sih, ngomong kok bisik-bisik” Teriak Niko
“Kepo, Lu, ya udah, Ayo berangkat!”
***
Hari ini Senja berhasil berhasil mendapatkan piagam penghargaan untuk yang kesekian kalinya. Dengan bangga ia menenteng pialanya, memamerkannya pada Hujan.
“Jan, gue menang lagi dong,” Ia memperlihatkan pialanya pada Hujan. Bagaimana ia melewatkan sesi pamer ini, sedangkan suasana hati Hujan yang sedang kacau, tim basket yang Hujan pimpin kalah dalam pertandingan.
“Ya, udah, emang gue pikirin”
“ Iri nih bocah ingusan” Senja mengeplak kepala hujan.
Tawa mereka terus dengar sepanjang perjalanan menuju cafe untuk merayakan kemanangan senja dan kekalahan Hujan. Aneh memang, tapi itulah mereka, untuk mereka kekalahan bukan untuk ditangisi atau disesali tapi untuk dijadikan pelajaran.
Hari demi hari telah senja lalu sebagai murid kelas 12 yang sangat melelahkan. Bangun – berangkat sekolah – pulang untuk makan – berangkat les- pulang untuk mengerjakan tugas hingga larut – tidur dan bangun untuk berangkat sekolah lagi.
Hari ini hari terakhir ujian nasional berlangsung, Senja mengerjakannnya dengan tenang berharap hasilnya akan melebihi ekspektasinya. Berharap dengan ini masa depan akan menantinya, berharap gerbang universitas yang ia inginkan terbuka semakin lebar meskipun sekarang sudah terbuka lebar juga untuknya.
***
Senja menangis melihat hasil ujiannya di mading sekolah, namanya terpampang diurutan siswa terbaik SMA Bina Bangsa. Air matanya menetes, ia bangga pada dirinya sendiri. Ia merasakan pelukan hangat dari belakang, Hujan menangis.
“ Kenapa sih, Lu alay banget, Jan”
“ Kek mau gue tinggal pergi jauh aja”
“Emang iya bego, kalo nama lo ada disana, beararti pilihan lo ada dua sekarang” Hujan melepas pelukannya, mengusap air matanya.
“Apa emang pilihan gue?”
“London amerika, iya kan?
Hening. Tidak ada jawaban, senja memikirkan ucapan Hujan sekarang.
“Gue mau pulang” Senja memecah keheningan
“Lho, ikut kunyuk, ganti rugi air mata gue sekarang”
“Idih, emang air mata bisa jadi mutiara apa?”
“Ya kaga sih?” Senja pergi meninggalkan Hujan tanpa membalas perkataannya. Hujan mengikutinya dari belakang, ia malas berdebat dan menurut saja.
***
Bandara terasa ramai tapi hati Senja, ia sedang dilanda kesedihan sekarang. Hari ini jadwal keberangkatannya menuju Amerika untuk menggapai cita-citanya. Senyuman memang terukir di antara wajah kakak beradik itu, tapi siapa yang tahu isi hatinya. Suasana seakan sedang mendukung isi hati Senja, matahari tengah berbondong-bondong menutup sinarnya sore ini, hanya akan ada langit yang semakin menghitam pekat di atas sana, seakan tak mengizinkan senja menampakkan mega merahnya di ufuk barat.
Ia melihat keluarganya di balik kaca ruang tunggu penumpang. Senyuman Niko masih terlukis. Hujan sepertinya tak mau melihat Senja, ia lebih memfokuskan diri pada ponsel. Papahnya melambaikan tangan untuk Senja sembari menggandeng tangan istri barunya. dan mamanya yang tengah direpotkan anak kecil, ingin ikut melihat Senja ke dalam pesawat. Senja berharap setelah empat tahun disana, ia akan kembali dan membuat bangga Niko.
***
Dengan langkah bangga Senja menyusuri koridor Harvard. Hari ini adalah sidang kelulusannya untuk gelar sarjana kedokteran. Lusa, ia akan melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Ia memilih pulang lebih cepat, ia berharap dirinya tidak akan terlambat untuk menghadiri acara pertunangan Hujan dan Nina, serta ulang tahun pertama Cello, keponakan tersayangannya.
Dia merasa sangat senang ketika pramugari menyampaikan jika satu jam lagi pesawat akan mendarat di Bandara Ngurah Rai. Hatinya tak sabar untuk melepaskan segalanya rindunya.
***
Niko sudah mempersiapkan segala keperluan untuk ulang tahun Cello. Kini dia menemani Cello melihat video di layar ponselnya. Betapa terkejutnya dia melihat portal berita yang terputar di layar televisinya. Dia sangat khawatir, dia menekan nomor adiknya berkali-kali, berharap portal berita itu salah.
“Penerbangan pesawat R17, dengan rute Singapore – Bali terjatuh diperairan antara Singapor dan Batam, dari 51 penumpang, 12 dinyatakan tewas dan 39 penumpang belum ditemukan”
***