Bangga Indonesia, Surabaya – Pentingnya Memahami Agama
Dengan mengikuti syariat, kebaikan di dapat dan dengan melanggar syariat keburukan di dapat. Barangsiapa syariat bukan teman seperjalanannya dalam setiap keadaan, ia binasa bersama orang-orang binasa. ( Pesan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani )
Sobat. Orang-orang terdahulu mengelilingi timur dan barat untuk mencari para wali Allah dan orang-orang sholeh yang merupakan dokter-dokter hati dan agama. Jika menemukan salah seorang wali dan orang yang sholeh mereka meminta obat darinya untuk agama mereka. Tetapi sekarang, kalian justru paling benci kepada para fuqoha, ulama dan wali yang merupakan para pengajar dan pendidik.
Sobat. Janganlah kalian hina para ulama dan para guru pengamal ilmu. Kalian tidak mengenal Allah, para rasul-Nya, serta hamba-hamba sholeh-Nya yang berdiri bersama-Nya dan ridha dengan segala perbuatan-Nya. Keselamatan total terdapat pada sikap ridha dengan qadha, pendek angan-angan, dan zuhud terhadap dunia. Jika kalian dapati kelemahan dalam diri kalian, obatilah dengan mengingat mati dan berpendek angan.
Sobat. “Barangsiapa bersama Allah Azza wa jalla, ia tidak pernah gentar sama sekali kepada siapa pun, baik jin, manusia, serangga bumi, binatang buas dank utu-kutunya, serta kepada seluruh makhluk. Tidak ada kesuksesan bagimu hingga engkau mengikuti Al-Quran dan Sunnah.” Demikian nasehat Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Sobat. Istilah “taqarrub ilâ Allâh” berasal dari nash-nash syariah yang membicarakan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT, antara lain hadis dari Nabi saw. Bahwa Allah SWT berfirman:
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya; tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawâfil) hingga aku mencintainya.” (HR al-Bukhari & Muslim, Fath al-Bari, XVllllllll/342; Syarh Muslim, IX/35).
Dari hadist diatas, dari kata “mendekatkan diri kepada-Ku” (yataqarrabu ilaiyya) inilah kemudian lahir istilah “taqarrub ilâ Allâh“. Kata taqarrub secara bahasa artinya adalah mencari kedekatan (thalab al-qurbi). Jadi, “taqarrub ilâ Allâh” secara bahasa adalah mencari kedekatan dengan Allah, ini menurut (Ibnu Hajar Al-Asqalani). Dari pengertian bahasa inilah para ulama merumuskan pengertian taqarrub ilâ Allâh secara syar’i.
Sobat. Para ulama seperti Imam Nawawi dan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan, arti kedekatan secara fisik antara manusia dan Allah dalam arti jarak, jelas adalah mustahil. Jadi, hadis Nabi saw. di atas tidak dapat diartikan menurut arti hakikinya, melainkan harus dipahami dalam arti kiasan-nya yang telah masyhur dalam gaya bahasa orang Arab. Maka dari itu, makna syar’i dari “taqarrub ilâ Allâh” adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban dan larangan- larangan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. (Fath al-Bâri, XXI/132; Syarh Muslim, IX/35; Al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa‘, 1/499; Syarh al-Bukhâri li Ibn Bathal, XX/72).
Sobat. Dalam syariat islam, ada lima hukum yang mengatur manusia dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah dengan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya, seperti: halal, Sunnah, mubah, makruh dan haram.
Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab jami’ul Ulum wal Hikam juz 1 halaman 361, versi maktabah syamilah, beliau menerangkan bahwa ruang lingkup taqarrub ilallah ada dua golongan :
-
Orang yang melaksanakan kewajiban (ada’al faraidh), yang meliputi perbuatan melakukan kewajiban yang diwajibkan oleh Allah(Fi’l al alwajibat) dan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah (tark al – muharramat).
2. orang yang melaksanakan segala amalan yang sunnah-sunnah (Nawafil )
Sobat. Ingatlah selalu bahwa setiap amal yang tidak didedikasikan untuk Allah SWT adalah debu yang beterbangan.
Allah SWT berfirman dalam QS al-Furqan ( 25) ayat 23 : “ Dan kami hadapi segala amal yang telah mereka kerjakan , lalu Kami jadikan amal itu ( bagai) debu yang beterbangan.”
Sobat. Kepahaman tentang agama adalah sebab pengenalan diri. Barangsiapa mengenal Tuhannya Yang Mahagagah lagi Mahaagung, ia mengenal segala sesuatu. Dengan demikian, benarlah penghambaannya kepada Allah dan keterbebasannya dari penghambaan kepada selain-Nya. Tidak ada kesuksesan dan tidak ada keselamatan bagimu hingga engkau lebih mengutamakan –Nya daripada selain-Nya serta lebih mengutamakan agamamu daripada syahwatmu, akhiratmu daripada duniamu, dan Penciptamu daripada makhluk sesamamu. Jika engkau lebih mengutamakan syahwatmu daripada agamamu, duniamu daripada akhiratmu, makhluk sesamamu daripada Penciptamu, maka binasalah dirimu.
Sobat. Semoga Allah memberi kita kekuatan kepada kita untuk terus memantaskan diri menjadi umat Rasulullah Muhammad SAW dan menjadi orang yang faham dalam beragama Islam dengan sibuk menanam tanaman akherat bukan sibuk dengan tanaman dunia. Dunia adalah ladang akherat, maka tanamlah tanaman ini dengan hati dan badan, yaitu Iman, pemeliharaannya, serta pengairan dan penyiramannya dengan amal-amal sholeh.
( Dr Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Santripreneur. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )