Bangga Indonesia, Sukabumi – Banjir bandang di Sukabumi kembali mengingatkan kita pada kekuatan alam yang sulit diprediksi. Rabu, 4 Desember 2024, berbagai video yang menampilkan derasnya arus banjir di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, beredar luas di media sosial. Salah satu video menunjukkan banjir menyeret hingga enam mobil di kawasan Pelabuhanratu. Dalam cuplikan lainnya, sebuah mobil yang berusaha melawan arus di wilayah Sagaranten justru terseret hingga terguling.
Bencana ini tak hanya melibatkan daratan. Di kawasan Pantai Ujunggenteng, gelombang tinggi menghantam puluhan kapal nelayan, menyebabkan kerusakan parah. Tak heran, perhatian masyarakat dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kini terpusat pada daerah ini.
BNPB Bergerak Cepat
Merespons insiden tersebut, BNPB segera mengambil langkah sigap. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, memastikan tim gabungan dari BPBD Sukabumi dan SAR Bandung sudah berada di lokasi. Mereka fokus pada evakuasi warga dan upaya mitigasi lanjutan.
“Banjir ini telah kami pantau sejak laporan awal masuk. Petugas reaksi cepat di Sukabumi sudah mulai memetakan lokasi terdampak,” ungkap Abdul. Ia juga menyebut bahwa perkembangan terbaru akan segera diumumkan ke publik.
Sejauh ini, banjir bandang melanda sejumlah kecamatan seperti Ciemas, Palabuhanratu, Cidolog, Gegerbitung, Tegalbuleud, dan Pabuaran. Air setinggi lebih dari satu meter membuat aktivitas warga lumpuh total. Bersamaan dengan itu, hujan deras juga memicu longsor di 18 titik, memperburuk situasi di wilayah ini.
Gelombang Tinggi Merusak Kapal Nelayan
Bencana lain terjadi di Pantai Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap. Gelombang tinggi tiba-tiba menghantam kawasan tersebut, merusak sekitar 63 kapal nelayan. Ketua Rukun Nelayan Ujunggenteng, Asep Jeka, menjelaskan bahwa gelombang ini datang secara mendadak pada Senin malam.
“Sebanyak 25 kapal rusak berat, 35 kapal rusak ringan, dua kapal hilang, dan satu kapal karam. Beruntung tidak ada korban jiwa karena para nelayan berhasil menyelamatkan diri,” kata Asep. Meski demikian, kerugian material para nelayan sangat besar, dan mereka kini bergantung pada bantuan pemerintah untuk pulih.
Penyebab Banjir Bandang di Sukabumi
Menurut peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, banjir bandang di Sukabumi dipicu oleh hujan persisten akibat sirkulasi siklonik di Samudera Hindia. Gangguan cuaca ini menghasilkan curah hujan ekstrem di wilayah selatan Jawa Barat, termasuk Sukabumi dan Garut.
“Pengaruh vorteks yang menguat di Samudera Hindia memicu hujan lebat dalam waktu lama. Situasi ini juga meningkatkan risiko bencana serupa di wilayah Banten,” jelas Erma melalui akun media sosialnya.
Data dari BMKG menunjukkan curah hujan di Pelabuhanratu mencapai 150,6 mm selama 24 jam terakhir, yang tergolong ekstrem. Selain sirkulasi siklonik, bibit Siklon Tropis 95W di Laut Natuna turut memperburuk kondisi atmosfer di sekitar Jawa Barat.
Bencana banjir bandang di Sukabumi ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya kesiapsiagaan terhadap cuaca ekstrem. BNPB dan BPBD Sukabumi kini berfokus pada evakuasi warga terdampak dan pemulihan wilayah. Namun, tantangannya cukup besar, mengingat dampak bencana yang meluas hingga ke sektor kelautan dan perikanan.
Sementara itu, masyarakat di daerah rawan bencana diimbau untuk terus memantau informasi cuaca dari BMKG dan mengikuti arahan dari petugas setempat. Dukungan dari berbagai pihak juga diperlukan untuk membantu para korban bencana agar dapat bangkit kembali.
Di sisi lain, fenomena ini juga menjadi panggilan bagi pemerintah untuk memperkuat infrastruktur pengendalian banjir, terutama di wilayah rawan seperti Sukabumi. Dengan langkah-langkah strategis, diharapkan bencana serupa dapat diminimalkan dampaknya di masa depan.
Banjir bukan hanya persoalan alam, tetapi juga panggilan bagi manusia untuk lebih bijak dalam menjaga lingkungan dan mempersiapkan diri menghadapi cuaca ekstrem. Banjir bandang di Sukabumi adalah pelajaran besar yang tak boleh kita abaikan.