Bangga Indonesia, Probolinggo – Konspirasi Dibelakang Uang
Kasus Covid-19 semakin meningkat. Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat penambahan kasus positif sebanyak 9.869 per Minggu (13/6). Dengan penambahan itu, total kasus positif saat ini telah mencapai 1.911.358.
Kemudian, kasus sembuh mencapai 1.745.091 atau bertambah 4.655 dari sehari sebelumnya. Sedangkan, kasus kematian bertambah 149 sehingga total mencapai 52.879.
Dengannya, bisa diperkirakan penyebaran virus corona akan semakin masif, mengingat munculnya beberapa varian baru.
Dikutip dari CNN.Indonesia, Sebanyak 28 warga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dinyatakan positif terinfeksi covid-19 varian baru B.1617.2 yang berasal dari India.
Sedangkan jumlah pasien terpapar mutasi virus corona varian terbaru di Delta, Jawa Timur bertambah lima. (Merdeka.com)
Dan kemarin sempat hangat tentang 15 warga Bojonegoro yang terdeteksi terpapar virus corona terbaru saat terjaring penyekatan swab antigen di jembatan Suramadu.
Informasi yang dihimpun detikcom, semua warga Bojonegoro terjaring swab antigen usai ziarah ke Bangkalan, Madura. Namun dari 14 warga Bojonegoro, ini salah satunya positif COVID-19.
Belum ada kabar pasti bagaimana varian ini dapat masuk ke Indonesia. Yang pasti, virus bentuk terbaru ini penyebarannya lebih cepat dari varian-varian lainnya.
Sangat aneh sekali, jika sampai sekarang belum diketahui pasti bagaimana awal mula masuknya varian jenis baru ini dan varian-varian lainnya ke indonesia. Padahal para pakar selalu melakukan kajian tentang Covid-19 terus menerus.
Qadarullah
Pertama kali kemunculan pendemi Covid-19, banyak kalangan memberikan analisa tentang penyebab kemunculannya. Ada tiga pendapat mengenai hal ini.
Pertama, ada yang berpendapat bahwa virus ini murni berasal dari hewan. Yang kemudian menular pada manusia.
Kedua, karena salah satu Lab. Biologi di Cina mengalami kebocoran. Sehingga salah satu virus subyek penelitian mereka menyebar ke masyarakat.
Ketiga, virus ini sengaja diadakan dan disebarkan untuk kepentingan tertentu.
Diatas semuanya, analisa kedua dan ketiga tertolak. Sebab, jika memang virus ini konspirasi terhadap kepentingan tertentu, maka dunia tak akan seheboh saat ini. Belum lagi, siapapun yang merencanakan, ia juga menanggung kerugian besar karena pandemi ini.
Kemudian, apabila dimungkinkan adanya laboratorium yang bocor, sudah pasti akan ada berita tersiar laboratorium manakah itu. Dan tentunya lab tersebut memiliki vaksin anti virus nya. Nyatanya, vaksin virus corona baru ditemukan sekian lama setelah wabah telah menyebar.
Maka, kemungkinan paling tepat ialah, virus ini benar-benar berasal dari hewan yang menular pada manusia. Dan wabah ini merupakan ujian dari Allah SWT. kepada ummat manusia yang beriman dan adzan bagi hamba-Nya yang membangkang. Sesuai dengan firman ALLAH SWT. Yang artinya:
“Telah tampak kerusan di bumi dan dilaut karena perbuatan tangan (kemaksiatan) manusia” (Ar Rum: 41)
Manusia Kapitalis Pemakan Segala
Akan tetapi, namanya negeri kapitalis, sehelai kain, setetes air hingga sebutir sebutir debu pun harus bisa diuangkan. Begitu juga dengan pendemi ini. Para kapital beternak uang di dalam lautan wabah. Semua hal yang berkaitan dengan Covid-19, harus menelurkan uang.
Wabah corona yang mulanya tak berkonspirasi menjadi penuh dengan konspirasi. Mulai dari pariwisata yang dipersilahkan untuk dibuka dan mudik dilarang yang alasannya untuk menjaga kesehatan masyarakat. Tapi ternyata kebijakan ini hanya agar para pebisnis bisa meraup keuntungan di atas sektor pariwisata.
Begitu pula dengan adanya varian baru ini bisa jadi merupakan konspirasi. Karena fakta mengutarakan penyebab masuknya varian terbaru ini belum diketahui. Mungkin penyebab ini disembunyikan oleh oknum tertentu.
Boleh jadi, salah satu dari dua penyebab. Pertama, disengaja ada WNA yang masuk ke indonesia membawa virus tersebut. Hal ini mengingat pemerintah memberikan akses yang mudah bagi pekerja asing untuk pergi ke negeri ini.
Kedua, melalui vaksin. Dilansir dari internet, vaksin Sinovac yang dipakai oleh indonesia tidak diterima oleh negara lain. Artinya, jika ada WNI yang keluar negeri dengan keadaan telah divaksin. Maka, mereka harus divaksin ulang.
Ditambah lagi, tersiar kabar banyaknya kematian yang terjadi pada warga yang telah divaksin. Inilah yang menimbulkan kecurigaan.
Entah apa alasan oknum yang berbuat seperti ini. Tentunya, ini merupakan kejahatan besar yang patut di beri sanksi dan membawa kemarahan seluruh warga Indonesia.
Dipertanyakan juga kenapa mereka mampu berbuat demikian. Boleh jadi ada campur tangan dari penguasa akan hal ini.
Dan kelalaian pemerintah yang lebih mementingkan bisnis para kaum kapitalis dari pada kesehatan dan nyawa rakyatnya. Sehingga mereka tidak bisa mendeteksi adanya konspirasi semacam ini.
Inilah pahitnya tinggal di negeri kapitalis, selembar kertas uang lebih berhak diselamatkan dibanding identitas kita sebagai manusia. Miris sekali bukan?
Ingin rasanya lari dari cengkraman sistem kapitalisme. Ingin rasanya tinggal di negeri yang sangat serius dalam mengurusi rakyatnya. Dan sayangnya negeri idaman itu telah runtuh tepat satu abad yang lalu.
Negeri ini adalah khilafah. Dimana kemaslahatan rakyatlah yang utama. Bagaimana tidak? Jiwa-jiwa didalamnya penuh dengan ketaqwaan yang menumbuhkan pada hati mereka rasa tanggung jawab besar atas amanah kekuasaan. Disertai juga dengan sanksi yang mereka dapat ketika melalaikan amanah ini.
Dilansir dari Republika.co, pada zaman dahulu, Daulah Islam lah yang terdepan dalam menangani wabah.
Nukhet Varlik memaparkan dalam disertasinya, “Disease and Empire: A History of Plague Epidemics in the Early Modern Ottoman Empire (1453-1600)” (2008), Kesultanan Utsmaniyah selama 64 tahun terus diterjang epidemi meski secara berkala. Dengan jumlah korban jiwa yang tak sedikit, tiap peristiwa wabah menjadi kesedihan bersama seluruh rakyat dan penguasa Utsmaniyah. Wabah juga selalu melumpuhkan aktivitas ekonomi sehingga memberi dampak jangka panjang.
Saat epidemi berlangsung, warga Utsmaniyah sudah terbiasa untuk memilih antara dua pilihan: bertahan di rumah masing-masing atau sementara menyingkir ke perbukitan –jauh dari keramaian kota. Keduanya adalah bentuk karantina diri sehingga meminimalkan kontak persebaran penyakit.
Dalam hal ini Rasulullah SAW. pun bersabda, “”Jika ada wabah di suatu kota, janganlah kalian masuk. Kalau kalian sedang ada di dalamnya, janganlah kalian lari keluar.”
Para sultan juga telah membuat berbagai fasilitas karantina. Ambil contoh, Pulau Chios di Laut Aegea –lepas pantai Yunani– pernah dijadikan sebagai lokasi karantina warga, pelancong, dan/atau pedagang pada abad ke-16.
Siapapun yang terbukti baru saja datang dari kawasan yang terjangkit wabah mesti dikarantina di sana. Biasanya, durasinya sekitar 20 hari. Pulau Adalar dekat pantai Istanbul juga menjadi tempat karantina, khususnya bagi para tamu raja. Duta besar Habsburg untuk Utsmaniyah, Ogier Ghiselin de Busbecq (1554-1562), pernah menetap tiga bulan lamanya di sana demi menghindari wabah.
Tidak hanya berupa pulau yang terisolasi. Utsmaniyah juga mengembangkan pusat-pusat karantina yang dinamakan tahaffuzhanes. Mulanya, bangunan ini didirikan di Tuzla dan Urla. Seiring waktu, khususnya sejak abad ke-18 konstruksi serupa juga diadakan di banyak wilayah, termasuk sekitaran Istanbul, Edirne, dan kawasan pesisir Laut Hitam. Sesuai namanya, tahaffuzhanes berfungsi sebagai tempat sementara untuk mengisolasi orang-orang yang diduga terpapar wabah. Bila memerlukan pertolongan medis, mereka dapat dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Varlik menemukan, para penguasa Utsmaniyah terus menggiatkan pembangunan rumah-rumah sakit, setidaknya sejak seabad pasca-penaklukan Konstantinopel (Istanbul). Oleh karena itu, mereka cenderung siap saat menghadapi fenomena wabah. Sedikitnya, terdapat enam unit rumah sakit di ibu kota, Istanbul. Tata kota itu menunjukkan, tiap rumah sakit berlokasi di pinggiran kota. Hal ini sebagai langkah antisipasi agar jangan sampai penyakit yang sedang diidap para pasien menulari kebanyakan warga yang sehat.
Dalam menghadapi pendemo cacar pada saat itu pun, Islam yang menjadi penemu pertama vaksin jauh sebelum Eropa.
Gulten Dinc dan Yesim Isil Ulman menjelaskan dalam artikel pada “Vaccinebertajuk The Introduction of Variolation ‘A La Tur ca’ to the West by Lady Mary Montagu and Turkey’s Contribution to This” (2007).
Dinc dan Ulman menjelaskan, konsep kekebalan buatan sudah dikenal manusia sejak lama. Pada abad ke-10, bangsa Cina telah melakukan ini. Caranya dengan mengambil bekas luka bintil cacar yang telah mengering dari si sakit. Kemudian, borok yang telah mengering itu dimasukkan ke dalam lubang hidung orang lain. Alasannya, agar orang tersebut dapat kebal cacar meskipun ada pula yang justru tertular penyakit tersebut.
Dinc dan Ulman mengatakan, teknik membuat kekebalan tubuh pada masa Utsmaniyah dikenal dengan istilah variolasi (variolation). Teknik variolasi pada dasarnya mengumpulkan serpihan-serpihan kulit yang telah terinfeksi cacar, untuk kemudian diberikan kepada orang yang normal. Tujuannya agar si resipien dapat kebal cacar.
Variolasi pertama kali diperkenalkan orang-orang Turki Seljuk. Suku bangsa itu mulai menguasai Anatolia (kini negara Turki) sejak abad ke-11 atau sebelum munculnya Kesultanan Utsmaniyah. Orang Seljuk yang ahli variolasi diketahui mempraktikkan metode ini dalam upacara adat tiap musim gugur. Suatu manuskrip menggambarkan bagaimana seorang pria melakukan variolasi terhadap enam anak di Istanbul.
Sangat disayangkan, perhatian-perhatian seperti atas pada hari ini tidak begitu maksimal. Buktinya, hingga saat ini pandemi masih berlangsung. Dan cenderung meningkat.
Hal ini terjadi, karena apalagi jika bukan memang pemerintah malas melakukannya. Karena menurut mereka yang menganut sekuler-kapitalis, berbuat semacam itu tidak menguntung sama sekali untuk mereka sendiri dan tidak menghasilkan penghasilan.
Bagaimanapun, perhatian secara totalitas semacam ini hanya ditemukan pada Daulah Islam yang telah runtuh.
Dan jika kita ingin merasakan perhatian yang melahirkan kesejahteraan ini ada kembali, kita harus berjuang agar ia bisa tegak kembali. Dengan cara meruntuhkan negara kapitalisme, mengenyahkannya, lalu merajut kembali Daulah Islam. _Biiznillah_
( Wafi Mu’tashimah, Siswi SMAIT al Amri )