Bangga Indonesia (Surabaya) – Hari ini, Selasa (31/08/2021) adalah hari istimewa bagi Sjamsu Hadi. Betapa tidak. Kini, dia sudah bisa berkumpul lagi dengan keluarganya setelah melakukan perjalanan panjang yang menantang.
Sehari kemarin, Senin (30/08/2021) kakek seorang cucu yang karib disapa Cak Poo ini, baru saja menyelesaikan Gowes -bersepeda- longdistance Surabaya-Jakarta Pergi Pulang (PP) yang memakan waktu 14 hari. Hampir dua pekan.
Jarang yang ditempuh luar biasa jauh bagi pesepeda nonatlit. Gowes Solo Ride itu menempuh jarak 1.785.5 kilometer. Cak Poo berhasil menyelesaikannya tanpa kendala teknis yang berarti.
Ia memulai “mancal” menuju Tugu Monas Jakarta dari garis start di Tugu Pahlawan Surabaya pada tanggal 17 Agustus 2021. Yang melepas adalah rekan sehobi yang tergabung dalam komunitas sepeda gembira di Surabaya dan Lamongan.
Sepanjang jalan di jalur Pantura (Pantai Utara) lancar jaya. “Hanya saat hendak masuk Semarang ada kendala sedikit,” ujar Cak Poo.
Apa? Bukan soal sepeda yang dipancal. Tapi faktor non teknis.
Cak Poo kehilangan pengawal pribadinya alias marshal. Sosok marshal yang juga anak kandungnya yang kedua tidak bersamaan ketika memasuki Alas Roban.
“Entah, dimana dia? Perbekalan saya sudah habis. Dompet dan handphone dia yang bawa,” kenangnya.
Cak Poo hanya bisa berdoa. Apalagi kondisi cuaca saat itu hujan lebat. “Jersey saya basah kuyup. Saya kedinginan,” kisahnya.
Beruntung, lanjut mantan pengurus teras ISSI Surabaya ini. Saat keluar dari Alas Roban ada masjid.
Dia singgah sekalian sholat magrib. Takmir masjid tahu Cak Poo bajunya basah. Ia pun dipinjami sarung dan baju koko.
Usai sholat jamak, Cak Poo diajak makan dan minum teh hangat manis. “Saya tidak boleh menolak,” akunya.
Selesai menenangkan diri, takmir masjid tersebut menawari Cak Poo untuk menghubungi keluarganya. “Alhamdulillah anak saya datang. Saya tidak marah karena semua ini ada hikmahnya,” akunya.
Lega! Cak Poo kemudian melanjutkan perjalanan menuju Pekalongan sekaligus istirahat di kota ini.
Esok paginya dia ingin selfi di Alun-Alun Pekalongan. Warga kota yang tengah berolahraga di situ pun terpikat sosoknya yang membawa spanduk bertuliskan misi gowesnya itu.
Diantara “penggemar” dadakan itu, aku Cak Poo ada istri Wali Kota Pekalongan. Selain minta foto kenangan, istri H Achmad Azan Arslan Djunaid itu melepas keberangkatan Cak Poo menuju Jakarta.
Istri Wali Kota Pekalongan turut melepas keberangkatan Cak Poo ke Jakarta setelah menginap di kota tersebut. FOTO SUARAMANDIRI/DOKUMEN CAK POO
“Alhamdulillah rupanya itu hikmah saya sempat gelisah kehilangan kontak sama pengawal,” katanya.
Aura istri wali kota benar-benar mampu merangsang adrenalinnya. Semangat Cak Poo kian membara setelah mendapat amunisi perhatian warga Pekalongan.
Ia melahap perjalanan hingga Semarang pada saat tengah hari. Di kota ini, Cak Poo disambut komunitas sepeda setempat yang perhatiannya tanpa batas dan ruang.
Dari Semarang, ia tancap pedal. “Saya hanya istirahat saat ngantuk saja. Soalnya Sabtu petang sudah harus sampai Monas,” akunya.
Benar, Sabtu (21/08/2021) malam, dia sudah sampai etape terakhir Tugu Monas. Cak Poo menandainya dengan melepas burung dan pakannya sekalian di depan pagar pembatas halaman Monas.
“Malam itu pintu Monas tutup. Saya ga bisa masuk,” ucapnya.
Rektor UNKRIS Dr Ayub Muktiono MSip CiQar saat melepas Cak Poo dari kampusnya. FOTO SUARAMANDIRI/ISTIMEWA
Usai bermalam di Jakarta, Cak Poo melanjutkan perjalanan menuju Bekasi. Di kota ini dia sudah ditunggu teman SMPN 6 Surabaya dan SMPPN Surabaya, Dr Ayub Muktiono MSip CiQar.

Dari kampus inilah Cak Poo dilepas secara seremonial. Ia melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Di kota ini, dia disambut rekan barunya yang seorang direktur Telkom di Bandung.
Setelah bermalam di Bandung, Cak Poo harus melahap Puncak Nagrek yang terkenal angker itu. “Syukur Alhamdulillah aman dan saya bisa melajutkan perjalanan sampai Tasikmalaya,” akunya.
Selama dalam perjalanan kembali ke Surabaya, Cak Poo mengaku tidak ada kendali teknis. Hanya saat menuju Jakarta saja sproketnya bermasalah. “Setelah saya ganti baru, perjalanan lancar dan kendala,” katanya.
Begitu pula ketika ditanya soal ban luar atau dalam yang dipakai, tidak satupun ada yang bocor, gembos atau rusak.
“Sejak berangkat hingga pulang bannya tetap itu. Soalnya sebelum berangkat semua saya ganti yang baru,” jelsnya tanpa menyebut merek.
Kelancaran dan keselamatan selama dalam perjalanan itu diakuinya tidak lepas dari perlindungan Tuhan. Sebab, sepanjang hidupnya Cak Poo selalu berzikir menyebut-nyebut nama Allah.
“Doa saya cuma sini. Yaa lindungi saya dan sepeda ini selama dalam perjalanan. Selamat sampai tujuan,” akunya.
Karena itu, sampai Jogjakarta, Ngawi, Nganjuk dan Jombang perjalanannya lancar jaya. Cak Poo juga mengaku asupan gizi dan energi yang diperlukan juga tidak berlebihan.
Ia memakan menu biasa seperti yang dilakukan sehari-hari. Tidak ada doping atau minum serta makan yang membuat stamina ngejos.
Stamina atau mental seorang pegowes itu kuat, menurut dia, tidak lepas dari selalu bahagia. Ia juga senantiasa syukur bisa melihat alam di kota-kota yang dilalui.
“Gowes kali ini saya jadikan untuk mawas diri dan mensyukuri nikmat Allah. Yan tak kalah penting adalah menghormati pengorbanan para pejuang kemerdekaan,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Cak Poo tidak punya perasaan kecewa kendati tidak ada yang menyambut ketibaannya. Dia juga tidak menghubungi komunitas gowes yang biasa sepedaan bareng.
Saat sampai di Nganjuk, dia sempat menjapri awak media ini. “Kalau mau gabung tak tunggu di Mojokerto. Saya istirahat di Jombang,” katanya.
Tepat jam 10 pagi, hari Senin Cak Poo sudah sampai Mojokerto. Dua sahabatnya yang seangkatan di SMPPN Surabaya, Sutrisno dan Abdul Muis bergabung dengannya.
Di sisa perjalanan menuju Surabaya ini, kondisi Cak Poo tidak berubah. Dia tetap fit. Bahkan, kayuhannya kian cepat. Rata-rata kecepatan yang dia tempuh dalam kondisi jalan lengang antara 45-50 kpj.
Sampai Desa Kletek, Sepanjang, Cak Poo didaulat Cak Tris Brewok, sapaan guru olahraga ini, untuk singgah sejenak di rumahnya. Awalnya dia menolak karena sudah terlanjur panas.
Namun ketika Cak Tris bilang hari itu ada kirim doa 40 hari adiknya yang baru saja meninggal, Cak Poo pun akur. Selama satu jam dia dipaksa melakukan pendinginan.
“Ayoo berangkat lagi. Saya sudah ditunggu rekan-rekan di Cito. Bawa sepedamu, ikut mancal biar lebih seru,” ajaknya.
Sampai di Mall City of Tomorrow (Cito) sekitar Bundaran Waru, Cak Poo justru tancap pedal. Ia baru berhenti di Jalan Darmo.
Di sini sudah menunggu dua goweser cewek yang tergabung dalam Klub Srikandi. Juga ada seorang alumni SMAN 5 Surabaya lainnya yang membawa sepeda modifikasi Harlay Davidson. Plus lengkap pernak-pernik lampu dan alat musik serta audio yang bisa memancing orang untuk melihatnya.
Dari sini, Cak Poo dikirap dengan alunan musik oldies. Ada lagu-lagu Rolling Stone, Deep Purple dan lainnya. Mereka membentuk “peleton kecil.” Cak Poo berada di belakang persis sepeda Harley Davidson itu.
Sepanjang jalan menuju Tugu Pahlawan pun terasa happy. Cak Poo juga mulai menurunkan kecepatan kayuhannya. Pengendara yang melintasi rombongan ini, tak ada yang mengira bahwa pegowes berjersy Merah-Hitam bertuliskan PGT (Persahabatan Gowes Temenan) di punggungnya itu, baru saja melahap porsi mancal sejauh hampir dua ribu kilometer.
Kali ini, Cak Poo tampak releks. Sesampai di Tugu Pahlawan, ia meminta “peleton kecil” stop di tulisan Titik Nol samping kanan Kantor Gubernur Jawa Timur.
Di sini Cak Poo mengekpresikan diri, mengabadikan diri, atas keberhasilannya memecahkan rekor pegowes seumuran dengannya “mancal” Surabaya-Jakarta PP dalam beda rute. Utara dan Selatan.
Sebelum mengajak rekan-rekannya “mancal” lagi menuju rumahnya di Jalan Kertajaya untuk tasyakuran, Cak Poo melepas burung sebagai tanda perdamaian. Woow! (abdul muis)