Bangga Indonesia, Solo – Istimewa sambutan yang diperoleh tim bedah buku SantriPreneur Santri Milenial. Saat tampil kali kedua dalam road shownya di empat kota, Senin (29/03) malam, para penulis buku ini disambut hangat para mantan preman yang sudah taubatan nasuha.
Lho? Para mantan preman yang tergabung dalam komunitas Ekspreso (Eks Preman Solo) itu menyambut kedatangan Dr. Faqih Syarif, M.Si dan Cak Amu (Abdul Muis) di Masjid Al Anshor, Kampung Jagalan penuh keakraban, seusai sholat jamaah Isya’.
Ini adalah kota kedua yang disinggahi Tim Penulis setelah singgah di Pondok Pesantren Muhammadiyah Sepang, Nganjuk pagi harinya. Di kunjungan kota keduanya itu, rombongan disambut hujan lebat di bekas “Kampung Merah” di kota Solo itu.
Adalah komunitas Muslim United (MU) Jogjakarta yang mengagendakan Program Bedah Buku SantriPreneur Santri Milenial ini. Ketua Takmir MU Rizky Agung menyebut materi buku yang diusung Co Founder dan Direksi Bangga Indonesia itu sangat pas untuk disampaikan para santri mantan preman. Jadi bukan hanya untuk santri yang aktif belajar di pondok pesantren.
Itu sebabnya, alumnus UGM Jogjakarta ini merasa perlu para santri nonformal tersebut dimotivasi dan dibekali untuk menjadi seorang entrepreneur. Tak heran jika anggota Ekspreso yang berjumlah 50 santri ini menyambut hangat kehadiran tim penulis.
Ketua Takmir Masjid Al Anshor Jagalan Ustadz Sri Mulyono, S.Pd bersyukur atas kunjungan tim penulis dan aktivis MU. “Kami mengira buku itu untuk santri di pondok. Ternyata kami juga dianggap santri,” aku mantan preman yang pernah keluar masuk penjara tujuh kali ini.
Klop dengan motivasi yang diberikan Doktor Faqih dan buku yang diterbitkan itu, ” jelasnya kepada banggaindonesia.com.
Mulyono menyebut santrinya yang mantan preman di semua kelas itu sudah taubatan nasuha. Mereka sudah berwirausaha dengan modal bantuan simpan pinjam dari uang yang dikelola takmir.
Modal awal dana itu diakui bapak lima ini berasal dari potongan bantuan pemerintah ketika masjidnya kena musibah banjir. “Bantuan 8 juta per-KK dari Presiden SBY tahun 2007 itu yang Rp 5 juta perorang kita pergunakan untuk modal usaha jamaah,” jelasnya.
Sejak itu perekonomian jamaah masjid dan warga Jagalan tidak lagi bergantung dengan pinjaman bank. “Kami mengajarkan pinjaman tanpa berbau riba,” ujar pria yang kini jadi guru Agama di SD Muhammadiyah Solo ini.
Bentuk simpan pinjam di Masjid Al Anshor, menurut dia, tanpa ada bunga. Cara pengambilannya juga flexible. “Intinya kita membantu umat agar tidak mengalami kesulitan keuangan,” tegasnya.
Jika ada kelebihan dana, para jamaah diajak rekreasi ketika Idul Fitri. “Program kami tidak muluk-muluk. Yang penting jamaah senang. Makan-makan. Piknik. Soal mereka belum mau ke masjid dan sholat itu urusan hidayah Allah,” jelasnya.
Selain itu, Mulyono menyebut kas masjid diterapkan dalam kondisi saldo nol. Sehingga tidak ada pengendapan saldo. Apalagi sampai ditabung di bank.
“Kalau saldo terpampang puluhan juta tapi ada jamaah yang terjerat riba, saya nanti dianggap dzolim,” akunya.
Ia menyebut kas masjid langsung tersalurkan kepada umat.” Alhamdulillah jamaah dari hari ke hari kian bertambah. Dulu kawasan ini sering berhadapan dengan kristenisasi. Dengan program masjid sekarang ini mereka mundur teratur,” ungkapnya.
Mulyono mengaku masjid yang dikelolanya sejak 2018 ini terbuka untuk semua umat Islam dari semua aliran. Boleh dari NU ataupun Muhammadiyah. “Yang penting bukan aliran sesat,” tegasnya.
Doktor Faqih sangat mengapresiasi keberadaan Ekspreso. Ia mengaku ini merupakan muhibah yang paling istimewa. Bisa bertemu santri informal yang loyal terhadap peribadatan barunya.
Karena itu, motivator nasional ini menyebut sangat tepat para santri mantan preman itu menekuni dunia entrepreneur. Ini agar mereka semakin kuat keimanan dan perekonomiannya.
“Ekonomi yang mapan membalut ibadah mereka kian mantap,” tegasnya. “Saya salut keberadaan komunitas Ekspreso ini. Semoga mereka Istiqomah di jalan Allah,” imbuh Doktor Faqih kepada banggaindonesia.com (aba)