“Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir. “
Enno Endang Subekti, perempuan kelahiran Purworejo 44 tahun silam, adalah pelaku Usaha Kecil Menengah bernama Ayam Suwir Dapur Endess. Kecintaannya akan kuliner rendang, membuatnya terpikir untuk menjual rendang yang berbeda.
Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir.
Menyambut bulan suci Ramadhan, Enno telah bersiap agar bisnis ayam suwir buatannya semakin laku di pasaran. Strateginya meliputi membuat paket bingkisan Ramadhan, mengaktifkan kembali pemasaran melalui aplikasi pesan antar, menghadirkan menu ayam geprek beku, dan juga menjual kue kering lebaran produksi Dapur Endess dengan ayam suwir sebagai menu andalan.
Saat awal membangun usaha Ayam Suwir Dapur Endess pada awal tahun 2020, Enno hanya memanfaatkan aplikasi chat untuk memasarkan produk dengan sistem cash on delivery. Namun, setelah mengikuti pelatihan Enno mencoba menerapkan apa yang ia pelajari dari pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang bekerja sama dengan Google.
“Pada saat mengikuti pelatihan kami menyadari kekurangan kami, misalnya kurangnya cara mempromosikan produk. Kami ingin menambah platform lain agar semakin banyak yang tahu produk yang kami buat. Materi pelatihannya sangat bermanfaat sekali, apalagi tentang digital marketing dan Google Bisnisku yang membantu memperkenalkan produk. Apa yang saya pelajari dari Digital Entrepreneurship Academy (DEA) membantu dan bisa digunakan untuk memperbaiki usaha saya kedepannya agar tidak kalah saing dengan kompetitor dan bisa go online,” ungkap Enno dalam keterangannya.
Tidak hanya terkait pemasaran produk, namun Enno banyak belajar juga mengenai pengemasan produk.
“Ternyata packaging dan brand label sangat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli suatu produk dan saya akui di awal memang produk kami masih jauh dari kata baik dalam hal ini sehingga kami mulai memperbaikinya. Dari yang awalnya memakai plastik sekarang kita mencoba pakai kemasan yang bisa digunakan di microwave dan dari segi labelnya kita perbaiki warna yang cocok untuk makanan, jadi menarik perhatian customer,” cerita Enno.
Sejak 2010 Enno sebenarnya pernah menjalankan berbagai usaha. Dia pernah membuat event organizer hingga mencoba berjualan sebagai reseller baju dan batik sampai membuat sambal untuk dijual, tetapi upayanya berwirausaha tak kunjung berhasil. Hingga akhirnya dia mendirikan Ayam Suwir Dapur Endess yang menjadi bukti bahwa meski pernah gagal dalam bisnis lain, seperti event organizer dan reseller, ia harus bangkit dan tetap maju mencari kesuksesan.
Sementara Octaviani Nur Widhayati yang berada di Madiun menjalankan bisnis parcel dan kue kering sejak 2016. Kendalanya, di saat mendekati hari raya Idul Fitri, pesanan yang ia terima sangat membludak. Namun setelah itu, ia pernah sama sekali tidak mendapat pesanan selama satu bulan lamanya.
“Cobaan kembali datang ketika suami saya terkena PHK akibat pandemi, saya pun sempat mencoba bisnis kecil lainnya dibidang tanaman hias. Melihat kendala yang saya alami, saya berpikir untuk mengikuti pelatihan online tentang dunia digital. Saya ingin menambah pengetahuan tentang pemasaran di dunia digital serta bagaimana cara bertahan pada masa pandemi ditengah kemajuan teknologi ” ungkap dia.
Pada November 2020, Octaviani dan suami mengikuti pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo RI dan bekerja sama dengan Google Indonesia. Tujuannya tentu saja agar produk parcel, kue kering, dan tanaman hias yang ia dan suaminya jual banyak diminati pembeli. Pada saat pelatihan, ia mempelajari bagaimana berjualan secara daring yang baik melalui beriklan melalui media digital, membuat laman resmi, dan Google Bisnisku.
“Saya baru tahu bahwa Google menyediakan suatu aplikasi gratis yang dapat membantu kami sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah untuk go-digital. Bagi saya, aplikasi Google Bisnisku merupakan sesuatu yang luar biasa. Saya sangat terkejut mengetahui bahwa saya selama ini tidak pernah menggunakan aplikasi yang dapat membantu perkembangan usaha saya. Dan yang paling mengagumkan adalah aplikasi ini gratis, selain itu saya juga memanfaatkan blog untuk lebih memperkenalkan usaha saya”.
Kini, bisnis grosir kue lebaran dan parcel Octaviani sudah berjalan selama lima tahun. Biasanya, penjualan tertinggi usahanya terjadi selama bulan Ramadhan, dimana ia bisa menjual 70 pax parcel, 50 karton kue kaleng dan 100 toples kue kering. Untuk mempersiapkan pesanan yang membludak ini, Octaviani memanfaatkan perangkat lunak penjualan untuk mempermudah rekap dan mutasi order.
Untuk membuat usahanya bisa terus berkembang lebih baik lagi, Octaviani tengah menekuni cara membuat website untuk bisnis. Melalui belajar pemasaran digital, Octaviani bisa membantu keluarga untuk bisa tetap bertahan hidup. Harapannya, kelak Octaviani ingin terus berinovasi dengan produk yang ia jual dan memaksimalkan pemanfaatan digital.(ant)
“Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir. “
Enno Endang Subekti, perempuan kelahiran Purworejo 44 tahun silam, adalah pelaku Usaha Kecil Menengah bernama Ayam Suwir Dapur Endess. Kecintaannya akan kuliner rendang, membuatnya terpikir untuk menjual rendang yang berbeda.
Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir.
Menyambut bulan suci Ramadhan, Enno telah bersiap agar bisnis ayam suwir buatannya semakin laku di pasaran. Strateginya meliputi membuat paket bingkisan Ramadhan, mengaktifkan kembali pemasaran melalui aplikasi pesan antar, menghadirkan menu ayam geprek beku, dan juga menjual kue kering lebaran produksi Dapur Endess dengan ayam suwir sebagai menu andalan.
Saat awal membangun usaha Ayam Suwir Dapur Endess pada awal tahun 2020, Enno hanya memanfaatkan aplikasi chat untuk memasarkan produk dengan sistem cash on delivery. Namun, setelah mengikuti pelatihan Enno mencoba menerapkan apa yang ia pelajari dari pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang bekerja sama dengan Google.
“Pada saat mengikuti pelatihan kami menyadari kekurangan kami, misalnya kurangnya cara mempromosikan produk. Kami ingin menambah platform lain agar semakin banyak yang tahu produk yang kami buat. Materi pelatihannya sangat bermanfaat sekali, apalagi tentang digital marketing dan Google Bisnisku yang membantu memperkenalkan produk. Apa yang saya pelajari dari Digital Entrepreneurship Academy (DEA) membantu dan bisa digunakan untuk memperbaiki usaha saya kedepannya agar tidak kalah saing dengan kompetitor dan bisa go online,” ungkap Enno dalam keterangannya.
Tidak hanya terkait pemasaran produk, namun Enno banyak belajar juga mengenai pengemasan produk.
“Ternyata packaging dan brand label sangat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli suatu produk dan saya akui di awal memang produk kami masih jauh dari kata baik dalam hal ini sehingga kami mulai memperbaikinya. Dari yang awalnya memakai plastik sekarang kita mencoba pakai kemasan yang bisa digunakan di microwave dan dari segi labelnya kita perbaiki warna yang cocok untuk makanan, jadi menarik perhatian customer,” cerita Enno.
Sejak 2010 Enno sebenarnya pernah menjalankan berbagai usaha. Dia pernah membuat event organizer hingga mencoba berjualan sebagai reseller baju dan batik sampai membuat sambal untuk dijual, tetapi upayanya berwirausaha tak kunjung berhasil. Hingga akhirnya dia mendirikan Ayam Suwir Dapur Endess yang menjadi bukti bahwa meski pernah gagal dalam bisnis lain, seperti event organizer dan reseller, ia harus bangkit dan tetap maju mencari kesuksesan.
Sementara Octaviani Nur Widhayati yang berada di Madiun menjalankan bisnis parcel dan kue kering sejak 2016. Kendalanya, di saat mendekati hari raya Idul Fitri, pesanan yang ia terima sangat membludak. Namun setelah itu, ia pernah sama sekali tidak mendapat pesanan selama satu bulan lamanya.
“Cobaan kembali datang ketika suami saya terkena PHK akibat pandemi, saya pun sempat mencoba bisnis kecil lainnya dibidang tanaman hias. Melihat kendala yang saya alami, saya berpikir untuk mengikuti pelatihan online tentang dunia digital. Saya ingin menambah pengetahuan tentang pemasaran di dunia digital serta bagaimana cara bertahan pada masa pandemi ditengah kemajuan teknologi ” ungkap dia.
Pada November 2020, Octaviani dan suami mengikuti pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo RI dan bekerja sama dengan Google Indonesia. Tujuannya tentu saja agar produk parcel, kue kering, dan tanaman hias yang ia dan suaminya jual banyak diminati pembeli. Pada saat pelatihan, ia mempelajari bagaimana berjualan secara daring yang baik melalui beriklan melalui media digital, membuat laman resmi, dan Google Bisnisku.
“Saya baru tahu bahwa Google menyediakan suatu aplikasi gratis yang dapat membantu kami sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah untuk go-digital. Bagi saya, aplikasi Google Bisnisku merupakan sesuatu yang luar biasa. Saya sangat terkejut mengetahui bahwa saya selama ini tidak pernah menggunakan aplikasi yang dapat membantu perkembangan usaha saya. Dan yang paling mengagumkan adalah aplikasi ini gratis, selain itu saya juga memanfaatkan blog untuk lebih memperkenalkan usaha saya”.
Kini, bisnis grosir kue lebaran dan parcel Octaviani sudah berjalan selama lima tahun. Biasanya, penjualan tertinggi usahanya terjadi selama bulan Ramadhan, dimana ia bisa menjual 70 pax parcel, 50 karton kue kaleng dan 100 toples kue kering. Untuk mempersiapkan pesanan yang membludak ini, Octaviani memanfaatkan perangkat lunak penjualan untuk mempermudah rekap dan mutasi order.
Untuk membuat usahanya bisa terus berkembang lebih baik lagi, Octaviani tengah menekuni cara membuat website untuk bisnis. Melalui belajar pemasaran digital, Octaviani bisa membantu keluarga untuk bisa tetap bertahan hidup. Harapannya, kelak Octaviani ingin terus berinovasi dengan produk yang ia jual dan memaksimalkan pemanfaatan digital.(ant)
“Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir. “
Enno Endang Subekti, perempuan kelahiran Purworejo 44 tahun silam, adalah pelaku Usaha Kecil Menengah bernama Ayam Suwir Dapur Endess. Kecintaannya akan kuliner rendang, membuatnya terpikir untuk menjual rendang yang berbeda.
Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir.
Menyambut bulan suci Ramadhan, Enno telah bersiap agar bisnis ayam suwir buatannya semakin laku di pasaran. Strateginya meliputi membuat paket bingkisan Ramadhan, mengaktifkan kembali pemasaran melalui aplikasi pesan antar, menghadirkan menu ayam geprek beku, dan juga menjual kue kering lebaran produksi Dapur Endess dengan ayam suwir sebagai menu andalan.
Saat awal membangun usaha Ayam Suwir Dapur Endess pada awal tahun 2020, Enno hanya memanfaatkan aplikasi chat untuk memasarkan produk dengan sistem cash on delivery. Namun, setelah mengikuti pelatihan Enno mencoba menerapkan apa yang ia pelajari dari pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang bekerja sama dengan Google.
“Pada saat mengikuti pelatihan kami menyadari kekurangan kami, misalnya kurangnya cara mempromosikan produk. Kami ingin menambah platform lain agar semakin banyak yang tahu produk yang kami buat. Materi pelatihannya sangat bermanfaat sekali, apalagi tentang digital marketing dan Google Bisnisku yang membantu memperkenalkan produk. Apa yang saya pelajari dari Digital Entrepreneurship Academy (DEA) membantu dan bisa digunakan untuk memperbaiki usaha saya kedepannya agar tidak kalah saing dengan kompetitor dan bisa go online,” ungkap Enno dalam keterangannya.
Tidak hanya terkait pemasaran produk, namun Enno banyak belajar juga mengenai pengemasan produk.
“Ternyata packaging dan brand label sangat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli suatu produk dan saya akui di awal memang produk kami masih jauh dari kata baik dalam hal ini sehingga kami mulai memperbaikinya. Dari yang awalnya memakai plastik sekarang kita mencoba pakai kemasan yang bisa digunakan di microwave dan dari segi labelnya kita perbaiki warna yang cocok untuk makanan, jadi menarik perhatian customer,” cerita Enno.
Sejak 2010 Enno sebenarnya pernah menjalankan berbagai usaha. Dia pernah membuat event organizer hingga mencoba berjualan sebagai reseller baju dan batik sampai membuat sambal untuk dijual, tetapi upayanya berwirausaha tak kunjung berhasil. Hingga akhirnya dia mendirikan Ayam Suwir Dapur Endess yang menjadi bukti bahwa meski pernah gagal dalam bisnis lain, seperti event organizer dan reseller, ia harus bangkit dan tetap maju mencari kesuksesan.
Sementara Octaviani Nur Widhayati yang berada di Madiun menjalankan bisnis parcel dan kue kering sejak 2016. Kendalanya, di saat mendekati hari raya Idul Fitri, pesanan yang ia terima sangat membludak. Namun setelah itu, ia pernah sama sekali tidak mendapat pesanan selama satu bulan lamanya.
“Cobaan kembali datang ketika suami saya terkena PHK akibat pandemi, saya pun sempat mencoba bisnis kecil lainnya dibidang tanaman hias. Melihat kendala yang saya alami, saya berpikir untuk mengikuti pelatihan online tentang dunia digital. Saya ingin menambah pengetahuan tentang pemasaran di dunia digital serta bagaimana cara bertahan pada masa pandemi ditengah kemajuan teknologi ” ungkap dia.
Pada November 2020, Octaviani dan suami mengikuti pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo RI dan bekerja sama dengan Google Indonesia. Tujuannya tentu saja agar produk parcel, kue kering, dan tanaman hias yang ia dan suaminya jual banyak diminati pembeli. Pada saat pelatihan, ia mempelajari bagaimana berjualan secara daring yang baik melalui beriklan melalui media digital, membuat laman resmi, dan Google Bisnisku.
“Saya baru tahu bahwa Google menyediakan suatu aplikasi gratis yang dapat membantu kami sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah untuk go-digital. Bagi saya, aplikasi Google Bisnisku merupakan sesuatu yang luar biasa. Saya sangat terkejut mengetahui bahwa saya selama ini tidak pernah menggunakan aplikasi yang dapat membantu perkembangan usaha saya. Dan yang paling mengagumkan adalah aplikasi ini gratis, selain itu saya juga memanfaatkan blog untuk lebih memperkenalkan usaha saya”.
Kini, bisnis grosir kue lebaran dan parcel Octaviani sudah berjalan selama lima tahun. Biasanya, penjualan tertinggi usahanya terjadi selama bulan Ramadhan, dimana ia bisa menjual 70 pax parcel, 50 karton kue kaleng dan 100 toples kue kering. Untuk mempersiapkan pesanan yang membludak ini, Octaviani memanfaatkan perangkat lunak penjualan untuk mempermudah rekap dan mutasi order.
Untuk membuat usahanya bisa terus berkembang lebih baik lagi, Octaviani tengah menekuni cara membuat website untuk bisnis. Melalui belajar pemasaran digital, Octaviani bisa membantu keluarga untuk bisa tetap bertahan hidup. Harapannya, kelak Octaviani ingin terus berinovasi dengan produk yang ia jual dan memaksimalkan pemanfaatan digital.(ant)
“Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir. “
Enno Endang Subekti, perempuan kelahiran Purworejo 44 tahun silam, adalah pelaku Usaha Kecil Menengah bernama Ayam Suwir Dapur Endess. Kecintaannya akan kuliner rendang, membuatnya terpikir untuk menjual rendang yang berbeda.
Dia kemudian memutuskan mencoba berinovasi membuat rendang dengan menggunakan ayam suwir.
Menyambut bulan suci Ramadhan, Enno telah bersiap agar bisnis ayam suwir buatannya semakin laku di pasaran. Strateginya meliputi membuat paket bingkisan Ramadhan, mengaktifkan kembali pemasaran melalui aplikasi pesan antar, menghadirkan menu ayam geprek beku, dan juga menjual kue kering lebaran produksi Dapur Endess dengan ayam suwir sebagai menu andalan.
Saat awal membangun usaha Ayam Suwir Dapur Endess pada awal tahun 2020, Enno hanya memanfaatkan aplikasi chat untuk memasarkan produk dengan sistem cash on delivery. Namun, setelah mengikuti pelatihan Enno mencoba menerapkan apa yang ia pelajari dari pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang bekerja sama dengan Google.
“Pada saat mengikuti pelatihan kami menyadari kekurangan kami, misalnya kurangnya cara mempromosikan produk. Kami ingin menambah platform lain agar semakin banyak yang tahu produk yang kami buat. Materi pelatihannya sangat bermanfaat sekali, apalagi tentang digital marketing dan Google Bisnisku yang membantu memperkenalkan produk. Apa yang saya pelajari dari Digital Entrepreneurship Academy (DEA) membantu dan bisa digunakan untuk memperbaiki usaha saya kedepannya agar tidak kalah saing dengan kompetitor dan bisa go online,” ungkap Enno dalam keterangannya.
Tidak hanya terkait pemasaran produk, namun Enno banyak belajar juga mengenai pengemasan produk.
“Ternyata packaging dan brand label sangat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli suatu produk dan saya akui di awal memang produk kami masih jauh dari kata baik dalam hal ini sehingga kami mulai memperbaikinya. Dari yang awalnya memakai plastik sekarang kita mencoba pakai kemasan yang bisa digunakan di microwave dan dari segi labelnya kita perbaiki warna yang cocok untuk makanan, jadi menarik perhatian customer,” cerita Enno.
Sejak 2010 Enno sebenarnya pernah menjalankan berbagai usaha. Dia pernah membuat event organizer hingga mencoba berjualan sebagai reseller baju dan batik sampai membuat sambal untuk dijual, tetapi upayanya berwirausaha tak kunjung berhasil. Hingga akhirnya dia mendirikan Ayam Suwir Dapur Endess yang menjadi bukti bahwa meski pernah gagal dalam bisnis lain, seperti event organizer dan reseller, ia harus bangkit dan tetap maju mencari kesuksesan.
Sementara Octaviani Nur Widhayati yang berada di Madiun menjalankan bisnis parcel dan kue kering sejak 2016. Kendalanya, di saat mendekati hari raya Idul Fitri, pesanan yang ia terima sangat membludak. Namun setelah itu, ia pernah sama sekali tidak mendapat pesanan selama satu bulan lamanya.
“Cobaan kembali datang ketika suami saya terkena PHK akibat pandemi, saya pun sempat mencoba bisnis kecil lainnya dibidang tanaman hias. Melihat kendala yang saya alami, saya berpikir untuk mengikuti pelatihan online tentang dunia digital. Saya ingin menambah pengetahuan tentang pemasaran di dunia digital serta bagaimana cara bertahan pada masa pandemi ditengah kemajuan teknologi ” ungkap dia.
Pada November 2020, Octaviani dan suami mengikuti pelatihan Digital Entrepreneurship Academy (DEA) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo RI dan bekerja sama dengan Google Indonesia. Tujuannya tentu saja agar produk parcel, kue kering, dan tanaman hias yang ia dan suaminya jual banyak diminati pembeli. Pada saat pelatihan, ia mempelajari bagaimana berjualan secara daring yang baik melalui beriklan melalui media digital, membuat laman resmi, dan Google Bisnisku.
“Saya baru tahu bahwa Google menyediakan suatu aplikasi gratis yang dapat membantu kami sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah untuk go-digital. Bagi saya, aplikasi Google Bisnisku merupakan sesuatu yang luar biasa. Saya sangat terkejut mengetahui bahwa saya selama ini tidak pernah menggunakan aplikasi yang dapat membantu perkembangan usaha saya. Dan yang paling mengagumkan adalah aplikasi ini gratis, selain itu saya juga memanfaatkan blog untuk lebih memperkenalkan usaha saya”.
Kini, bisnis grosir kue lebaran dan parcel Octaviani sudah berjalan selama lima tahun. Biasanya, penjualan tertinggi usahanya terjadi selama bulan Ramadhan, dimana ia bisa menjual 70 pax parcel, 50 karton kue kaleng dan 100 toples kue kering. Untuk mempersiapkan pesanan yang membludak ini, Octaviani memanfaatkan perangkat lunak penjualan untuk mempermudah rekap dan mutasi order.
Untuk membuat usahanya bisa terus berkembang lebih baik lagi, Octaviani tengah menekuni cara membuat website untuk bisnis. Melalui belajar pemasaran digital, Octaviani bisa membantu keluarga untuk bisa tetap bertahan hidup. Harapannya, kelak Octaviani ingin terus berinovasi dengan produk yang ia jual dan memaksimalkan pemanfaatan digital.(ant)