Selasa, 26 November 2024

Tak Dapat Suplai Gula Rafinasi, Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jatim Mengeluh ke Legislator DPR

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi”

Bangga Indonesia, Surabaya – Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jawa Timur yang bergerak di bidang makanan dan minuman mengeluhkan di wilayahnya yang tidak mendapatkan suplai gula kristal rafinasi ke anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi,” ujar Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur Dr. K.H. Muhammad Zakki di Surabaya, Rabu.

Menurut ia, permasalahan dipicu oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 yang didalamnya disebutkan bahwa rekomendasi bahan baku untuk produksi gula rafinasi hanya diberikan kepada pabrik memiliki izin industri usaha (IUI) sebelum 25 Februari 2010.

“Padahal, selama ini sudah berjalan tanpa ada masalah, baru tahun ini tidak dapat suplai. Akibatnya, perusahaan industri makanan minuman tidak bisa melakukan produksi,” ucapnya.

Kiai Zakki mengatakan gula rafinasi bisa diperoleh dari daerah lain, seperti Banten, Cilegon, Lampung, Makassar, dan Cilacap, namun menimbulkan biaya tinggi yang ditanggung industri makanan minuman mencapai Rp340 hingga Rp400 per kilogram.

“Padahal, keuntungan industri makanan minuman tidak sampai segitu,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengaku tidak ingin terbitnya peraturan tersebut disengaja untuk mematikan pabrik-pabrik baru yang lebih efisien dalam produksi.

“Jangan sampai adanya Permenperin ditimbulkan secara diskriminatif, apalagi untuk melindungi salah satu kartel tertentu,” katanya.

Politikus asal PDI Perjuangan tersebut berharap ada penjelasan logis terkait peraturan menteri tersebut, dan berharap ada solusi agar direvisi.

“Tidak perlu dicabut, cukup direvisi saja. Tidak perlu lagi IUI sebelum 25 Februari 2010,” tuturnya.(ant)

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi”

Bangga Indonesia, Surabaya – Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jawa Timur yang bergerak di bidang makanan dan minuman mengeluhkan di wilayahnya yang tidak mendapatkan suplai gula kristal rafinasi ke anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi,” ujar Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur Dr. K.H. Muhammad Zakki di Surabaya, Rabu.

Menurut ia, permasalahan dipicu oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 yang didalamnya disebutkan bahwa rekomendasi bahan baku untuk produksi gula rafinasi hanya diberikan kepada pabrik memiliki izin industri usaha (IUI) sebelum 25 Februari 2010.

“Padahal, selama ini sudah berjalan tanpa ada masalah, baru tahun ini tidak dapat suplai. Akibatnya, perusahaan industri makanan minuman tidak bisa melakukan produksi,” ucapnya.

Kiai Zakki mengatakan gula rafinasi bisa diperoleh dari daerah lain, seperti Banten, Cilegon, Lampung, Makassar, dan Cilacap, namun menimbulkan biaya tinggi yang ditanggung industri makanan minuman mencapai Rp340 hingga Rp400 per kilogram.

“Padahal, keuntungan industri makanan minuman tidak sampai segitu,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengaku tidak ingin terbitnya peraturan tersebut disengaja untuk mematikan pabrik-pabrik baru yang lebih efisien dalam produksi.

“Jangan sampai adanya Permenperin ditimbulkan secara diskriminatif, apalagi untuk melindungi salah satu kartel tertentu,” katanya.

Politikus asal PDI Perjuangan tersebut berharap ada penjelasan logis terkait peraturan menteri tersebut, dan berharap ada solusi agar direvisi.

“Tidak perlu dicabut, cukup direvisi saja. Tidak perlu lagi IUI sebelum 25 Februari 2010,” tuturnya.(ant)

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi”

Bangga Indonesia, Surabaya – Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jawa Timur yang bergerak di bidang makanan dan minuman mengeluhkan di wilayahnya yang tidak mendapatkan suplai gula kristal rafinasi ke anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi,” ujar Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur Dr. K.H. Muhammad Zakki di Surabaya, Rabu.

Menurut ia, permasalahan dipicu oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 yang didalamnya disebutkan bahwa rekomendasi bahan baku untuk produksi gula rafinasi hanya diberikan kepada pabrik memiliki izin industri usaha (IUI) sebelum 25 Februari 2010.

“Padahal, selama ini sudah berjalan tanpa ada masalah, baru tahun ini tidak dapat suplai. Akibatnya, perusahaan industri makanan minuman tidak bisa melakukan produksi,” ucapnya.

Kiai Zakki mengatakan gula rafinasi bisa diperoleh dari daerah lain, seperti Banten, Cilegon, Lampung, Makassar, dan Cilacap, namun menimbulkan biaya tinggi yang ditanggung industri makanan minuman mencapai Rp340 hingga Rp400 per kilogram.

“Padahal, keuntungan industri makanan minuman tidak sampai segitu,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengaku tidak ingin terbitnya peraturan tersebut disengaja untuk mematikan pabrik-pabrik baru yang lebih efisien dalam produksi.

“Jangan sampai adanya Permenperin ditimbulkan secara diskriminatif, apalagi untuk melindungi salah satu kartel tertentu,” katanya.

Politikus asal PDI Perjuangan tersebut berharap ada penjelasan logis terkait peraturan menteri tersebut, dan berharap ada solusi agar direvisi.

“Tidak perlu dicabut, cukup direvisi saja. Tidak perlu lagi IUI sebelum 25 Februari 2010,” tuturnya.(ant)

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi”

Bangga Indonesia, Surabaya – Asosiasi Pesantren Enterpreneur Jawa Timur yang bergerak di bidang makanan dan minuman mengeluhkan di wilayahnya yang tidak mendapatkan suplai gula kristal rafinasi ke anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

“Tidak adanya suplai berakibat banyak industri makanan minuman yang bangkrut karena tidak bisa produksi,” ujar Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur Dr. K.H. Muhammad Zakki di Surabaya, Rabu.

Menurut ia, permasalahan dipicu oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 yang didalamnya disebutkan bahwa rekomendasi bahan baku untuk produksi gula rafinasi hanya diberikan kepada pabrik memiliki izin industri usaha (IUI) sebelum 25 Februari 2010.

“Padahal, selama ini sudah berjalan tanpa ada masalah, baru tahun ini tidak dapat suplai. Akibatnya, perusahaan industri makanan minuman tidak bisa melakukan produksi,” ucapnya.

Kiai Zakki mengatakan gula rafinasi bisa diperoleh dari daerah lain, seperti Banten, Cilegon, Lampung, Makassar, dan Cilacap, namun menimbulkan biaya tinggi yang ditanggung industri makanan minuman mencapai Rp340 hingga Rp400 per kilogram.

“Padahal, keuntungan industri makanan minuman tidak sampai segitu,” kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengaku tidak ingin terbitnya peraturan tersebut disengaja untuk mematikan pabrik-pabrik baru yang lebih efisien dalam produksi.

“Jangan sampai adanya Permenperin ditimbulkan secara diskriminatif, apalagi untuk melindungi salah satu kartel tertentu,” katanya.

Politikus asal PDI Perjuangan tersebut berharap ada penjelasan logis terkait peraturan menteri tersebut, dan berharap ada solusi agar direvisi.

“Tidak perlu dicabut, cukup direvisi saja. Tidak perlu lagi IUI sebelum 25 Februari 2010,” tuturnya.(ant)

Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent News