Akrabi Al-Qur’an Bahagia pasti datang !
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,” ( QS Faathir (35) : 29 )
Sobat, ayat di atas menjelaskan amalan yang menguntungkan dan tidak akan merugi. Allah SWT berfirman: Inna al-ladzîna yatlûna Kitâbal-Lâh (sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah). Ayat ini memberitakan orang-orang yang mengerjakan beberapa amal tertentu. Per-tama, mereka adalah orang-orang yang yatlûna al-Kitâb. Menurut al-Jazairi, kata tersebut bermakna yaqr’ûna ta’abbud[an] bih (membaca dalam rangka untuk beribadah dengannya). Dijelaskan al-Syaukani, ung-kapan itu meunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang membiasakan diri dan terus menerus membaca al-Kitab.Yang dimaksud dengan al-Kitâb dibaca tak lain adalah Alquran.
Sobat, memang di antara keistimewaan Alquran adalah membacanya dinilai sebagai ibadah. Rasulullah SAW bersabda: Baca-lah Alquran karena Alquran akan datang pada hari kiamat kelak memberikan syafaat kepada ahlinya (HR Muslim dari Ummah al-Bahili). Dalam riwayat al-Tirmidzi, Rasulullah SAW memberitakan bahwa orang yang membaca satu huruf dari Alqur’an akan diberikan satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan itu setara dengan sepuluh kebaikan.
Selain membaca Alquran, mereka juga: wa aqâmû al-shalâh (dan mendirikan shalat). Kata al-shalâh dalam ayat ini tentu dalam pengertian syar’i. Yakni, ibadah khusus yang diawali dengan takbir, diakhiri dengan salam, dan disertai dengan niat. Mereka mendirikan semua shalat yang diwajibkan atas mereka, dan disempurnakan dengan shalat-shalat nafilah. Semua shalat itu, dikerjakan sesuai dengan waktunya dan terpenuhi syarat, rukun, dan dan dzikirnya. Shalat itu dikerjakan dengan khusuk, sehingga menjadi orang-orang yang beruntung (lihat QS al-Mukminun [23]: 1-2). Selain itu, juga memberikan pengaruh dalam perilakunya, sehingga tercegah dari perbuatan keji dan munkar (lihat QS al-Ankabut [29]: 45).
Amalan lainnya adalah: wa anfaqû mimmâ razaqnâhum sirr[an] wa alâniyat[an] (dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan). Makna frasa ini, menurut al-Thabari, mereka menunaikan zakat yang difardhukan. Selain itu, mereka juga mengeluarkan harta mereka untuk shadaqah tathawwu’.
Penyebutan kata sirr[an] wa ‘alâniyat[an] menjelaskan cara menunaikannya. Apabila ditu-naikan secara sirr[an] (raha-sia), itu lebih baik. Namun jika ditunaikan secara ‘alânit[an] (terang-terangan), menurut du-gaannya tercegah dari sikap riya’. Bisa juga, yang dimaksud dengan sirr[an] adalah shadaqah, semen-tara ‘alâniyat[an] adalah zakat. Sebab, menunaikan zakat secara terang-terangan sama halnya dengan mengumumkan kewajiban. Dan itu sesuatu yang mustahab. Demikian al-Razi dalam tafsirnya.
Sobat. Ayat ini juga sejalan de-ngan QS al-Baqarah [2]: 274, al-Ra’d [13]: 22, dan Ibrahim [14]: 31. Dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Abu Huraih disebutkan bahwa salah satu dari tujuh kelompok yang mendapat na-ungan Allah pada hari kiamat adalah orang yang memberikan shadaqah dengan rahasia, hing-ga tangan kirinya tidak me-ngetahui apa yang dishada-qahkan oleh tangan kanannya.
Menurut Fakhruddin al-Razi, dalam ayat ini mengandung hikmah yang besar Frasa innamâ yakhsyâl-Lâh dalam ayat sebe-lumnya mengisyaratkan amalan hati, frasa al-ladzîna yatlûna Kitâbal-Lâh mengisayaratkan amalan lisan, frasa wa aqâmû al-shalâh mengisayaratkan amalan badan, dan frasa wa anfaqû mimmâ razaqnâhum meng-isyaratkan amalan harta. Penje-lasan senada juga dikemukakan Abu Hayyan al-Andalusi.
Setiap manusia beriman pasti berharap Pahala dan Fadhilah-Nya
Kemudian Allah SWT ber-firman: yarjûna tijârat[an] lan tabûr (mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi). Dijelaskan Menurut Fakhruddin al-Razin, frasa ini menunjukkan bahwa mereka melakukannya dengan ikhlas. Mereka mengerjakan semua amal itu bukan karena riya, supaya disebut sebagai orang yang baik, dermawan, dan sebagainya. Namun mereka mengerjakan benar-benar dilan-dasi motivasi untuk men-dapatkan balasan-Nya.
Kata al-tijârah, menurut al-Raghib al-Asfahani, berarti mem-pergunakan modal yang ber-tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Ibarat tijârah, se-mua amalan itu adalah modal ayng dikeluarkan. Sedangkan keuntungan yang didapat adalah pahala, surga, dan ridha-Nya. Dibandingkan dengan amal yang dikerjakan, tentulah keun-tungan itu sangat besar. Apa yang melebihi surga dan ridha-Nya? Perniagaan itu pun disebut sebagai tijarât[an] lan tabûr, perniagaan yang tidak akan merugikan. Sebagaimana dije-laskan al-Jazairi, kata lan tabûr bermakna lan tahlik (tidak akan lenyap).
Sobat, Al-Qur’an menyerukan kita agar berprasangka baik terhadap Allah, bertawakal kepada-Nya, optimis , mempercayai semua janji-Nya, sabar menunggu datangnya pertolongan Allah, dan meyakini bahwa sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Al-Qur’an memperingatkan agar jangan meratapi sesuatu yang telah terjadi, karena itu sudah berlalu, dan jangan takut menghadapi masa depan yang belum tentu.
Sobat, Al Qur’an menjanjikan kecukupan setelah kefakiran, kemuliaan setelah kehinaan. Al Qur’an melarang berputus asa, patah harapan, hilang semangat,buruk sangka, dan keragu-raguan.Al Qur’an menyuruh mengeluarkan noda-noda jiwa dan berbagai penyakit hati seperti; iri, dengki, dendam, dan kebencian. Dan Al Qur’an juga menyuruh berlapang dada, memaafkan kesalahan orang, bersabar, bersikap baik, memberi pengampunan, meredam kemarahan, menghilangkan kebencian, dan berprilaku yang terpuji.
Sesungguhnya kitab yang mulia ini akan membawa kita kepada kebahagiaan, kegembiraan, kesenangan dan suka cita ketika kita mengamalkan dan menjadikannya sebagai pedoman hidup.
Salam Dahsyat dan luar biasa !
(Spiritual Motivator – DR.N.Faqih Syarif H, M.Si Penulis Buku Gizi Spiritual , Pengasuh Kelas Menulis Online 90 Hari Menulis Buku. Sekretaris Komnas Pendidikan Jawa Timur )